Lihat ke Halaman Asli

Perakitan Tanaman Tahan Serangga Hama Melalui Teknik Rekayasa Genetik

Diperbarui: 17 Desember 2018   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

        Dewasa  ini banyak sekali  keresahan  yang dialami oleh para petani terhadap hasil panen yang semakin tahun mengalami penurunan yang sangat drastis. Bahkan hasil yang didaat tidak sebanding dengan kebutuhan pangan masyarakat yang semakin hari semakin meningkat. Meningkatnya kebutuhan yang terus menerus membuat produktivitas hasil pertanianpun rendah. Salah satu pengaruh dalam produksi suatu komoditas komditas tanaman di negara yang beriklim tropis dan lembab akibat adanya serangan organisme penganggu tumbuhan {OPT}seperti serangga hama dan patogen tumbuhan lainnya. Pada tanaman tertentu seperti tanaman padi, jagung dan juga tanaman berbagai jajarannya hama wereng dan penggerek batang menjadi masalah serius yang harus di tangani para petani karena sifatnya yang merusak dan jika tidak diatasi secara cepat akan menggangu produksi  pangan yang dihasilkan.

         Di negara maju terutama di Amerika Serikat untuk menanggulangi OPT jenis serangga hama petani sudah menggunakan insektida hayati yang berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) selama lebih dari 30 tahun. Namun secara komersial produksi hasil insektisida secara hayati terbatas dan perlindungannyaun hanya berumur pendek. Perbaikan sifat tanaman tidak hanya dilakukan dengan cara pengendalian insektisida dan penggunaan varetas tahan akan tetapi dapat dilakukan dengan modifikasi genetik atau lebih dikenal rekayasa genetik (transgenik) baik dengan pemuliaan tanaman secara konvensional mauun secara bioteknologi.

        Perkembangan teknologi transgenik bermula pada 1953 ketika ditemukan bahwa makhluk hidup memiliki deoxyribonucleic acid (DNA). Kemudian pada 1973 ditemukan oleh Hurbert Boyer dan Stanley Cohen dengan cara mengisolasi gen ini, dan pada 1980-an dirintis teknik memindahkan gen pembawa sifat tertentu dari satu makhluk hidup ke makhluk lainnya. Sejak saat itu jumlah tanaman transgenik yang dihasilkan meningkat pesat dan menyebar luas ke beberapa negara di dunia..Adapun kendala yang di alami oleh para pemulia tanaman secara konvensional yaitu langkanya sumber gen ketahanan didalam lama nutfah. Contohnya pada sumber gen ketahanan  terhadap serangga hama misalnnya penggerek batang padi, penggerek polong kedelai, hama boleng ubi jalar, penggerek buah kapas dan penggerek jagung.

        Seiring dengan semakin berkembangnya aplikasi tanaman hasil rekayasa genetika, banyak kalangan yang menyambut positif dan mendukung penerapan teknologi ini sebagai komoditi pangan yang menjanjikan, namun tak sedikit pula yang menentangnya. Kebanyakan masyarakat merasa khawatir terutama menyangkut masalah jaminan kesehatan dan efeknya terhadap keseimbangan lingkungan, sehingga pemanfaatan teknologi ini masih menjadi polemik apakah dapat dijadikan solusi mengatasi kelaparan atau justru menjadi polusi yang membawa kerusakan dan bencana.

        Sebagian masyarakat yang pro pada penerapan tanaman transgenik berdasarkan pada asumsi bahwa rekayasa genetika memiliki potensi yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dalam menghadapi permasalahan-permasalahan di masa mendatang. Pada awalnya, penemuan teknologi ini dimaksudkan sebagai jalan keluar bagi ancaman krisis pangan dunia. Para peneliti dan praktisi mengklaim tanaman hasil rekayasa genetika mampu meningkatkan jumlah produksi dan kualitas produk yang dihasilkannya. Manipulasi gen pada tanaman dapat meningkatkan kualitas rasa, nutrisi, aroma dan mutu produk supaya tahan lama dalam penyimpanan pascapanen. Selain itu, tanaman transgenik memiliki ketahanan terhadap hama karena mampu memproduksi toksin bakteri pengendali serangga, dengan demikian penggunaan herbisida dan pestisida dapat dikurangi dan pencemaran lingkungan sebagai dampak penggunaan bahan kimia pun dapat dihindari. Tanaman transgenik juga memiliki kemampuan toleran terhadap kondisi lingkungan ekstrim seperti kekeringan, banjir, kadar garam yang tinggi dan suhu ekstrim. Dengan modifikasi genetika, tanaman mampu menghasilkan asam lemak linoleat yang tinggi sehingga mampu hidup dengan baik pada suhu dingin dan beku.

       Dalam bidang kesehatan dikembangkan tanaman transgenik yang dapat menghasilkan senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan manusia seperti vitamin dan vaksin. Saat ini sedang dikembangkan tanaman yang mampu memproduksi vaksin yakni pada tanaman pisang, kentang dan tomat. Sementara itu padi emas (golden rice) merupakan tanaman transgenik yang sudah diteliti sejak tahun 1980 untuk mengurangi jumlah penderita kekurangan vitamin A. dan masih banyak manfaat kesehatan laiinya.

        Manfaat lainnya yaitu manfaat penerapan rekayasa genetika tanaman ini dibenarkan oleh ISAAA (International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications) sebagai organisasi yang telah berkecimpung cukup lama menangani pengembangan bioteknologi. Pihaknya menyatakan sejak tahun 1996 hingga 2012 tanaman transgenik telah berkontribusi bagi ketahanan pangan, pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati dan membantu mitigasi perubahan iklim dengan meningkatkan produksi panen, menyediakan lingkungan yang lebih baik dengan menghemat pestisida; mengurangi pencemaran lingkungan (untuk tahun 2012 sendiri telah berhasil mengurangi emisi karbondioksida (CO2) membantu konservasi kenekaragaman hayati dengan menjaga kelestarian lingkungannya dan mengurangi kemiskinan dengan membantu meningkatkan pendapatan petani kecil.

        Beragam manfaat dari tanaman transgenik yang diklaim oleh pihak peneliti dan praktisi rekayasa genetika ternyata tidak mampu meredam suara-suara yang menentang penerapan teknologi ini sebagai alternatif baru komoditi pangan. Penolakan terhadap budidaya tanaman transgenik ini karena dianggap dapat membahayakan kesehatan manusia dan mengganggu keseimbangan ekosistem.

        Dari segi kesehatan, tanaman transgenik disinyalir dapat menyebabkan keracunan bagi manusia. Tanaman transgenik tahan hama yang disisipi gen Bt ternyata tidak hanya bersifat racun terhadap serangga tetapi juga pada manusia. Penggunaan gen Bt pada tanaman jagung dan kapas dapat menyebabkan alergi pada manusia. Tidak hanya menimbulkan alergi, tanaman hasil rekayasa genetika juga diduga bersifat karsinogenik atau berpotensi menyebabkan kanker, serta minim gizi karena kandungannya telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menghilangkan beberapa kandungan alami produk hasil olahannya dan masih banyak lainnya. Tidak hanya menimbulkan alergi, tanaman hasil rekayasa genetika juga diduga bersifat karsinogenik atau berpotensi menyebabkan kanker, serta minim gizi karena kandungannya telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menghilangkan beberapa kandungan alami produk hasil olahannya.

        Setelah mengetahui pro dan kontranya terhadap manfaat keuntungan dan kerugianya akan tanaman transgenik yang belakagan ini menjadi isu kekhawatiran karena dapat menggu dan merugikan terutama pada lingkungan dan kesehatan manusia. Dengan memerhatikan kekhawatiran tersebut maka tanaman transgenick di Indonesia perlu di analisis resikonya, diatur dengan cermat dan harus memperhatikan pendekatan kehati-hatian sebelum di komersialisasikan. Selain itu , perlu adanya evaluasi pengkajian tanaman transgenik secara bertahap baik melalui studi literatur, evaluasi, dan engkajian dokumen keamanan hayati dan keamanan pangan maupun di pegujian di Fasilitas Uji Terbatas dan Lapangan Uji Terbatas,

Untuk lebih jelasnya bisa dibaca di journal di bawah ini :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline