Lihat ke Halaman Asli

Ini Medan, Bung!

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Halo, kamu yang di ujung sana J

Pernah datang ke Medan? Ibukota Sumatera Utara itu adalah kota saya, kalau boleh saya berimajinasi. Saya sebut kota saya, karena di Medan-lah saya belajar mengenal kehidupan (seperti seorang pujangga saja kalimat barusan…).

Medan adalah kota sejuta klakson, Kawan. Kalo main ke Medan dan tak siap mendengar suara ribut ketika sedang di jalan raya..maka, yakinlah Kawan, dirimu tak akan bisa menikmati Medan sesungguhnya. Bersiaplah mendengarkan variasi yang sangat luas dari berbagai jenis klakson. Bunyi tetet, tutut, teeeetttttooooott, bunyi tetitotutituteto…Oh ya, sungguh menyenangkan membiarkan gendang telinga ini dihibur oleh polusi suara seperti itu. Saya pernah ingin memasangkan terompet besar di bagian belakang mobil supaya saya bisa balas nglekson ke kendaraan di belakang saya.

Cerita tentang Medan sesungguhnya juga bukan hanya tentang klakson. Medan sesungguhnya adalah kota yang tidak rapi. Banyak bangunan yang berdiri terlalu dekat ke jalan raya. Oh tidak, anak kecil saja tau betapa berbahayanya berdiri dekat jalan raya. Banyak mobil, bisa-bisa keserempet. Tapi, ya itu Medanku.

Medan sesungguhnya adalah kota yang panas. Ya…semua tempat di bumi sebenarnya sedang panas sekarang.

Medan juga adalah cermin betapa tidak enaknya hidup di kota yang tidak tertib lalu lintasnya. Kamu Kawan, akan di marahin kalau saja berani mematuhi lampu lalu lintas. Ya…tidak semua penghuni Medan tidak patuh, tapi sepertinya jumlah yang patuh jauh lebih sedikit. Secara statistika, jumlah pengemudi yang patuh berada di bagian ekstrim kanan dari kurva normal. Bagian ekstrim kiri adalah mereka yang pakai baju seragam dan mengaku boleh saja melanggar peraturan lalu lintas. Bagian tengah dari kurva normal adalah mereka yang tidak mau tahu apakah di Medan pernah tercipta peraturan lalu lintas.

Oh..jangan kira saya tidak suka tinggal di Medan. Saya suka, sangat. Cinta malah. Semua kesusahan yang ada di Medan itu saya yakin sebenarnya bisa jadi semacam penarik untuk wisatawan. Saya terpikir sebuah konsep tur malam, namanya “Medan Seram”. Untuk mendukung tur itu, harus ada sebuah menara pandang yang tinggi, letaknya kira-kira di titik nol kilometer Medan.

http://1.bp.blogspot.com/_TOQbEsy0bXk/SdTgEL4SRnI/AAAAAAAABV4/yqTKSED2wpg/s400/IMG_5309.jpg

Titik Nol Kilometer Medan. Medan Seram hanya ada di malam hari. Wisatawan diajak ke menara pandang itu dan melihat betapa indahnya Medan Seram. Tahukah Kawan, bila Kawan sedang berdiri di tempat yang tinggi dan mengamati Medan maka kamu akan tahu betapa eksotisnya medan. Ribuan kendaraan yang berjalan semrawut tak beraturan itu menembakkan cahaya yang asimetris. Setiap lampu membelah malam, membentuk garis centang prenang. Seperti benang kusut, tak jelas. Sungguh menyegarkan mata. Ditengah-tengah polusi cahaya itu, kamu akan tercemar oleh polusi suara. Cahaya yang telah menodai malam, ditelanjangi habis oleh suara klakson yang menyebalkan. Sungguh seperti pertunjukan tiga dimensi yang nyata. Tentunya, Medan Seram hanya bisa terlaksana mulai jam 6pm sampai sekitar jam 9pm. Setelah jam 9, biasanya Medan kehilangan semua polusi itu Kawan. Tur itu memanfaatkan berbagai polusi di Medan, paling tidak bisa menambah geliat pariwisata (Eh..??). Cerita tentang menara pandang, Medan bisa juga bisa dinikmati dari menara pandang alami tepatnya dataran tinggi. Nama daerahnya Panatapan, terletak di kabupaten Karo, sekitar 2jam dari Medan. Daerah itu terletak di dataran yang tinggi, mungkin di kaki bukit barisan (??). Di daerah itu banyak yang berjualan jagung bakar. Posisi warung jagung bakar yang ada di sana, sangat pas untuk melihat kota Medan pada malam hari. Dilihat dari sana, Medan seperti bintang-bintang angkasa. Murni, tanpa klakson, tanpa debu, tanpa macet.

http://aditressanto.files.wordpress.com/2008/10/ktr-pos-besar-medan.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline