Alaminya ibu memiliki peran sebagai penjaga dan pendidik anak untuk menjadi generasi yang cerdas. Selain itu, ibu juga bertugas untuk mengurus suami serta segala kebutuhan rumah tangga.
Lalu, bagaimana pula apabila ibu merangkap tanggung jawab dua peran sekaligus sebagai ibu rumah tangga dan wanita karier? Ya, fenomena ini sudah banyak terjadi pada kaum wanita yang sudah berumah tangga namun tetap memilih untuk bekerja di luar demi menghidupi kebutuhan ekonomi keluarga atau sekedar menyalurkan minat pada profesi.
Karir sendiri merupakan profesi yang ditekuni secara serius untuk mencapai status setinggi-tingginya dalam organisasi dan untuk penghidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, tidak semua wanita yang bekerja diluar rumah disebut sebagai wanita karir.
Dua peran ini tentulah tidak mudah dijalani dikarenakan harus membagi waktu antara mengurus pekerjaan di kantor dan urusan rumah tangga ditambah lagi dalam pengasuhan anak. Tidak jarang juga ditemui banyak konflik dalam mengatur waktu dan terkadang wanita memilih untuk resign dari pekerjaanya.
Para wanita atau ibu yang menjalani dua peran ini biasa dijuluki sebagai supermom, karena harus mengemban tanggung jawab yang lebih besar daripada ibu yang hanya sebagai full-time housewife.
Problema ini tentulah sangat menarik untuk dipandang terutama dalam ilmu psikologi terutama bagaimana gambaran kesejahteraan psikologis ibu yang mengalami peran ganda.
Konsep kesejahteraan psikologis ini pertama kali dicetuskan oleh Neugarten pada tahun 1961. Ryff (1989) menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan keadaan seseorang dimana bebas dari tekanan ataupun beban mental, memiliki pandangan positif dan tujuan hidupnya, mampu berhubungan baik dengan orang lain dan mengatur tindakan sesuai dengan tujuan hidup yang sudah ditetapkannya.
Maka dapat disimpulkan bahwa, kesejahteraan psikologis menggambarkan keadaan mental yang sehat serta mempengaruhi aspek-aspek lain dalam kehidupan seseorang. Sebagai seorang ibu yang menjalani dua peran, sejahtera secara psikologis akan mempengaruhi keyakinan ibu dalam mengasuh dan mendidik sehingga dapat meningkatkan perkembangan positif dari anak-anaknya serta dapat menjalani pekerjaan dalam karirnya dengan baik .
Menurut penelitian kuantitatif yang dilakukan pada 60.799 wanita menunjukkan bahwa ibu yang tidak bekerja atau full-time housewife lebih banyak mengalami emosi negatif dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Hal ini ditunjukkan dengan persentase ibu yang tidak bekerja mengalami 41% kecemasan, sementara ibu yang bekerja hanya 34%.
Stress juga terjadi dengan persentase 50% pada ibu yang tidak bekerja, sementara 48% untuk ibu yang bekerja. Kemarahan ditemukan pada 19% ibu rumah tangga namun hanya 14% pada ibu yang bekerja. Hasil dari penelitian ini menambah fakta baru bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki kecendrungan depresi yang lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang bekerja.