Lihat ke Halaman Asli

Neli Rahmaniah

Dosen, Penulis, Peneliti

Keterampilan, Dimensi, dan Pendekatan dalam Pendidikan Multikultural

Diperbarui: 30 Oktober 2022   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki keragaman budaya yang sangat kompleks. Adanya motto Bhineka Tunggal Ika yang tercantum dalam lambang negara adalah penggambaran yang sangat tepat untuk realita tersebut. Banyaknya suku, ras, budaya, agama dan sebagainya menggambarkan perbedaan dan keragaman, namun masyarakatnya tetap menjadi satu.

Secara etimologis, multikulturalisme marak digunakan sejak tahun 1950-an di Kanada. Menurut Longer Oxford Dictionary istilah "multikulturalism" merupakan deviasi dari kata "multicultural", di mana kamus ini menyitir kalimat dari surat kabar Kanada, Montreal Times yang menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat "multicultural" dan "multi-lingual" (Yamin, 2012).

Disamping adanya dampak positif  pluralitas atau keberagaman yang ada, maka muncul juga dampak negatif yakni timbulnya konflik di tengah kehidupan masyarakat, diantaranya; muncul persaingan,  rasa egoisme, timbulnya gesekan sosial, bullying, dan  sikap individualisme.

Dewasa ini kita masih seringkali mendengar peristiwa bullying yang terjadi di lingkungan sekolah, diantaranya sebagai berikut;1) Patah tulang hidung dan pemerasan yang dialami salah satu siswa SMA di Pekanbaru Riau, 2) Depresi berat  yang dirasakan oleh siswa SD Negeri di Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobokan, akibat di-bully oleh teman-teman kelasnya dikarenakan korban sempat menjatuhkan jam dinding sekolah tanpa sengaja. 3) Siswa SD di Desa Pangauban, di-bully oleh temannya hanya gara-gara masalah sepatu yang diinjak temannya. 4) Siswa SMP N di kota Malang harus diamputasi jarinya karena korban Bully temannya-temannya (Kompas.com, 8 Februari 2020).

Berbagai Tindakan Bullying yang marak terjadi di lingkungan sekolah cukup memprihatinkan. Maka sebagai pendidik tidak bisa hanya berpangku tangan melihat saja, melainkan turut berupaya, bergerak mulai dari diri sendiri untuk semakin meningkatkan keterampilan, strategi dan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik generasi anak-anak saat ini. Literasi tentang pluralisme dan multikulturalisme beserta dampaknya harus semakin ditingkatkan oleh segenap pendidik/guru.

Pendidikan multikultural (multicultural education) didefinisikan sebagai "Pendidikan tentang keragaman kebudayaan sebagai respon atas perubahan demografis dan kultur lingkungan masyarakat tertentu". Selain itu, Pendidikan multikultural merupakan salah satu pengembangan kurikulum dan aktifitas pendidikan yang mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, ras, etnic, budaya, agama, dan status sosial. Pendidikan multikultural dimulai dari pengenalan, penilaian, penghormatan, dan penghargaan terhadap diri sendiri maupun institusi yang membentuk seperti keluarga, dan lingkungan terdekat. Berdasarkan tahap perkembangan anak dan jenjang pendidikannya, proses pengenalan, penghormatan dan penghargaan kepada diri sendiri kemudian diperluas dan dikembangkan menjadi pengenalan, penghormatan, dan penghargaan kepada orang lain.

Keterampilan yang bisa diterapkan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran diantaranya adalah terampil bernegoisasi, terampil mengemukakan dan menghadapi perbedaan, resolusi konflik, cooperative learning, dan problem solving. Keterampilan-keterampilan tersebut dapat dimasukkan dalam kegiatan akademik maupun non-akademik.

Ada lima dimensi pendidikan multikultural menurut James A. Banks (1994;24) yang dapat membantu pembelajar untuk diimplementasikan sebagai program sekolah dalam merespon adanya perbedaan peserta didik, yaitu;

  • Dimensi Integrasi Isi/materi (content integration). Dimensi ini digunakan untuk memberikan keterangan 'poin kunci", dengan membuat sebuah refleksi pada setiap sesi pelajaran. Pada dimensi ini, pendekatan yang tepat digunakan adalah pendekatan kontribusi. Dalam pendekatan ini, pembelajar menambahkan topik secara khusus materi yang berkaitan dengan multikultural, misalnya tentang semangat kepahlawanan.
  • Dimensi Konstruksi pengetahuan (knowledge construction). Dimensi ini, pendidik membantu peserta didik agar memahami beberapa perspektif kemudian mengambil kesimpulan sesuai pengetahuan yang mereka miliki.
  • Dimensi Mengurangi Prasangka (predujice reduction). Pendidik melakukan usaha membantu peserta didik untuk mengembangkan sikap atau perilaku positif tentang perbedaan kelompok, atau dapat menggunakan bahan teksbook multikultural serta memilih strategi pembelajaran kooperatif, sehingga dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan persepsi dan perilaku yang lebih positif terhadap kelompok/ras yang berbeda.
  • Dimensi Pendidikan Berkeadilan/sama (equitable pedagogy). Dimensi ini berfokus pada cara-cara mengoptimalkan fasilitas pembelajaran hingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah peserta didik dari berbagai kelompok. Pendidik dapat menggunakan strategi kerjasama (cooperative learning), bukan kompetitif. Termasuk kepada peserta didik yang berkebutuhan khusus.
  • Dimensi Pemberdayaan Budaya Sekolah dan Struktur Sosial (empowering school culture and social structure). Memberdayakan budaya peserta didik yang dibawa ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda, memanfaatkan potensi budaya setempat dalam merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah.

Adapun pendekatan model pendidikan multikultural yang bisa digunakan adalah: pertama, Kontribusi; Contoh pendekatan kontribusi ini adalah dengan memasukkan gambar pahlawan-pahlawan dari suku bangsa/etnis dan benda-benda budaya ke dalam pelajaran yang sesuai. Peserta didik diajak untuk berpartisipasi dalam memahami dan mengapresiasi budaya lain. Hal inilah yang sampai saat ini dilakukan di Indonesia. Kedua, Aditif; Dalam pendekatan ini, konsep, tema, dan perspektif ditambahkan ke kurikulum tanpa mengubah struktur dasar. Ini melibatkan serta menggabungkan literatur tentang orang-orang dari beragam budaya ke dalam kurikulum utama tanpa mengubah kurikulum. Penerapannya misalnya mengajak peserta didik untuk menilai dan memuji atau mengapresiasi adat pernikahan suku tertentu. Ketiga, Transformasi; Pendekatan ini mengubah asumsi dasar kurikulum dan menumbuhkan kompetensi siswa dalam melihat konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa perspektif dan sudut pandang berbagai etnis. Penerapannya misalnya peserta didik diajak melihat konsep-konsep dari beberapa perspektif budaya, ras,dan agama secara kritis. Contoh membahas konsep makanan 'halal". Keempat, Aksi Sosial; mencakup semua elemen dari pendekatan transformasi, namun menambah komponen yang mempersyaratkan siswa membuat aksi yang berkaitan dengan konsep, isu atau masalah yang terjadi dalam masyarakat. Tujuan utama dari pengajaran dalam pendekatan ini adalah mendidik siswa untuk melakukan kritik sosial dan mengajari mereka keterampilan mengambil keputusan.

Dalam upaya implementasi pendidikan multikultural ini peran tenaga pendidik sebagai role msangat diperlukan dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan dalam membentuk karakter individu yang mencerminkan identitas bangsa. Pendalaman terhadap budaya dan keyakinan agama juga sangat berpengaruh terhadap sikap seseorang. Semakin dalam tangkat keimanan seseorang terhadap agamanya, maka sikap toleransi terhadap sesamanya akan semakin terlihat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline