Lihat ke Halaman Asli

Nehayatul Fitriya

Mahasiswa UIN SATU TULUNGAGUNG

Efektivitas Penerapan Wajib Pajak bagi Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Diperbarui: 22 November 2024   12:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Menurut Ulil Elma Khoirunisa, pajak merupakan sesuatu yang tidak dapat kita hindari. Beliau juga menunjukan satu video tentang seorang pengusaha ayam yang kurang menyadari tentang adanya pajak, ketika penentuan PPh terhutang, pengusaha tersebut kaget dengan jumlah tagihan yang membludak. Dari video itu dapat disimpulkan bahwasanya penerapan wajib pajak masih belum efektif diterapkan bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah.

Ulil Elma Khoirunisa, menyatakan Modal usaha untuk Usaha Mikro kurang dari 1 miliar dan penjualan kurang dari 2 miliar, untuk Usaha Kecil dengan modal usaha lebih dari 1 miliar sampai 5 miliar dan penjualan Lebih dari 2 miliar sampai 5 miliar, untuk Usaha Menengah dengan modal usaha lebih dari 5 miliar sampai 10 miliar dan penjualan Lebih dari 15 miliar sampai 50 miliar.

Menurut beliau, UMKM adalah salah satu bagian penting di dalam perekonomian Indonesia. UMKM sebagai sumber pekerjaan bagi banyak orang terutama di daerah pedesaan, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi seperti menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu UMKM juga berkontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sekitar 61% atau senilai Rp. 9.580 triliun dan menyerap tenaga kerja sekitar 97%Ulil Elma Khoirunisa, juga menjelaskan Wajib Pajak (WP) bagi UMKM di atur pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2022. Sesuai dengan ketentuan perpajakan bahwa Wajib Pajak (WP) UMKM adalah Wajib Pajak (WP) yang memiliki peredaran bruto usaha tidak melebihi Rp. 4.800.000.000 dalam 1 tahun buku. Apabila WP memiliki cabang maka dapat dihitung (tambahkan) antara peredaran usaha pusat dengan cabangnya. Apabila WP OP (Orang Pribadi) suami istri maka melakukan kewajiban pajak secara terpisah, peredaran bruto suami dan istri akan digabungkan. 

Apakah UMKM itu wajib menggunakan PPh final 0,5%?

Jadi, Ulil Elma Khoirunisa, menyebutkan ada dua macam Tarif PPh bagi UMKM: PPh final 0,5% dari peredaran bruto atau omset, dan tarif ketentuan umum PPh Pasal 17 UU. Untuk PPh yang dipakai sekarang yaitu PPh final dengan tarif 0,5% dari peredaran bruto atau omset, tetapi kita tidak diwajibkan untuk menggunakan PPh final dengan tarif 0,5%, kita bisa memilih menggunakan tarif ketentuan umum PPh Pasal 17 UU. Misalkan dari awal kita sudah menggunakan tarif PPh final 0,5% maka kita bisa lanjut menggunakan tarif ketentuan umum PPh pasal 17 UU, tetapi jika kita sudah menggunakan tarif ketentuan umum PPh Pasal 17 UU maka kita tidak akan bisa kembali menggunakan tarif PPh final 0,5%.

Seiring dengan berjalannya waktu, aturan PPh Final UMKM mengalami beberapa perubahan:

1.Pada PP 46 Tahun 2013 dengan tarif 1% berlaku sejak tanggal 1 Juli 2013 sesuai aturan pelaksaan: PMK 107/PMK.011/2013, dengan mengatur ketentuan pengecualian subjek, tetapi tidak diatur ketentuan pengecualian objek dan tidak terdapat ketentuan jangka waktu penggunakan tarif PPh final. Untuk tarif ini sudah dicabut.

2.Pada PP 23 Tahun 2018 dengan tarif 0,5% berlaku sejak tanggal 1 Juli 2018 sesuai aturan pelaksaan: PMK 99/PMK.03/2018, yang mulai diaturnya jangka waktu penggunaan dan ketentuan pengecualian objek, selain itu memperluas aturan pengecualian subjek. Untuk tarif ini sudah dicabut.

3.Pada PP 55 Tahun 2022, berlaku sejak tanggal 20 Desember Tahun 2022. Pada aturan PP terbaru ini kita bisa menggunakan fasilitas tarif PPh final UMKM yang lebih jelas.

Ada beberapa Subjek dan objek yang dikecualikan dari PPh Final UMKM:

1.Bukan Subjek PPh Final UMKM

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline