Lihat ke Halaman Asli

Nazwah Nnida

Mahasiswa

Moonchild

Diperbarui: 23 Juni 2022   13:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Kita lahir dibawah sinar bulan, tidak ada fantasi. Tidak bisa bernafas di bawah sinar matahari. Harus menyembunyikan hatimu. Kita dilahirkan untuk menjadi sedih, menderita untuk menjadi senang” – moonchild by RM

Selalu ada hari dimana kita bangun dari mimpi yang indah dan tidur dari hari yang buruk. Bangun dengan harapan, tidur dengan kekecewaan. Dunia berlari secepat ini. Dan kita tertinggal jauh karena selambat itu. “Kenapa kita harus bangun kalau mimpi bisa buat Bahagia?” kalau begitu sia-sia saja matahari tersenyum cerah pagi-pagi jika alasannya bukan kita.

Aku menjulurkan tangan pada gadis disampingku. Wajahnya banyak menyimpan emosi-emosi negative yang terlalu lama ditahan. Responnya tampak kesal, dan tidak nyaman dengan perkenalan singkat dan kehadiranku yang tiba-tiba. Tapi, aku hanya ingin duduk untuk membetulkan mp3 butut milik kakak. Aku bertanya padanya apakah dia baik-baik saja atau sedang mengalami hari yang buruk, tapi dia tidak menjawab. Hanya diam menatap kosong pada rumput dan air mancur taman.

“Tak apa bila kamu menjalani hari yang berat seorang diri, merasa terhapus dari dunia ini, itu wajar. Ada saat-saat sulit dimana kamu tidak bisa membuatnya menjadi mudah, tiba-tiba semuanya hilang, bahkan saat dirimu bertanya “Apakah ini salahku?” tidak ada yang menjawab, satu-satunya yang menjawab hanyalah gemamu sendiri. Kamu tidak bisa melangkah, kamu merasa terlambat, kamu merasa semuanya meninggalkanmu sendiri disini. Kamu mulai berpikir “Apa semua pedih ini akan berubah?” sepertinya tidak, tapi kamu tetap terus bertahan, kamu tetap terus berlari, berjalan, bahkan merangkak. Tidak peduli seberapa sulitnya bernapas dibawah matahari. Lalu kamu pulang, berbaring dikasur, kemudian tertidur. Saat tiba jam 00.00 semua berakhir, kita bernapas dibawah sinar bulan dengan tenang tanpa sadar. Saat itu tiba, dunia menahan napas sejenak, kemudian memulai semuanya dengan yang baru. Ketahuilah, Pada dasarnya kita ada untuk menjadi sedih dan menderita untuk menjadi senang”

Kata-kata tersebut keluar saja dari mulutku tanpa rem. Dan dia tampak tidak nyaman akan itu kemudian pergi. “Apa aku salah bicara?” tentu saja, aku mengutuk diriku sendiri yang malah menggurui orang baru. Tapi sungguh aku tidak berniat menggurui dia, hanya saja itu yang sedang aku pikirkan dan usahakan sekarang.

“Begitulah seharusnya, semua rasa sakit dan kesedihan ini adalah takdirku, kau tahu hidupku seperti ini. Kita harus menari ditengah hujan dalam kesakitan. Meskipun kita jatuh, kita menari dipesawat. Hanya aku yang bisa menghibur diriku sendiri. tidak apa apa untuk meneteskan air mata, tapi jangan menghancurkan dirimu sendiri” - moonchild

Tak perlu dipikirkan lagi, saat MP3 butut ini selesai kuperbaiki, aku mulai menuju stasiun untuk pulang kerumah naik kereta. Dalam perjalanan aku tertidur sehingga melewati stasiun tujuanku. Aku menghela napas dan menyisir kasar rambutku dengan jari, kemudian memutuskan untuk berhenti distasiun selanjutnya. Setidaknya aku masih bisa naik bus dari sana. Aku berdiri menghadap jendela kereta, berjaga-jaga supaya tidak ketiduran lagi. Setelah sampai, aku pergi menyusuri jalan mencari bus yang searah dengan tujuanku namun nihil. Sepertinya aku melewati jadwal sore ini. Ah, sial ada saja masalahnya.

Aku melihat ke sekelilingku, langit sudah mulai berwarna orange, lampu jalan sudah mulai menyala, dan matahari terlihat bersembunyi dibalik bukit. Bukit? Ya, lebih baik aku ke bukit bukan, untuk menikmati malam ini.  Untuk bernapas tenang sebentar dibawah sinar bulan, memperhatikan bintang, mungkin saja ada yang jatuh dan aku bisa meminta permohonan untuk hidup yang lebih baik, aku juga bisa memperhatikan duri- duri lampu jalanan dari atas sana, bukankah kita semua membutuhkan pemandangan malam seperti itu lebih dari siapapun?

Perjalanan untuk ke bukit tidak jauh dari sini, aku hanya perlu naik bus sampai ke pemberhentian terakhir, di jalan terasa sepi sekali, padahal banyak orang-orang yang pulang kerja, siswa-siswi yang baru pulang dari ekskul atau lesnya, beberapa pedagang kaki lima mulai menjajakan dagangannya dan beberapa toko yang akan tutup. Saat langit sudah mulai menghitam, aku melihat diriku lagi di jendela bus yang gelap. Aku berusaha untuk mengosongkan pikiranku, tapi berpikir untuk tidak memikirkan apapun juga berpikir.

Aku berjalan menyusuri jalanan setapak yang sunyi, dari sebuah gang aku melihat seorag gadis berlari seperti ketakutan. Dilihat dari pakaiannya yang tidak asing, ‘bukankah itu gadis yang berada ditaman tadi?’ batin ku. Aku mencoba mengejar dan memanggilnya

“Mira” panggil ku “Mau kemana?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline