Lihat ke Halaman Asli

Nely Jumaliah

K3 Kemnaker RI

Bulan K3 Nasional: Pengingat dan Refleksi Terhadap Aspek K3

Diperbarui: 23 Januari 2024   14:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendahuluan

Setiap tahun, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mulai 12 Januari hingga 12 Februari. Penetapan Bulan K3 sebagai gerakan nasional dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran K3  sebagai bagian budaya kerja oleh setiap pelaksanaan pekerjaan, yaitu pengusaha dan pekerja.  K3 menjadi kunci utama dalam menjaga produktivitas. Sebab, apabila terjadi kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, maka pekerja maupun pengusaha akan kehilangan waktu kerja produktif. Pekerja yang bersangkutan tidak mampu untuk bekerja, sehingga berdampak pada bertambahnya biaya produksi akibat penggantian tenaga kerja untuk memenuhi target produksi.  Oleh karena itu, tema yang diusung pada Bulan K3 Nasional Tahun 2024 adalah "Budayakan K3, Sehat dan Selamat dalam Bekerja, Terjaga Keberlangsungan Usaha". Kementerian Ketenagakerjaan mengajak seluruh stakeholder mengoptimalkan kolaborasi dan koordinasi, terutama dalam memastikan kebutuhan perlindungan tenaga kerja dapat dipenuhi, dan berharap baik pengusaha maupun pekerja menjadikan K3 sebagai bagian penting dari kehidupan pekerjaan dan keseharian.

Pondasi pentingnya penerapan budaya K3 sudah ada sejak lama yaitu melalui diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Namun, meski budaya K3 sudah dicanangkan sejak setengah abad lalu (tepatnya 54 tahun), kecelakaan kerja di Indonesia masih relatif tinggi. Data laporan BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2021 berada di angka 234.371 kasus. Kemudian meningkat di tahun 2022 menjadi 298.137 kasus, hingga Oktober 2023 jumlahnya menjadi 315.579 kasus. Angka tersebut diilustrasikan sebagaimana gunung es di permukaan laut dimana es yang terlihat di permukaan laut lebih kecil dari pada ukuran es sesungguhnya secara keseluruhan. Begitu pula kerugian pada kecelakaan kerja, kerugian yang "tampak/terlihat"  lebih kecil daripada kerugian keseluruhan, jika mengacu pada ''fenomena  gunung es'' tersebut pastilah angka kecelakaan kerja lebih besar dari pada angka kecelakaan kerja yang ada.  Fakta yang demikian ini tentu tidak hanya membuat Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan perlu menentukan sikap dan kebijakan yang cerdas megenai pencegahaan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Perusahaan juga perlu melakukan upaya-upaya yang lebih serius mengenai permasalahan K3, karena bagaimanapun K3 merupakan hak bagi pekerja yang juga termaktub dalam amanat Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana perusahaan  wajib  memberikan  perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.

Momentum Bulan K3 Nasional 

Bulan K3 Nasional yang hadir disetiap tahunnya selalu menjadi momen untuk menjadi pengingat dan refleksi terhadap aspek K3. Dalam penerapan K3 Pemerintah sebetulnya telah "mengaba-aba" perusahaan untuk dapat melakukan penerapan K3 di perusahaan, yang di kenal dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sesuai dengan PP 50 Tahun 2012. Penerapan SMK3 masih belum baik pada berbagai jenis perusahaan di Indonesia, alasan yang sering dijumpai adalah masalah Cost yang terlalu mahal apabila sistem ini dijalankan, juga ditambah biaya untuk melakukan audit sertifikasi SMK3 yang tergolong masih mahal. Kondisi dan permasalahan Cost yang menyebabakan banyak perusahaan enggan menerapkan SMK3 semakin lengkap dengan masih lemahnya penegakan sanksi dari Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja.  Kondisi demikianlah yang akhirnya menyebabkan perusahaan semakin "bandel" untuk memberi jaminan keselamatan kerja bagi para pekerjanya, sehingga SMK3 hanya terasa sebagai "aba aba" tanpa pelaksanaan sistem yang nyata.

Kondisi diataslah yang menyebabkan penerapan SMK3 masih jauh dari harapan, beban biaya yang tinggi menyebabkan hanya perusahaan besar saja yang bersedia mengikuti aturan main pemerintah. Bahkan beberapa perusahaan besar juga lebih menyukai Standar ISO 45001:2018 yang merupakan standar internasional dalam penerapan K3, diharapkan perusahaan akan lebih punya Bargaining position jika menerapkan ISO 45001:2018 dibanding SMK3,  standar internasional tentu punya nilai jual yang lebih di pasar dunia, sehingga wajar jika lebih banyak yang memilihnya sebagai sebuah pedoman dan standar penerapan K3. Akhirnya SMK3 lagi-lagi bukan menjadi pilihan utama dalam penerapan K3 di Indonesia dan pastinya "merasa" terpinggirkan.

Pemerintah  baiknya  lebih menekankan pentingnya indikator dalam pencapaian Budaya K3 dibandingkan dengan slogan-slogan K3 belaka, sehingga upaya penerapan SMK3 dapat tercapai dan budaya K3 dapat terwujud. Indikator-indikator tersebut dapat dengan memasukan unsur K3 dalam melakukan penilaian Pertumbuhan Industri (Growth), terciptanya tempat kerja yang berwawasan K3 atas dasar partisipasi aktif perusahaan dalam penerapan SMK3 (Participation), dan terciptanya kondisi  kebersamaan dan keadilan dalam pencegahan kecelakaan kerja (Togetherness and justice).  Selain penegakan sanksi yang lebih kuat, sertifikasi yang lebih murah, indikator-indikator dalam pelaksanan SMK3 juga akan memacu perusahaan untuk menerapkan SMK3. Dengan sasaran mengurangi kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja,  Indikator-indikator dalam pelaksanaan K3 merupakan bagian dari proyek "kemanusiaan yang adil dan beradab" karena memang pekerja atau buruh berhak diperlakukan adil dan beradab termasuk jaminan keselamatan dan kesehatannya saat bekerja. Hal ini mulai dari membersihkan area kerja sebelum dan setelah bekerja, bekerja sesuai waktu kerja, waktu istrirahat yang cukup, hingga pemenuhan standar K3 di perusahaan (seperti pembentukan Sistem Manajemen K3/SMK3, Panitia Pembina K3/P2K3, penyediaan sarana dan prasarana standar K3, serta dilakukan pelatihan K3). 

Atas dasar itu, dukungan dan partisipasi seluruh stakeholder dalam pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja menjadi  faktor utama dalam menunjang  keberhasilan SMK3. Meskipun pemerintah menjadi pelaku aktif, namun pada akhirnya subjek utama tetaplah pengusaha dan pekerja (tiap individu) dalam perusahaan tersebut.  Sebelum melakukan penerapan SMK3 sebuah poin penting bagi tiap perusahaan adalah untuk menjadikan K3 sebagai budaya dalam bekerja.  Membentuk budaya K3 berarti memperbaiki "Persepsi, Sikap dan Perilaku Selamat-Sehat". Hal ini tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk bisa melakukan perbaikan tersebut perusahaan memerlukan upaya-upaya penyadaran diri akan kebiasaan selamat dan sehat  kepada pekerjanya.  Proses  budaya dilakukan secara bertahap menuju suatu perubahan budaya sesuai yang diinginkan. Proses pembelajaran tersebut merupakan pola asuh yang panjang: mulai dari sosialisasi pengenalan dan penanaman sejak dini tentang norma-norma K3, dilanjutkan dengan internalisasi faktor-faktor K3 dalam setiap proses aktifvitas pekerjaan, yang akhirnya menjadi enkulturasi yang mana pada tahap ini setiap pekerja dapat melaksanakan semua norma, aturan dan nilai-nilai K3 tanpa tekanan dan paksaan serta diyakini sebagai suatu kebutuhan yang pada akhirnya menjadi kebiasaan dalam bekerja.  Dari itu semua, tentu saja diharapkan angka kecelakaan kerja dapat berangsur-angsur turun, penyakit akibat kerja dapat dicegah sedini mungkin dan Indonesia dapat produktif serta berdaya saing di pasar global dengan menjaga keberlangsungan usaha, karena memiliki sumber daya manusia yang tidak  hanya terampil, namun juga selamat dan sehat .

Penutup

Kesadaran K3 masih belum dianggap prioritas oleh pengusaha dan pekerja. Oleh karena itu, masih banyak PR Pemerintah untuk mewujudkan Budaya K3. Impian untuk melihat K3 yang semakin baik semestinya adalah impian dari seluruh stakeholder untuk diwujudkan bersama demi Indonesia yang lebih baik.

Selamat Memperingati Bulan K3 2024.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline