Lihat ke Halaman Asli

Aku dan Depresiku

Diperbarui: 19 Maret 2024   19:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Aku masih tidak percaya mendapat diagnosa Mixed Anxiety and Depressive Disorder (MADD).

"Kenapa depresi?" 

"Aku hanya merasa aku memiliki kecemasan, tidak sampai depresi" 

Ternyata memang pemahamanku tentang depresi belum banyak. Apalagi salah satu mental ilness MADD ini. 

Aku cenderung memiliki perubahan emosi yang cepat. Tadinya baik-baik saja, tapi 5 menit kemudian bisa menangis tersedu-sedu. Atau saat aku hanya pergi ke toilet dan tidak memikirkan apapun lalu menangis lagi. Atau saat aku sedang bekerja dengan tenang, tiba-tiba menangis. 

Di dalam kepalaku saat menangis adalah "Kenapa aku menangis? Aku tidak tau kenapa aku menangis". Tapi saat menangis rasanya hatiku begitu sakit, seperti ada orang yang berbicara kasar padamu, seperti ada yang mengkhianati, seperti tidak lulus SBMPTN. 

Ya, rasanya sangat sakit hingga tidak tahan dan ingin menangis saja untuk meluapkannya. 

Suatu hari saat aku sedang menangis kencang (tentu aku tidak tahu kenapa aku menangis) selama 2-3 menit lamanya aku berhenti menangis. Tapi hanya terhitung 10 detik kemudian, aku bisa tersenyum lagi bahkan menertawai hal kecil. Disitulah aku menyadarinya, "oh ternyata memang aku menderita depresi" 

Aku yakin jika ada orang yang melihat atau mendengarku saat itu pasti ketakutan melihat caraku bersikap. Tapi sejujurnya aku mulai berdamai dengan perasaan ini. Perubahan suasana hati yang cepat berganti mulai kuterima. 

Sebenarnya, saat pertama kali didiagnosa MADD, aku masih bingung untuk mencernanya. Ada poin plus dan minusnya. Yaitu plusnya aku jadi bisa mendapatkan pengobatan yang tepat, mencari solusi atas masalah yang terjadi, dan optimis jika semuanya akan membaik. Tapi tentu ada poin minusnya, yang justru aku rasa lebih banyak. 

Minusnya, aku seperti mengklaim pikiranku jika aku seorang penderita mental illness. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline