Lihat ke Halaman Asli

Aku Menantang Aku - Puisi tentang Hujan

Diperbarui: 17 Desember 2022   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hujan tak pernah gagal tuk menghadirkan sendu
Memicu ingatan pahit muncul, berseru-seru, mengganggu
Mendesak hati merasa derita duka, gema rindu atau serpihan luka atas prasangka semu.


Tak apa, bukankah manusia dituntut tuk bisa memeluk semua sendu

tuk menyembuh luka?

Hilangkan prasangka
"Akan terluka itu hanya ada di khayalmu, hadapi!" Katanya

Maka, hari-hari lalu, aku berdiri di tengah lapang
Tegas menengadah wajah, menyambut hujan.
Aku tantang rasa takut akan sendu dan luka
yang kata orang, pasti dibawa hujan.
Membiarkan tetesnya mengaliri setiap jengkal tubuhku.
Aku menantang aku.
Hadapi prasangka akan terluka.

2 kali matahari tumbang
Aku tetap di lapang, mulai bersahabat dengan kedinginan
2 kali lagi matahari tumbang
Aku tidak lagi kehujanan
Aku berani mendekap hujan
2 kali matahari tumbang kemudian
Aku mulai menari mengikuti irama rintiknya
Aku sempurna menyatu dengan hujan
Terbuai euporia bahagia
terbang tinggalkan pijakan kenyataan.

Terbukti, hujan memang tak datangkan luka
Namun, ternyata ia bisa bersalin menjadi badai
Membawa serta angin dan halilintar
Menghempaskan aku, kembali ke pijakan kenyataan

Hujan, tak lagi membuatku kedinginan
Ia membuatku bergidik gemetar
Rintik air yang biasanya membasuh
Kini serasa menusuk tubuh.
Aku pincang, tak bisa lagi menari apalagi membersamai badai ini.

Aku kembali menatap hujan dari balik kaca.
Di dalam sini hangat. Ter-la-lu hangat ternyata.
Naluri menarik diri ini untuk kembali
Tetapi, luka yang bukan lagi hasil prasangka
Menahan diri agar tak ulangi patah hati yang sama lagi

Sial, tidak pernah ada yang bilang menyoal imbas hadapi prasangka.
Nyatanya, kamu hanya akan sedikit lebih bahagia atau kembali dengan luka yang lebih menganga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline