Ruangan putih berukuran 2x3 meter itu sunyi. Meja kecil di tengah ruangan itu menopang sebuah koper mini berwarna abu. Farhan terus memperhatikan koper kecil yang tertutup itu. Mencoba menebak isinya.
Suara decit pintu terdengar dari kiri Farhan, ia refleks menengok. Seorang pria bertinggi sama dengannya masuk, matanya menyipit. Sepertinya, ia sedang tersenyum sopan pada Farhan. Entahlah, masker medis menutupi setengah wajahnya.
Lelaki itu duduk di depan Farhan. Farhan tersenyum kikuk. "Farhan Muhammad, umur 37 tahun, pekerjaan karyawan swasta. Benar?" Lelaki itu mengalihkan pandang dari tablet ke "pasien"nya, menunggu jawaban. Farhan mengangguk ragu. Suara "Profesor" di hadapannya terdengar sangat familier.
"Saya lihat gaji Anda cukup besar, dengan pekerjaan yang cukup bergengsi. Pilihan di masa lalu mana yang ingin Anda ubah?" Farhan menunduk, ragu menjawab.
"Aku ingin membantah satu perintah ibuku, perintahnya itu selalu membuat aku menjadi penonton dari kesuksesan sahabatku." Suara Farhan sedikit bergetar di ujung kalimatnya.
Profesor itu mengangguk-angguk pelan. Ia memutar koper di atas meja, memposisikannya horizontal lantas membukanya. Kaca bening menutupi bagian dalam koper. Mata Profesor itu menyipit lagi, melihat ekspresi Farhan yang kebingungan.
"Perintah ibu Anda yang mana yang akan Anda bantah, Farhan?" Profesor itu menempelkan telapak tangannya di atas kaca bening. Cahaya biru menyelimuti kaca bening itu, bersamaan dengan dinding ruangan tersebut. Pandangan Farhan berkeliling mengikuti arah cahaya biru bergerak, lantas berakhir menatap Profesor yang menunggu jawaban.
"Perintah untuk salat duha 20 tahun lalu" Farhan menjawab gagap.
---
Suara gemuruh tepuk tangan mengisi auditorium. Flash kamera tak berhenti menembak ke arah panggung. 09.30. Farhan baru saja kembali ke kursinya setelah mengantar ibu salat duha di mushola sekolah. Celana abu yang Farhan gunakan sedikit basah di ujungnya, bekas cipratan air wudu tadi. Ibu bertepuk tangan, ikut bangga melihat sahabat Farhan berpidato di depan seluruh orang tua murid sebagai lulusan terbaik sekolah.
"Ayo makan, dek Aziz! Ibu masak banyak hari ini, syukuran kelulusan SMA, sekalian syukuran masuk UI buat kalian berdua" Ibu menyodorkan ikan goreng ke piring Aziz. Aziz berterimakasih, lantas melirik ke arah Farhan.