Lihat ke Halaman Asli

Negara KITA

Keterangan

Seru! Moeldoko dan Amnesty Rebutan Panggung Terorisme

Diperbarui: 3 Agustus 2019   09:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koopsus TNI [Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan]

Rentetan peristiwa terorisme muncul secara massif semenjak kasus 9/11 di New York tahun 2001 yang silam. Penelitian oleh Smith dan Ziegler (2017) mengatakan bahwa telah terjadi peningkatan kasus terorisme yang signifikan di negara berpenduduk mayoritas muslim. 

Kita telah ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan negara yang berpenduduk muslim terbanyak di dunia. Oleh karena itu, hal Ini menunjukkan pula bahwa Indonesia butuh perlindungan ekstra dari serangan teroris baik itu domestik maupun internasional.

Terjadinya peningkatan aktivitas terorisme di Indonesia telah mendorong pemerintah Indonesia melahirkan Detasemen Anti Teror Densus 88. Akan tetapi, hal tersebut belum cukup untuk mengatasi terorisme berskala tinggi yang dapat mengancam kedaulatan negara. 

Untuk itulah Presiden Jokowi bersama Panglima TNI Hadi Tjahjanto membentuk Komando Operasi Khusus Tentara Nasional Indonesia (Koopsus TNI) pada hari Selasa 30 Juli 2019. 

Koopsus TNI tersebut merupakan gabungan dari 3 matra TNI, yakni laut, darat, dan udara. Panglima TNI Hadi Tjahjanto mengatakan salah satu tugas dari Koopsus adalah menangkal aksi teror baik dari dalam maupun luar negeri.

Koopsus TNI dalam operasinya akan bersinergi dengan Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Kami koordinasi dengan kepolisian dan BNPT sebagai penindak," ucap Hadi.

Akan tetapi, tetap saja ada pihak yang tidak setuju dengan dibentuknya Koopsus TNI ini. Jubir Amnesty International Indonesia Haeril Halim berpendapat bahwa tindakan teror belum mengancam kedaulatan negara sehingga pihaknya merasa TNI belum perlu dilibatkan dalam menanganinya. 

Setali tiga uang, KontraS (Komisi untuk orang hilang dan tindak kekerasan) yang juga partner strategis Amnesty Internasional mengkritik pembentukan Koopsus TNI. 

Koordinator KontraS Yati Andriyani menilai terlibatnya TNI dalam menangani terorisme justru berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran HAM.

Menanggapi kritikan itu, KSP (Kepala Staf Presiden) Moeldoko justru angkat suara. "Sepanjang masih low-medium intensity itu masih polisi. Namun, begitu high intensity yang sungguh-sungguh mengancam negara yang urusannya sudah kedaulatan, itu TNI harus diturunkan," kata Moeldoko.

Apabila kita melihat sekilas, tentu rasanya tak ada yang aneh dengan pernyataan tersebut. Akan tetapi apabila kita mau menelaah lebih lanjut maka akan muncul pertanyaan yang menggelitik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline