Lihat ke Halaman Asli

nelmi afsyari

Mahasiswa

Dua Sosok Malaikat Tanpa Sayap

Diperbarui: 13 Juni 2022   16:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Waktu terus berjalan saatnya bagi manusia untuk bangkit dan melanjutkan aktivitasnya kembali demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah di tengah kehidupan perekonomian yang mencekik. Ini tentang perjuangan orang tua di keluarga kecil yang sederhana di sebuah desa kecil nan jauh dari kota di Sumatera utara yang mungkin sama dengan kehidupan para pembaca.

 Ayah yang masih gagah di usianya hampir menginjak 50 an walaupun garis-garis di wajahnya sudah tidak tertutupi masih bekerja sebagai buruh di sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit negeri di sebuah kecamatan dekat dengan tempat tinggalku,

sedangkan ibuku yang usianya tak terpaut jauh dari ayah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurus keluarga,memenuhi kewajiban sebagai istri dan ibu bagi kami anak-anaknya dan tak jarang penyakit asam lambung ibu sering kambuh ketika kambuh tak banyak yang bisa ibu lakukan selain hanya istirahat sampai kembali pulih lalu melanjutkan aktivitasnya membantu ayah di kebun. Aku sebagai anak kedua dari empat bersaudara mempunyai seorang abang dan dua orang adik.

Ketika sang fajar mulai menampakkan diri ayah mulai bersiap memacu sepeda motornya dengan membawa sebuah parang menuju lokasi tempatnya bekerja dengan harapan bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah dan membawa sesuap nasi untuk menghidupi keluarga kecilnya walaupun gajinya jauh dari harapan.

Ayah dan Ibu hanya lulusan SLTP oleh karena itu, mereka berjuang keras dan segala cara mereka lakukan mencari nafkah untuk menghidupi keluarga yang mana kebutuhan kian hari makin bertambah di tengah-tengah perekonomian yang makin mencekik di tambah lagi biaya kuliah ku dan biaya sekolah adik-adik ku. Selain ayah bekerja sebagai buruh di sebuah perusahaan perkebunan negeri ayah dan ibu juga mengelola sebidang kebun yang hasilnya sebagai tambahan untuk kebutuhan sehari-hari.

Ayah dan ibu selalu berpesan padaku “rajin-rajinlah yang kuliah itu nak biar cepat lulus dan cari pekerjaan yang bagus dan mudah biar nanti bisa mengayomi adik-adik mu nak, ayah dan ibu makin hari makin tua dan tenaga juga sudah mulai berkurang “.

Seketika air mataku mulai berlinang mendengarnya apakah kelak aku bisa membanggakan orang tuaku? apakah kelak aku bisa seperti orang tuaku?, Ya Tuhan ingin rasanya segera membantu meringankan beban orangtuaku.

Begitulah perjuangan orang tua kita malaikat tanpa sayap demi menghidupi anak-anaknya tak pernah mengenal lelah, selalu berusaha, berdoa dan bersabar. Lantas kita sebagai anak mengapa sering mengeluh harusnya kita bersyukur kalo belum bisa meringankan beban orang tua setidaknya kita tidak membuat sedih hati kedua orang tua kita.

Ayah dan ibu adalah sosok yang paling berjasa dalam kehidupan kita tanpa kehadiran mereka, pasti tidak akan ada kehidupan di dunia. Berjuta pengorbanan, kasih sayang, dan cinta mereka limpahkan kepada buah hati tercinta tidak sedikit pun mereka meminta sebuah balasan, semua mereka lakukan penuh dengan pengalaman dan keikhlasan.

Lalu bagaimana dengan kita? Apa yang sudah kita persembahkan untuk mereka?

Ah jangankan membalas semua kebaikan dan jasa-jasanya yang ada malah sering merepotkan dan menyusahkan mereka. Sudah waktunya tidak lagi menjadi beban bagi mereka kita yang saat ini sudah menginjak usia dewasa harus segera belajar hal terbaik untuk kedua orangtua tercinta. Membuat orangtua bahagia adalah suatu keharusan sekalipun mereka tidak pernah memintanya, berbakti kepada kedua orangtua adalah kewajiban dan memuliakan mereka adalah bukti cinta yang nyata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline