Lihat ke Halaman Asli

Kutebar Inspirasi lewat Tulisan

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1416439099660306805

Ketika Tanoto Foundation menyelenggarakan Blog Competition, “Pentingnya Guru Menulis”, saya mulai mengingat-ngingat, kira-kira siapa guru yang cocok saya tuliskan pengalamannya di sini. Hal ini tidak mudah, pasalnya tidak banyak guru yang suka menulis, sementara Tanoto Foundation Blog Competition menginginkan tulisan yang berupa reportase atau pengalaman dan itu artinya harus ada contoh nyata. Dan saya baru teringat seorang guru yang memberikan saya contoh begitu nyata.

Adalah Erma Bahar, guru saya ketika SMA. Tak banyak yang mengenal sosoknya di bidang menulis. Ia hanya dikenal sebagai PNS, ia hanya dikenal sebagai guru Sejarah di SMA saya, bahkan di kalangan teman-teman saya, Bu Erma dikenal dengan guru yang ‘agak’ galak. Namun, saya sendiri mempunyai penilaian berbeda terhadapnya. Saya tahu bahwa, di balik sikapnya yang disiplin dan terkesan galak, Bu Erma menebar berjuta inspirasi. Inspirasi tersebut ia tebarkan melalui prestasinya di bidang menulis.

[caption id="attachment_336643" align="aligncenter" width="228" caption="Erma Bahar, guru yang hobi menulis (dok.pri)"][/caption]

Saya sendiri baru menyadari hal ini setelah mengikuti Lomba Cerdas Budaya yang dibimbing Bu Erma langsung. Di situ saya mulai mengenal sosok Bu Erma, saya mendapati bahwa, guru saya ketika SMA ini mempunyai kecintaan yang sangat besar terhadap dunia menulis. Bu Erma ternyata sering mengikuti lomba menulis mulai dari tingkat lokal hingga tingkat nasional, dan tak jarang menjadi finalis. Ia pernah menjadi finalis lomba RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) tingkat Sumatera Barat tahun 2007, dan finalis lomba inovatif teacher dalam menulis PTK (Penelitian Tindakan Kelas) tingkat nasional tahun 2008. Tidak hanya menulis di bidang non fiksi, Bu Erma juga menulis di bidang fiksi. Ketertarikannya di bidang fiksidibuktikan dengan partisipasinya pada Lomba menulis cerpen antar guru SMA tingkat nasional tahun 2010. Tak semua tulisannya yang diikuti lomba meraih juara, kadang Bu Erma ‘harus’ puas sebagai peserta saja. Baginya tak masalah, yang penting sudah ada kemauan untuk menulis, ungkapnya.

Banyak pelajaran yang saya ambil dari Bu Erma, tidak hanya tentang kemauannya untuk menulis, juga tentang dirinya yang ‘haus’ prestasi, tapi lebih dari itu, caranya menghargai seseorang! Bu Erma pernah meminta saya untuk mengomentari tulisannya yang akan diikutsertakan dalam sebuah lomba. Saya sendiri kaget, karena saya rasanya belum pantas mengomentari tulisan guru saya sendiri yang menurut saya mempunyai kemampuan di atas saya. Tapi dengan tulus Bu Erma menyampaikan bahwa, ia bisa mengambil pelajaran dari siapa saja, tidak hanya dari orang-orang tertentu, tapi dari setiap orang. Selalu ada pelajaran yang bisa diambil dari setiap orang, katanya. Bagi saya, ini sebuah motivasi yang luar biasa, ketika saya merasa [belum] mempunyai kemampuan untuk menulis, saya justru mendapat kepercayaan dari seorang guru. Seorang guru yang meyakinkan saya bahwa, setiap orang mempunyai kemampuan untuk menulis, yang diperlukan hanyalah menggali potensi diri terus-menerus. Mendengar kata-kata ini, semangat saya langsung terlecut, percaya diri saya tumbuh, dan saya yakin bahwa saya juga bisa!

Saya yang dulu cuma bisa bermimpi menerbitkan tulisan tanpa aksi─karena memang tidak tahu jalan yang harus ditempuh─bagai menemukan oase di tengah padang pasir yang tandus. Sejak saat itu, saya punya ‘teman’ yang bisa sdiajak kompromi untuk memberikan perubahan lewat tulisan. Tulisan pertama saya terbit di Koran Singgalang, disusul tulisan saya berikutnya, dan berikutnya lagi. Dengan bangga saya tunjukan kepada Bu Erma tulisan saya yang memuat profil dirinya. Bu Erma begitu terharu, dan terus menyemangati saya untuk menulis. Bagi saya, ini bukanlah pandangan yang subjektif, tapi pandangan yang objektif, karena teman-teman saya yang lain terpacu juga semangatnya untuk menulis. Kami berpacu-pacu menerbitkan lebih banyak tulisan di Koran, dan hal ini menjadi perhatian guru-guru kami yang lain di sekolah, bahkan sempat menjadi pusat perhatian di sekolah.

[caption id="attachment_336647" align="aligncenter" width="300" caption="Akhirnya tulisan saya terbit di koran, tulisan yang memuat profil Bu Erma (dok.pri)"]

14164401781672035731

[/caption]

Setiap minggu kami selalu berebut Koran di kantor, melihat kalau-kalau ada tulisan kami yang dimuat. Tercatat, saya, dan lima orang teman saya berhasil menembus Koran lokal tersebut. Kami bebas menuliskan apa saja di Koran, mulai dari berita sekolah hingga cerita seputar remaja. Kami bisa menyalurkan ekspresi, kami bisa berkomentar dan menyampaikan kritik serta saran lewat tulisan. Dengan menulis kami dapat mengisi waktu luang dengan hal yang bermanfaat, dan kami bisa memberikan inspirasi kepada anak-anak lain. Saya jadi berpikir, seandainya semua guru mempunyai kemauan untuk menulis seperti ini, pasti lebih banyak murid yang terinspirasi.

[caption id="attachment_336651" align="aligncenter" width="285" caption="Ketika SMA saya dan teman-teman menjadi reporter sekolah di koran (dok.pri)"]

141644087191819494

[/caption]

Pada kenyataannya menulis memberikan banyak manfaat, baik buat diri sendiri maupun buat orang lain. Sebagaimana yang dikatakan Ayunis, salah satu teman saya yang tulisan pernah terbit di Koran.“Ternyata menulis itu banyak manfaatnya, selain berbagi ilmu, juga bisa menambah uang saku.” Ungkapnya sambil terkekeh. Lain lagi yang dikatakan Noval, adik kelas saya yang tulisannya juga ‘menyusul’ terbit di Koran, menurutnya, semenjak ia disibukan dengan dunia menulis, ia tidak pernah lagi ke warnet untuk bermain game, malahan sekarang ia ke warnet sibuk mengirim email agar tulisannya tidak lewat deadline.

[caption id="attachment_336655" align="aligncenter" width="341" caption="Teman-teman semasa menjadi reporter sekolah di Koran Singgalang (dok.pri)"]

14164428102053528226

[/caption]

Bu Erma memang bagai oase yang memberikan kesejukan kepada anak-anak didiknya di tengah buruknya pengaruh lingkungan. Ia adalah contoh nyata guru yang kreatif, semangatnya selalu menggebu-gebu tak terhalang oleh usianya, ia terus menebar manfaat lewat tulisan walau [mungkin] dampaknya kecil bagi sebagian orang, tapi hal yang kecil itu mampu membawa perubahan yang besar. Ia merupakan salah satu sosok yang mengantarkan saya hingga bisa seperti sekarang ini. Walaupun saya belum menjadi penulis yang sesungguhnya, tapi setidaknya saya sudah menjadikan menulis sebagai kebutuhan pribadi saya. Dan saya bertekad akan menyalurkan semangat menulis ini ke seluruh orang, terutama ke anak murid saya seperti yang dilakukan Bu Erma. Ini langkah awal saya sebagai calon guru SD. Dan beruntungnya, saya didukung dengan lingkungan yang kondusif. Di kampus, saya banyak bertemu orang-orang hebat, salah satunya dosen saya, Pak Tatang Suratno yang menjadi salah satu pemateri di acara ‘Nangkring Bareng Tanoto Foundation’. Saya berharap nanti bisa bertemu dengan Bapak Sukanto Tanoto, saya akan mengucapkan terima kasih atas peran sertanya di dunia pendidikan. Indonesia beruntung masih mempunyai orang-orang yang sangat peduli dengan pendidikan.

Mengenai acara ‘Nangkring Bareng Tanoto Foundation’, saya sudah berniat akan ikut karena temanya menarik, ‘Guru Kreatif, Anak Aktif’, tapi jarak yang tidak memungkinkan membuat saya harus melepas seminar yang sangat bermanfaat ini. Tema seminar ini sesuai dengan apa yang dilakukan Bu Erma, dimana ketika Bu Erma menjadi guru yang kreatif, anak-anaknya bertindak lebih aktif.

Sebenarnya untuk menjadi seseorang yang ‘bisa’ menulis itu gampang, yang penting punya kemauan. Berikut ada beberapa tips yang saya rangkum dari pengalaman sendiri dan pengalamn orang-orang sekitar agar dapat menumbuhkan kecintaan terhadap dunia tulis-menulis:


  1. Rajin membaca buku. Baca buku jenis apa saja, karena dengan rajin membaca kita mempunyai banyak kosa kata dan mengetahui berbagai macam gaya menulis seseorang. Dan biasanya orang yang suka menulis, suka juga membaca. Untuk orang tua dan guru sering-seringlah membacakan cerita kepada anak. Pengalaman pribadi, dulu ketika SD saya tertarik membaca karena sering mendengar guru saya membacakan cerita dengan intonasi yang pas.
  2. Bergaulah dengan lingkungan yang kondusif, maksudnya bergabung dengan orang-orang yang suka menulis. Di media sosial banyak sekali bertebaran grup-grup menulis yang membuka diri bagi siapa saja yang mau belajar menulis dengan baik dan benar, yang diperlukan hanyalah usaha aktif untuk mencari dan menyambangi grup-grup menulis tersebut.

  3. Mulailah menulis, jangan katakan nanti! Tulis apa saja yang berseliweran di kepala. Kalau tulisannya amburadul, biarkan saja dulu. Tulisan tersebut nanti akan berproses, semakin sering kita menulis, akan semakin baik tulisan kita.

Itulah tips-tips singkat yang dapat saya berikan, semoga tips tersebut bermanfaat, dan saya berharap semakin banyak orang yang menulis untuk perubahan. Saya tutup tulisan ini dengan quotes:


“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ?
Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin,
akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”
Pramoedya Ananta Toer

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline