Lihat ke Halaman Asli

Dia dan Masa Lalu

Diperbarui: 28 September 2016   02:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia itu masa lalu, sudah lebih dari 10 tahun tapi masih membuat darah ku mengalir deras ketika melihat senyumnya. Walau hanya pada sebuah foto, foto yang sempat terpampang ditime line facebook ku.

Tanpa sadar foto ini mendorong membawa ku pada cerita cinta masa SMA yang pernah terukir tempo dulu. Cerita yang sempat saya dan dia ukir dahulu, begitu cepat namun terasa sangat hikmat. Dilema, namun membuat rindu, rindu bukan untuk mengulangi, tapi hanya sekedar mengenang hingga sadar kembali akibat kebisingan dan kemacetan kota Jakarta.

Saya pun mencoba memutar kembali kenangan itu dikepala, mencoba mengingat-ingat senyumnya, suaranya, rambutnya, dan setiap jengkal lekuk tubuhnya yang saat itu masih mengenakan seragam SMA, masih putih, bersih, karena masih baru. Seragam itu amat sesuai melekat dibadannya yang aduhai, aku seolah melihat malaikat kecil dengan tas gemblok jan sport khas anak muda masa kini.

Seketika tercipta suasana nelangsa membawa saya pada pertemuan pertama, begitu bersemangat dan mengebu-gebu, begitu cerah dan bercahaya, sehingga saat saya melihat foto tersebut wajahnya menjadi lebih bersih, berkilau, dan cantik bak bidadari. Tidak setitik pun pixel wajahnya yang tergambar luput dari penglihatan saya. Pencitraan itu pun saya nikmati perlahan sembari melihat foto-fotonya lain. 

Dan kembali saya membayangkannya, ialah pertemuan di pintu depan kelas di pagi hari dengan cahaya mentari yang begitu hangat menyilaukan dan menenteramkan hati. Tidak ada kata, hanya senyuman, dan kita hanya saling berhadapan, bertatapan. Kejadian itu tidak lama, hanya beberapa detik, tapi begitu indah, bayangan itu saya ulang-ulang, saya perlamban namun tajam. Saat itulah orang bilang cinta pada pandangan pertama saya rasakan begitu indah dan membekas hingga membuat kami saling jatuh cinta.

Kembali saya melihat foto-fotonya dan saya pun terkejut, foto ini tiba-tiba sentak merubah bayangan yang tadinya terang gemilang menjadi gelap dan redup, tiba-tiba mentari berubah mendung, dan lamunan indah itu pun sirna seketika saat saya melihat fotonya dengan seorang laki laki. 

Bersama laki-laki ini senyuman itu tak berubah, bahkan senyuman itu adalah senyuman terbaik yang pernah saya lihat yang tak pernah ia berikan pada ku sebelumnya. Foto itu berlatar belakang senja dipantai, disebuah dermaga dia duduk bersila bercengkrama dengan laki-laki yang tampan dan nampak dewasa. Begitu serasi dan manja, dengan sedikit kecewa saya pun bergegas mengklik mouse untuk melihat foto berikutnya dengan harapan tidak ada lagi laki-laki itu, cukup hanya dia dan senyumannya sehingga aku bisa kembali menyusun lamunan indah tadi. Ternyata harapan itu pun sirna dibarengi bunyi klik mouse, ternyata foto yang lebih tragis nampak jelas dimata saya dan menjelaskan arti dari foto sebelumnya. Pelaminan, ternyata masa lalu ku itu telah menikah dengan laki laki tersebut. Kekecewaan ku pun semakin mendalam, diam terpaku tanpa bisa berbuat apa-apa.

Dengan tatapan sinis saya melihat foto itu berharap bahwa cerita dalam foto itu bukanlah yang sesungguhnya. Ia telah bahagia dengan laki-laki lain dan mendahuluiku lebih cepat. Rasa iri dan cemburu berbaur menjadi satu, tak ada lagi lamunan indah, yang ada hanya derungan mobil dan motor yang disertai klakson yang begitu memekakan telinga.

Kembali lagi saya disadarkan oleh realita kehidupan, yang mengingatkan bahwa waktu senantiasa terus bergulir, merubah, dan meninggalkan apa saja yang ada didepan mata kita. 

Waktu membuat masa lalu, menggoreskan sejarah dalam hidup dengan masa depan yang begitu mengejutkan dan tak pernah diduga sebelumnya. 

Dia adalah bagian dari masa lalu yang meninggalkan serpihan rasa yang pernah hinggap menghiasi hidupku. Dia ada, tapi tidak mampu lagi untuk direngkuh. Biarlah kepahitan dari masa lalu itu kita telan bersama, kita jadikan saripati kehidupan yang kelak kita bagikan kepada anak cucu kita nanti, dan keindahannya cukup kita berdua yang tahu, karena Dia dan Masa Lalu adalah Masa Depan Kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline