Lihat ke Halaman Asli

Stres Karena Belajar Daring? Lakukan Tips Mengatasinya

Diperbarui: 2 Maret 2021   15:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Stres dalam belajar adalah perasaan yang dihadapi oleh seseorang ketika terdapat tekanan-tekanan tersebut berhubungan dengan belajar dan kegiatan sekolah.

Contohnya tenggat waktu PR, saat menjelang ujian, dan hal-hal lain (Alvin, 2007). Stres yang terjadi di lingkungan sekolah yang terjadi dalam aktifitas belajar juga disebut dengan stres dalam belajar.

Jadi stres dalam belajar adalah suatu respon atau perasaan yang tidak mengenakkan yang dialami oleh seseorang yang dipengaruhi oleh individu dan situasi eksternal sehingga menimbulkan akibat-akibat khusus secara psikologis maupun fisiologis terhadap seseorang.

Pada dasarnya tak  semua anak atau remaja cocok dengan pembelajaran daring atau  pembelajaran jarak jauh seperti itu. Beberapa anak atau remaja merasa belajar daring cenderung membuat mereka tidak nyaman dan kurang menyenangkan. Apalagi sekolah daring ini kebanyakan tugas yang diberikan dua kali lipat daripada tugas biasanya.

Ada siswa yang merespon positif daring karena bisa menyesuaikan jadwal, tetapi ada juga yang kurang merespon karena metode pembelajaran tidak interaktif, tidak bertemu guru dan teman, serta materinya lebih susah di cerna.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim merilis kebijakan soal proses belajar daring selama pandemi bahwa guru tidak boleh mengejar kurikulum sehingga membebani siswa .

Dalam kebijakan yang lain, Nadiem memberi 3 opsi kurikulum selama pandemi: sekolah tetap mengacu kurikulum nasional; sekola memakai kurikulum darurat; dan sekolah menyederhanakan kurikulum secara mandiri. Dengan kata lain, selama prose belajar daring sekolah bisa menerapkan kurikulum adaptif.

Namun dalam praktiknya, masih ada guru atau sekolah tetap mengejar kentuntasan kurikulum nasional,sehingga dalam kelas daring memberikan tugas terus-menerus kepada siswa. Mungkin hal lain juga karena gruu atau sekolah belum memahami penyederhaan kurikulum. Itu memperlihatkan kompleksitas masalah pendidikan di kota dan daerah.

Jika kurikulum tidak disederhanakan anak didik akan stres. Mereka terbebani dengan materi belajar yang menumpuk. Belum lagi tugas-tugas yang diberikan. Itu akan berdampak pada tekanan psikologi sehingga para siswa rawan mengalami kesehatan mental.

Menurut Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis Indonesia yang diperkuat lewat survei yang dilakukan oleh Ikatan Psikolog Klinis (IPK) selama pandemi Covid-19 berlangsung di Indonesia.

Yaitu masalah psikologis tertinggi yang ditemukan berdasarkan keluhan dan hasil diagnosis oleh psikologis klinis adalah hambatan belajar, khususnya untuk anak dan remaja sebesar 27,2 persen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline