Pernahkah anda melakukan Rapid Test secara mandiri? Jika ya, berapa rupiah yang mesti anda keluarkan untuk melakukannya? 300 ribu? 500 ribu? Anggaplah 400 ribu melayang sekali menjalankan Rapid test. Biaya yang tidak sedikit bukan? Jika Rapid test tidak menjadi syarat dalam melakukan perjalanan, tentu masyarakat enggan melakukannya. Lagi pula lagi mahal atau murahnya rapid test tidak menjadi penetu apakah seseorang positif corona atau tidak.
Maka tak salah pula masyarakat mempertanyakan tujuan dari rapid test. Tak sedikit pula masyarakat yang menganggap tes antibodi itu hanya sekedar lahan bisnis dan mereka merasa dimanfaatkan untuk mencari keuntungan.
Oleh karena itu demi mempermudah masyarakat yang membutuhkan serta agar masyarakat tidak merasa dikomersialisasi, Kementerian Kesehatan bertindak melalui Surat Edaran (SE) HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Tes Antibodi.
Lewat SE itu, Kementerian yang dipimpin Terawan menetapkan batas atas tarif pemeriksaan rapid test di angka 150 ribu rupiah bagi masyarakat yang melakukan tes secara mandiri.
Sumber : CNBC Indonesia [Pengumuman! Terawan Tetapkan Rapid Test Termahal Rp 150.000]
Pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merespon penetapan harga pemeriksaan Rapid test itu. Menurut Wakil Ketua Umum Pengurus Besar IDI dr Slamet Budiarto, harga 150 ribu terlalu rendah untuk sebuah rapid test. Harga segitu tidak akan cukup menutupi beban biaya pelayanan. Sebab masih ada komponen lain dalam pelayanan seperti alkes, APD, hingga jasa medis. Slamet juga menambahkan bahwa harga dasar alat rapid test ada di kisaran 150-200 ribu rupiah tergantung negara pembuatnya.
Sumber : Detik [Kemenkes Atur Tarif Rapid Test Rp 150.000, IDI Ingatkan RS Bakal Nombok]
Namun berapapun kisaran harga dari sebuah rapid test, ia tetap tidak bisa membuktikan seseorang bebas dari Covid-19. Lantas apa gunanya menggunakan rapid test yang sangat mahal?
Lantaran rapid test sudah terlanjur menjadi syarat dalam melakukan perjalanan, maka Menkes mengatur penggunaannya agar tidak dimanfaatkan menjadi lahan bisnis oleh segelintir oknum.
Ombudsman Jateng turut mengamininya. Berdasarkan temuan Ombudsman Jateng dalam inspeksi mendadak di sejumlah rumah sakit dan layanan transportasi di Kota Semarang, ternyata harga satu rapid test kit bisa mencapai 500 ribu rupiah.