Lihat ke Halaman Asli

NENDEN NURAENI

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Menggugat Plagiat Budaya, Beginilah Kontroversi di Balik Lagu "Halo - Halo Bandung"

Diperbarui: 14 September 2023   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.ngoaingucongdong.com

Dalam era globalisasi yang semakin maju, dunia telah menjadi semakin terhubung, tetapi dengan keterhubungan ini juga datang tantangan baru dalam mempertahankan dan melindungi budaya serta hak cipta suatu negara. Kontroversi yang baru-baru ini mencuat mengenai plagiat budaya dalam lagu "Halo-Halo Bandung" oleh seorang YouTuber Malaysia menyoroti ketegangan ini. Namun, lebih dari sekadar perdebatan hak cipta, kontroversi ini juga menjadi suara generasi muda Indonesia yang semakin peduli akan kekayaan budaya mereka dan semakin aktif dalam mempertahankannya.

Generasi muda Indonesia, seperti generasi muda di banyak negara lain, tumbuh dalam dunia yang semakin terhubung melalui internet, media sosial, dan teknologi. Mereka adalah generasi yang memiliki akses lebih besar ke berbagai budaya global, dan dalam prosesnya, mereka juga semakin sadar akan kekayaan budaya Indonesia. Mereka adalah generasi yang semakin aktif dalam memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk mengungkapkan pendapat dan memperjuangkan isu-isu yang mereka anggap penting, termasuk isu-isu budaya dan hak cipta.

Kontroversi ini dimulai ketika seorang YouTuber Malaysia bernama Namewee merilis lagu berjudul "I Love You 3000" pada Agustus 2023. Lagu tersebut diduga menjiplak lagu "Halo-Halo Bandung," sebuah lagu daerah Indonesia yang telah menjadi bagian integral dari budaya Indonesia. Yang membuat kontroversi semakin kompleks adalah fakta bahwa video klip lagu Namewee juga menampilkan gambar-gambar yang mirip dengan budaya Indonesia, termasuk wayang kulit dan tarian tradisional.

Generasi muda Indonesia merasa bahwa tindakan ini tidak hanya merupakan pelanggaran hak cipta, tetapi juga penistaan terhadap budaya mereka. Mereka melihat "Halo-Halo Bandung" bukan hanya sebagai lagu, tetapi juga sebagai lambang identitas mereka dan bagian dari warisan budaya yang harus dihargai dan dilindungi.

Ketika kontroversi ini mencuat, generasi muda Indonesia tidak tinggal diam. Mereka menggunakan platform media sosial untuk mengungkapkan ketidakpuasan mereka dan meminta tindakan yang tegas untuk melindungi hak cipta dan budaya Indonesia. Dalam hal ini, media sosial bukan hanya alat untuk berbicara, tetapi juga alat untuk mengorganisir dan memobilisasi aksi kolektif.

Banyak musisi muda Indonesia mengecam tindakan Namewee secara terbuka dan meminta agar lagu tersebut dihapus dari platform musik online. Mereka berbicara sebagai pelaku budaya yang memahami pentingnya melindungi karya seni dan budaya mereka.

Ketika muncul kontroversi ini, banyak yang bertanya-tanya tentang langkah hukum yang dapat diambil untuk melindungi hak cipta "Halo-Halo Bandung." Namun, permasalahan hukum menjadi semakin kompleks karena Namewee adalah warga negara Malaysia.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Indonesia, Freddy Harris, mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima laporan tentang dugaan pelanggaran hak cipta terhadap lagu "Halo-Halo Bandung." Namun, DJKI juga menjelaskan bahwa untuk mengajukan gugatan, pihak Indonesia harus menggunakan undang-undang hak cipta Malaysia. Ini menciptakan hambatan tambahan dalam upaya melindungi hak cipta Indonesia.

Sementara itu, pihak Malaysia juga merespons kontroversi ini. Kementerian Luar Negeri Malaysia menyatakan bahwa mereka akan memastikan hak cipta dilindungi dan tindakan yang diambil akan sesuai dengan hukum internasional. Ini mencerminkan upaya Malaysia untuk menjaga hubungan baik dengan Indonesia dan menjalankan kewajibannya sebagai anggota komunitas internasional.

Kontroversi "Halo-Halo Bandung" mengingatkan kita akan pentingnya memahami budaya dan kekayaan budaya sebuah negara sebelum memutuskan untuk mengambil inspirasi atau menggunakan elemen budaya dalam karya seni kita. Budaya adalah cerminan identitas suatu bangsa, dan hak cipta adalah cara untuk melindungi ekspresi budaya itu.

Generasi muda Indonesia telah menunjukkan bahwa mereka tidak hanya berbicara dalam hal ini, tetapi juga bertindak. Mereka adalah suara yang semakin berani dalam melindungi kekayaan budaya mereka dan memastikan bahwa hak cipta dihargai. Mereka memahami bahwa budaya adalah aset yang berharga, dan tindakan apa pun yang merugikan budaya mereka harus ditangani dengan serius.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline