Lihat ke Halaman Asli

Suhendar M. Said

Bloger, Civil Servant, Penikmat Kopi Hitam dan Senja Hari

Nasionalisme sebagai Modal Sosial Bangsa Indonesia

Diperbarui: 10 November 2022   08:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fakta pluralitas masyarakat Indonesia jika dilihat dari latar belakang suku bangsa, sosial budaya, bahasa dan juga agama adalah satu keniscayaan yang tak mungkin dipungkiri. Perbedaan-perbedaan tersebut sebagai modal sosial kita dalam berbangsa dan bernegara, selain itu juga merupakan sumber kekayaan nasional yang tidak dimiliki oleh bangsa dan negara lain.

Kemajemukan yang kita miliki ini menjadikan pluralitas sebagai persoalan strategis kebangsaan, mengapa begitu? Jika kita tak pandai mengolahnya maka akan berpotensi menjadi sumber konflik kebangsaan, entah itu atas nama suku, agama, ras, kelompok dan golongan tertentu bahkan kerap kali kita tergiring pada isu politik identitas yang diperankan para "elit". Juga dikatakan persoalan strategis karena integritas bangsa menjadi dasar bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa yang merupakan prasyarat terciptanya stabilitas nasional yang sangat menentukan arah dan perjalanan pembangunan nasional.

Sebelum membahas tentang nasionalisme dalam perspektif sejarah, terlebih dahulu akan diuraikan apa yang dimaksud dengan nasionalisme itu sendiri. Secara umum dapat dipahami bahwa nasionalisme merupakan rasa kebangsaan, atau lebih tepatnya rasa memiliki terhadap bangsa pada setiap orang, sehingga dengan rasa tersebut seseorang akan membela, mempertahankan dan melindungi bangsanya dari ancaman ataupun gangguan dari bangsa lain, termasuk juga dari aksi oknum masyarakat pada bangsa itu sendiri yang membuat keresahan.

Jika merujuk pada Ensiklopedi Nasional Indonesia, ditemukan bahwa " Nasionalisme adalah paham kebangsaan yang tumbuh karena ada persamaan nasib dan sejarah serta kepentingan untuk hidup bersama-sama sebagai suatu bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis dan maju didalam kesatuan bangsa dan negara serta cita-cita bersama guna mencapai, memelihara dan mengabadikan identitas, persatuan, kemakmuran, dan kekuatan atau kekuasaan Negara-negara yang bersangkutan".

Dalam konteks ini, kita dapat mengutip pendapat Ramlan Surbakti bahwa setidaknya ada dua faktor yang dapat menyatukan rasa kebersamaan: pertama, adanya Faktor sejarah: yakni persepsi yang sama tentang asal-usul nenek moyang dan atau persepsi yang sama tentang pengalaman masa lalu, seperti penderitaan yang sama yang disebabkan oleh penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas (sependeritaan dan sepenanggungan) tetapi juga tekad dan tujuan yang sama anatar kelompok masyarakat. Kemudian yang kedua adalah Bhinneka Tunggal Ika, yakni prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity). Bersatu dalam perbedaan adalah kesetiaan warga masyarakat pada suatu lembaga yang disebut negara, atau pemerintahan yang mereka pandang dan yakini mendatangkan kehidupan yang lebih manusiawi tanpa menghilangkan keterikatan kepada suku  bangsa, adat istiadat, ras atau agama.

Sukarno dan Hatta adalah sedikit elit intelektual dan pejuang pada saat gejolak revolusi indonesia, yang menggunakan nasionalisme sebagai upaya politik untiuk melawan kolonialisme dan imperialisme dalam rangka merebut kemerdekaan indonesia. Jika yang pertama menjadikan nasionalisme sebagai ideology bangsa dalam pigura proyek nation building, maka yang belakangan lebih fokus pada promosi state-building dengan menggunakan nation-state yang ditinggalkan oleh penjajah untukkemudian dikelola dengan cara-cara konstitusional. Sampai disini rasanya tidak berlebihan jika Herbert Feith, Seorang Indonesianis asal Australia memberikan julukan pada Sukarno sebagai "Solidarity Makers" dan Hatta sebagai " Administrators/Problem Solvers".

Penyuaraan tentang rasa kebangsaan atau nasionalisme sesungguhnya bukan hanya dilakukan oleh Sukarno atau tepatnya hanya pada awal-awal menjelang kemerdekaan. Jauh sebelum kemerdekaan, penyuaraan akan pentingnya nasionalisme telah pula dirintis oleh berbagai kalangan seperti yang dicanangkan pada saat lahirnya organisasi Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda, bahkan lahirnya organisasi-organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis) dan lain-lain yang menurut A.S Hikam disebut sebagai cikal bakal lahirnya civil society di indonesia turut pula menyuarakan akan pentingnya rasa persatuan kebangsaan guna membebaskan diri dari cengkraman penjajah.

Melalui momentum Hari Pahlawan ini penanaman nasionalisme harus diusahakan secara bersama sebagai sebuah paradigma berpikir dan bertindak yang tiada henti, agar bangsa ini tidak direpotkan dengan berbagai macam konflik yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri. Nasionalisme berkaitan dengan spirit, birahi, ataupun semangat kebangsaan yang sejatinya tidak boleh tergoyahkan oleh terpaan badai sekalipun.

Salam Nasionalisme !!!

Selamat Hari Pahlawan !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline