Fakta Anak Indonesia
Anak adalah aset yang tak ternilai harganya. Bagaimana tidak, kualitas anak-anak dimasa sekarang menentukan baik dan buruknya bangsa di masa depan, karena anak adalah pemegang estafet kepemimpianan suatu bangsa dimasa mendatang.
Ketika negara mampu mencetak anak-anak sebagai generasi yang berkualitas, maka kemajuan negara tentulah ada didepan mata. Namun faktanya, saat ini kondisi anak-anak di negeri ini justru berada dalam kondisi yang memprihatinkan, banyak diantara mereka yang menjadi anak terlantar, dengan kondisi yang buruk dan mengenaskan.
KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis laporan akhir tahun terkait kasus-kasus perlindungan anak yang ditangani selama 2016. Dari kasus pengaduan yang masuk, KPAI mendapatkan fakta terjadinya peningkatan ibu sebagai pelaku kekerasan terhadap anak. Sepanjang 2016, ada 702 kasus dalam bidang keluarga dan pengasuhan alternatif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 55 persen kasus menunjukkan ibu sebagai pelaku yang diadukan. Kasusnya terkait dengan menghalangi akses bertemu, pengabaikan hak pengasuhan, penelantaran, hingga kekerasan dan eksploitasi. (nusweek.com)
Menurut ketua KPAI, Asrorun Niam Sholeh faktor yang menyebabkan kekerasan dan penelantaran terhadap anak oleh ibunya disebabkan konflik rumah tangga, perceraian dan rebutan hak asuh. Faktor tersebut memicu ibu melakukan pelanggaran hak anak, hingga melakukan tindak kekerasan dan penelantaran terdahap anak mereka. Oleh sebab itu, KPAI merekomendasikan penguatan ketahanan keluarga, salah satunya dengan keseriusan dalam revitalisasi pendidikan pranikah. (nusweek.com, 22/12)
Pendidikan pranikah dinilai sangat penting sebagai salah satu usaha untuk mencegah terjadinya kasus penelantaran anak. Baru - baru ini, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa juga melakukan kunjungan kepada dua anak yang ditelantarkan ibu kandungnya di Rumah Singgah Dinas Sosial Kota Tangerang, Banten. Khofifah pun menyatakan, penelantaran anak dapat dicegah dengan program pendidikan pranikah, dan pihaknya akan memaksimalkan program tersebut. (liputan6.com)
Program Pendidikan Pranikah untuk Solusi Penelantaran Anak, Solutifkah?
Edukasi bagi calon pengantin tentang degala hal yang berhubungan dengan pernikahan memang sangat penting. Terbentuknya pemahaman Islami tentu bisa meminimalisasi kehendak pasangan suami istri untuk mengurangi angka perceraian dan melakukan tindak kejahatan, kekerasan , atau terlantarnya anak.
Hanya saja, ada hal lain yang harus disoroti dari kebijakan pengintensifan kursus pranikah model baru ini. Sebab, persoalannya ternyata bukan semata-mata edukasi bagi calon pengantin. Seandainya pasangan calon pengantin mampu memahami materi kursus, itu pun mungkin hanya untuk mengurangi dorongan perceraian. Namun sejatinya belum bisa menjadi solusi bagi maraknya perceraian, ataupun banyaknya kasus kekerasan dan penelantaran anak.
Anak sebagai bagian dari masyarakat harus mendapatkan hak-haknya secara utuh dan benar sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Hak-hak anak yang wajib terpenuhi antara lain; memperoleh jaminan hidup yang baik ketika masih dalam rahim dan setelah lahir, mendapatkan nafkah, mendapatkan jaminan keamanan, pendidikan, kesehatan dan hak mendapatkan perlakuan yang baik.Meskipun negara dalam UUD pasal 34 ayat 1 menyatakan bahwa anak terlantar merupakan tanggung jawab negara. Kenyataannya anak-anak terlantar semakin tahun angkanya semakin bertambah. Negara belum memiliki upaya terintegrasi untuk mewujudkan perlindungan agar tidak ada anak terlantar karena keluarga kesulitan ekonomi, buruknya pola asuh dan tidak ada tanggung jawab orang tua dan kerabat.
Pendidikan pranikah pun akhirnya tidak memadai untuk mewujudkan tanggungjawab dan kemampuan pola asuh. Sempitnya hidup berkeluarga dalam sistem kehidupan kapitalis yang memiskinkan ini tentu sangat berpengaruh terhadap keharmonisan hubungan suami istri. Konflik suami istri sering terjadi hanya karena minimnya uang belanja dan ketidakmampuan keluarga mencukupi kebutuhan-kebutuhannya.