Lebaran menjelang. Takbir menggema di seluruh penjuru dunia, tak terkecuali di tanah airku tercinta nun jauh disana, Indonesia. Di negeri ini ada satu tradisi emm… mungkin bisa disebut juga ritual karena. Yaitu mudik, dan berlebaran itu sendiri. Saya tidak akan mengulas mudik dan serba-serbi lebaran yang semua orang sudah mafhum.
Di hari lebaran, sudah menjadi tradisi orang-orang saling mengunjungi handai taulan, tetangga, teman untuk bersilaturahim sekaligus saling bermaaf-maafan. Ya meskipun bermaafan bisa dilakukan kapan saja ketika berbuat salah, tapi di hari lebaran ini akan lebih afdol. Logikanya, setelah sebulan penuh beribadah Ramadhan, ketika semua dosa kita kepada Allah sudah dimaafkan dan dihapuskan, namun masih ada yang tersisa. Karena Allah tidak akan mengampuni dosa kepada sesama manusia sebelum mereka saling ridho dan memaafkan. Dari sinilah tradisi dan ritual lebaran berpangkal.
Lalu ucapan apa yang paling poluler di hari lebaran? Saya mencatat beberapa diantaranya:
Minal aidin wal faidziin ya… Mohon Maaf Lahir Batin
Taqobalallahu minna wa minkum.. Mohon Maaf Lahir Batin
Kosong-kosong ya…! (kosong-kosong? Emangnya main bola?)
Dua kalimat paling atas paling sering dipasangkan. Minal Aidin wal Faidzin - Mohon Maaf Lahir dan Batin, dan kadang juga Taqobalallahu Minnaa wa Minkum juga sering dipasangkan dengan Mohon Maaf Lahir dan Batin. Tidak ada yang salah sebenarnya. Tapi karena terlalu seringnya dipasangkan di hampir tiap ucapan lebaran, sehingga kadang muncul anggapan Minal Aidin itu ya (artinya atau mengacu pada) mohon maaf.. kalau sudah sampai disini, tentu menjadi salah kaprah. Mungkin karena sama2 berakhiran ’in’ jadi pengucapannya lebih enak.
Minal Aidin wal Faidzin sendiri berarti ’semoga (kita) termasuk orang-orang yang kembali (fitri) dan termasuk orang-orang yang meraih kemenangan. Ucapan tersebut sebenarnya lebih merupakan doa meskipun saya demikian, saya belum pernah mendengar riwayat Nabi mengucapkan doa tersebut. Salah satu sumber menyebutkan doa tersebut merupakan kebiasaan masyarakat saja.
Sumber lain menyebutkan : “Minal `aidin wal faizin,” demikian harapan dan doa yang kita ucapkan kepada sanak keluarga dan handai tolan pada Idul Fitri. Apakah yang dimaksud dengan ucapan ini ? Sayang, kita tidak dapat merujuk kepada Al-Quran untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kata `aidin, karena bentuk kata tersebut tidak bisa kita temukan di sana. Namun dari segi bahasa, minal `aidin berarti “(semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali.” Kembali di sini adalah kembali kepada fitrah, yakni “asal kejadian”, atau “kesucian”, atau “agama yang benar”. (Prof. Quraish Shihab, Lentera Hati)
Sedangkan doa Idul Fitri yang dicontohkan baginda Nabi adalah kalimat kedua di atas, Taqoballahu minnaa, wa minkum. Semoga Allah mengabulkan (ibadah) kita/kami (naa dari kata nahnu merupakan kata ganti jamak untuk kita bisa juga berarti kami) dan (dari) kalian. Ibadah disini dimaksudkan adalah ibadah selama bulan Ramadhan. Beberapa sahabat menambahkan shiyamanaa wa shiyamakum (puasa kami dan puasa kalian).
Dasar dari doa diatas adalah :
Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar[Fathul Bari 2/446] : “Dalam “Al Mahamiliyat” dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata (yang artinya) : Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minkum (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)”. Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (2/259) menyebutkan bahwa Muhammad bin Ziyad berkata : “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka bila kembali dari shalat Id berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain : Taqabbalallahu minnaa wa minka.
Sedangkan ucapan mohon maaf lahir batin sendiri sepanjang pengetahuan saya merupakan adat/kebiasaan yang tidak dicontohkan Nabi. Meskipun tidak dicontohkan (disyariatkan) karena pada dasarnya silaturahim dan bermaafan adalah hal baik, maka hal tersebut sah-sah saja dilakukan di hari lebaran sepanjang pelaksanaannya (teknisnya) tidak melanggar syariah. Misalnya berjabat tangan bagi non muhrim, berlebih-lebihan dalam merayakan lebaran (hura-hura), bertabaruj (berhias secara berlebihan), pamer kecantikan dan lain-lain.
Sebagai tulisan klarifikasi, semoga tulisan ini membawa manfaat. Semoga Idul Fitri tahun ini menjadi titik tolak kita menjadi hamba yang lebih bertaqwa sebagaimana tujuan Allah mewajibkan kita berpuasa Ramadhan. Semoga ghiroh (semangat) beribadah kita tidak hilang bersama perginya Ramadhan. Dan semoga Allah berkenan memanjangkan umur kita dan menjaga iman kita sehingga kita bisa berjumpa lagi dengan Ramadhan tahun depan.
Tak lupa saya mengucapkan taqobalallahu minnaa wa minkum, shiyamana wa shiyamakum. Semoga Allah mengabulkan (menerima) semua ibadah Ramadhan kita dan anda semua. Mohon maaf lahir dan batin…
Huntingdon UK, 1 Syawal 1433 H
Salam,
Nda Ndot
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H