Lihat ke Halaman Asli

Review Skripsi

Diperbarui: 3 Juni 2024   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Nazma Khoerunnisa Maulida
NIM : 222121102
Kelas : HKI 4C
Review Skripsi PANDANGAN PEGAWAI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) TERHADAP PERNIKAHAN DINI KARENA HAMIL DI LUAR NIKAH
TIARA NURUL HAFIZAH

BAB I Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk yang tidak bisa berdiri sendiri dan membutuhkan orang lain. Manusia ataupun individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi oleh individu itu sendiri. Dalam perjalanannya memenuhi kebutuhannya akan terjadi sebuah usaha dan interaksi dengan individu lainnya atau yang biasa disebut dengan interaksi sosial. 

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan hubungan manusia baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal diatur bagaimana hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sedangkan secara horizontal diatur bagaimana manusia agar mampu berinteraksi dengan sesama makhluk. Salah satu bentuk aplikasi dari hubungan interaksi antara manusia dengan sesama makhluk adalah dengan pernikahan. 

Pernikahan merupakan amalan sunnah yang disyariatkan oleh Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW, karena ingin memuliakan martabat hamba-Nya terlebih lagi kaum perempuan. Sebuah pernikahan dalam pandangan Islam bukan sekedar merupakan satu bentuk formalitas hubungan antara laki-laki dan perempuan atau sekedar penyaluran
keinginan dan kebutuhan biologis semata, tetapi lebih dari itu. Allah SWT menciptakan manusia berpasang-pasangan dengan
maksud agar memperoleh keturunan dengan cara melaksanakan perkawinan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. an-Nur ayat 32 yaitu
Artinya:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurniaNya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. an-Nur : 32)

Dengan adanya akad perkawinan, pasangan suami istri tersebut dapat memperoleh keturunan yang di idam-idamkan oleh pasangan suami istri. Sedikit bahkan tidak ada satupun pasangan yang telah melangsungkan pernikahan tidak menginginkan kehadiran sosok anak dalam hidupnya. Anak merupakan anugerah terbesar dalam hidup yang Allah SWT titipkan kepada pasangan suami istri yang harus dijaga, dirawat dan dididik sebagaimana mestinya agar menjadi anak yang soleh dan sholihah serta taat kepada Allah SWT. Anak yang soleh dan sholihah dapat membawa orang tuanya menuju surga.

Pernikahan menurut UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup berumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, pernikahan harus dapat dipertahankan oleh kedua belah pihak agar tujuan dari pernikahan tersebut dapat dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya kesiapan dari kedua belah pihak baik secara material maupun kesiapan secara mental. Artinya secara fisik baik laki-laki maupun perempuan sudah mencapai batas usia pernikahan menurut undangundang. Tidak hanya itu, kematangan dalam berfikir dan sudah tidak bergantung lagi kepada orangtua sangat diperlukan untuk mencaapai tujuan dari pernikahan tersebut. Artinya pihak laki-laki sudah bisa memberi nafkah kepada pihak perempuan. 

Di dalam Islam, pernikahan bukan sekedar persoalan cinta dan kasih sayang semata melainkan lebih dari itu. Islam mengajarkan agar dalam pernikahan tercipta keluarga sakinah mawaddah wa rahmah serta terbentuknya generasi yang lebih baik melalui keluarga. Untuk itu, menjalankan pernikahan membutuhkan proses dan membutuhkan usaha yang keras agar keluarga dalam Islam yang diinginkan dapat terwujud. 

Sesuai dengan perkembangan zaman, muncul permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang dimana sering terjadinya pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang belum memiliki cukup umur untuk melakukan pernikahan dan dianggap belum mampu untuk memikul tugas sebagai suami istri. Pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 menetapkan bahwa usia minimal pernikahan bagi pria adalah 19 tahun dan wanita 16 tahun. Aturan tersebut dirubah melalui Undang-Undang No. 16 tahun 2019 yang menetapkan batas minimal usia bagi laki-laki dan perempuan yang akan menikah adalah minimal di usia 19 tahun.

 Namun demikian, dalam hal pernikahan dini tetap dilaksanakan yang bersangkutan dapat mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan atau pejabat lainnya yang berwenang. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 2 yang menyatakan:

“Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.” 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline