Lihat ke Halaman Asli

Nida ZA

Mahasiswa

Problematik Remaja, Mental Health Generasi Alpha

Diperbarui: 22 Desember 2022   01:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Bukan lagi generasi milenial, anak-anak Indonesia kini telah memasuki generasi Alpha. Generasi Alpha merupakan anak yang lahir sekitar tahun 2010 sampai 2025 mendatang. Istilah ini ditentukan berdasarkan hasil survey secara daring oleh Mark Mc Crindle yang merupakan seorang analis sosial dan demografi sejak tahun 2008. Alasan dinamakan generasi Alpha adalah karena pada generasi sebelumnya telah menggunakan alfabet terakhir (generasi Z) sehingga diputuskan untuk menggunakan pola abjad Yunani dengan awalan Alfa sebagai awalan dari sesuatu yang baru.

Anak-anak pada masa generasi Alpha ini memiliki beberapa karakteristik yang khas, seperti cara belajar, cara berinteraksi, kecenderungan sikap dan perilaku, dan beberapa karakteristik lain yang sesuai dengan perkembangan zamannya. Karakter generasi ini dipengaruhi oleh peristiwa, budaya, dan politik yang terjadi pada periode tersebut. Generasi Alpha ini terlahir di dunia digital sehingga bagi banyak anak Indonesia, teknologi digital adalah hal yang lumrah dan menjadi generasi yang melek terknologi. Tidak diherankan lagi, bisa kita lihat bahkan anak balita sekarang sudah akrab dengan gawai, aplikasi youtube, game online, dan lain sebagainya. Dengan tumbuh dan berkembangnya generasi Alpha, kini mereka telah menginjak masa remaja. Masa remaja adalah masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Tak heran jika mereka memiliki berbagai problematika, salah satunya adalah masalah kesehatan mental.

Berdasarkan hasil penelitian dalam buku "Generation Alpha" oleh Mark Mc Crindle & Ashley Fell,  angka kelahiran pada generasi Alpha sudah mencapai 2,5 juta/minggu. Dan menurut survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey, satu dari tiga remaja Indonesia usia 10-17 tahun mengalami masalah kesehatan mental. Sebanyak 3,7% remaja paling banyak menderita gangguan kecemasan.

Gangguan kecemasan sendiri menurut ahli adalah perasaan tidak menyenangkan yang digambarkan dengan rasa kegelisahan, ketegangan, dan tanda hemodinamik yang abnormal sebagai konsekuensi dari stimulasi simpatik, parasimpatik, dan endoktrin. Gejala yang kecemasaan ini dapat berupa khawatir secara berlebihan, mudah gelisah, seringkali gugup, emosional, terlalu waspada, sesak nafas, insomnia, jantung berdebar keras, sakit kepala, bahkan suicidal thought, dll.

Perlu diperhatikan bahwa penyebab dari gangguan kecemasan ini beragam. Penyebabnya dapat berupa kondisi fisik, konflik dalam keluarga, kegagalan dalam suatu hal, masa lalu, konflik intrapersonal, dan adanya pengaruh dari lingkungan.

Lalu bagaiman cara kita untuk membantu menangani permasalahan pada remaja ini? Yang remaja butuhkan adalah pengertian dan perhatian. Ajaklah anak untuk bicara secara mendalam tentang apa yang dialami atau dirasakannya. Tunggu sampai anak siap untuk bercerita, jangan paksa anak! Diskusikan bersama anak, perhatikan perasaannya, minta anak ceritakan apa yang akan terjadi jika kecemasan muncul, cari tahu penyebabnya.

Sebagai orang tua, kita dapat bantu anak untuk mengalihkan perhatian mereka dari kegiatan yang memicu kecemasan. Bantu anak untuk dapat mengendalikan diri atas situasi yang dialami. Berikan kebiasaan positif seperti makan teratur, tidur yang cukup, jalan-jalan menghirup udara segar, dan kegiatan lain untuk menghindari menyakiti diri sendiri. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline