Lihat ke Halaman Asli

Neli Nimawati

mahasiswa

Toleransi Beragama untuk Menangkal Radikalisme

Diperbarui: 11 Agustus 2021   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Mahasiswa kelompok 24 KKN MIT DR XII Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, menggelar acara webinar dengan judul "Toleransi Beragama untuk Menangkal Radikalisme". Acara ini diadakan secara online melalui platform Google Meet, pada Sabtu (24/7/2021).

Webinar ini menghadirkan Narasumber yang ahli dalam hal moderasi beragama, yakni Luthfi Rahman S.Th, I.Ma. Beliau merupakan sekretaris dari Rumah Moderasi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.

Luthfi Rahman dalam acara webinar ini menjelaskan, bahwasanya radikalisme secara garis besar dapat dikatakan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan pembaharuan social dan politik dengan cara kekerasan yakni diibaratkan dengan mengubah NKRI menjadi negara khilafah.

Upaya mengafirkan sudah muncul sejak abad 7-8 masehi, ketika itu terjadi konflik internal dan perebutan kekuasaan di banyak negara yang menjadi akar munculnya radikalisme. 

Dalam konteks ke-Indonesiaan sendiri radikalisme perlu dicegah sebagaimana dicontohkan oleh para walisongo, dimana tidak adanya paksaan ataupun kekerasan. Karena dalam agama Islam sendiri kita dituntut untuk secara damai berdakwah sesuai dengan kondisi masyarakat sekitar dan sangat menghargai apa itu toleransi beragama.

"Terdapat empat indicator dalam moderasi Bergama, yakni: nasionalisme, anti kekerasan, toleransi serta akomodasi terhadap budaya local," jelas Luthfi.

Moderasi beragama terjadi karena sikap kecenderungan beragama yang ekstrim. Sebagai masyarakat perlu menolak atau menyerang narasi atau sikap modertisme terhadap ekstrimisme dengan cara menjaga keberagaman supaya tetap harmoni.

"Terdapat beberapa urgensi moderasi beragama dikalangan generasi milenial yakni generasi milenial rentan untuk terkena paham ekstrimisme keagamaan radikalisme, fenomena hijrah yang dihapami secara sempit, pencarian jati diri sehingga mudah untuk dipengaruhi, serta tidak luput campur tangan dari perkembangan social media" ungkap Luthfi.

Webinar yang di moderatori oleh Fauzan Ramadhani ini diikuti langsung seluruh anggota kelompok 24 KKN MIT DR 24 serta masyarakat umum baik kalangan mahasiswa maupun lainnya secara daring melalui platform Google Meet.

"Lalu sikap kita sebagai generasi milenial dalam moderasi beragama bisa melakukan beberapa hal seperti memanfaatkan social media secara baik dan benar dalam menyebarkan nilai-nilai moderasi, mengikusertakan generasi milenial dalam kegiatan berbau positif baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar, serta memilih dan memilah berita dengan baik. Kita sebagai generasi milenial perlu menerapkan 3S yakni Saring Sebelum Sharing. Jadi, dalam membaca maupun menyebarkan berita dari social media juga perlu dipertimbangkan dengan baik agar terjaga dalam aliran atau paham radikal" Tutupnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline