Lihat ke Halaman Asli

Nelvi widyapp

Mahasiswa

Eksistensi Obrag-obrag: Tradisi Unik Menjelang Sahur

Diperbarui: 28 April 2021   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

GenPl.co 

Obrag merupakan tradisi bangunkan sahur yang masih eksis dibeberapa daerah hingga kini. Tradisi ini hanya dapat dijumpai saat Ramadan tiba. Salah satu tradisi Ramadan yang ditunggu-tunggu kaum remaja adalah membangunkan sahur. Biasanya, sekelompok remaja bahkan anak-anak akan keliling kampung untuk membangunkan sahur dengan berbagai alat seadanya seperti kentongan, bedug dan alat tradisional lain. Tradisi bangunkan sahur ini, sudah ada sejak dahulu. Tradisi obrag ini dilakukan sekelompok remaja dan anak-anak dengan suka rela.

Obrag di setiap daerah

Tradisi bangunkan sahur di setiap daerah di Indonesia memiliki nama yang berbeda. Namun tujuannya sama saja membangunkan orang untuk sahur. Konon tradisi ini sudah ada semenjak Islam masuk ke Indonesia, tujuannya agar masyarakat tahu kapan waktu sahur dan imsak tiba. Di Jakarta tradisi ini biasa disebut dengan ngarak beduk, di Sulawesi disebut dangan dengo- dengo sedangkan di Jawa Barat disebut dengan ubrug-ubrug, dan di Jawa dan Indramayu disebut obrog atau obrag. Tradisi bangunkan sahur ini sudah sangat umum di Indonesia.

Namun, apakah tradisi obrag masih eksis hingga kini?

Dibeberapa daerah di Indonesia khususnya perkampungan obrag masih menjadi tradisi favorit kaum remaja dan anak-anak saat Ramadan tiba. Tradisi ini biasanya dilakukan sekelompok remaja  dengan menabuh kentongan dan alat tradisional lain. Namun seiring berjalannya waktu, alat yang mereka gunakan berganti dengan alat yang lebih moderen seperti, drum band dan alat pengiring lain untuk membangunkan sahur. Tradisi obrag ini, mereka lakukan untuk dengan tujuan membangunkan sahur, serta untuk tetap menjaga sebuah tradisi yang sudah ada sejak dahulu.

Seperti di Desa Kaligiri, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Tradisi ini masih eksis hingga kini, biasanya obrag dilakukan sekelompok remaja dengan menabuh bedug dan alat pengiring lain. Uniknya, saat membangunkan sahur, sekelompok remaja biasanya memanggil- manggil nama anak penghuni rumah yang mereka lewati. Tradisi ini biasanya diikuti oleh 10 atau lebih para remaja, mereka tetap melestarikan tradisi obrag ini.

Obrag sudah surut?

Lain halnya dengan di kota, di kota-kota besar tradisi obrag sepertinya sudah surut. Sangat jarang sekali tradisi bangunkan sahur ini dapat dijumpai. Apalagi dimasa pandemi seperti sekarang ini, sangat sulit menjumpai sekelompok remaja yang menabuh drum band, bedug serta alat-alat lain saat menjelang sahur tiba. Hal ini, bukan hanya karena pandemi saja, namun dirasa dapat mengganggu kenyamanan warga lain ,juga dapat menimbulkan kegaduhan di malam hari, serta dapat membuat kaget, sehingga tradisi obrag di kota besar sudah jarang dijumpai.

Hal ini sesuai dengan Pasal 503 angka 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi " Dengan hukuman selama-lamanya tiga hari atau denda sebanyak RP. 225.000 barang siapa membuat riuh atau Ingar, sehingga pada malam hari waktunya orang tidur dapat terganggu".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline