Time is money, waktu adalah uang. Itulah sekiranya pepatah yang sangat populer tentang waktu. Saking berharganya ia disandingkan dengan uang, sesuatu yang sangat penting keberadaannya bagi manusia. Bahkan bagi sebagian orang, waktu lebih berharga dari uang sekalipun karena ia tak bisa dibeli oleh apapun.
Membiasakan tepat waktu dalam setiap kesempatan nampaknya masih menjadi hal yang sangat sulit diterapkan pada masyarakat Indonesia. Bagi sebagian orang mendatangi sebuah janji atau acara melebihi waktu yang sudah disepakati merupakan hal yang biasa. Mereka tidak merasa bersalah atau sekedar tidak enak kepada orang-orang yang sudah datang tepat waktu.
Seringkali ketika mendatangi suatu acara yang dimulai tidak sesuai dengan jadwal awal hanya karena menunggu orang-orang 'yang telat.' Biasanya pihak yang memiliki acara akan beralibi "kasian si X katanya masih di jalan, tunggu sebentar lagi" dan sialnya terkadang yang telat itu merupakan orang-orang penting yang mau tidak mau harus ditunggu juga.
Saya ingat betul dulu waktu saya masih duduk di bangku SMA (Sekolah Menengah Atas) saya mengikuti sebuah lomba, dan seperti biasa acara pembukaan perlombaan tersebut tertunda tiga jam dari jadwal awal karena menunggu bupati setempat yang akan memberikan sambutan. Saya jelas sangat benci di saat saya harus menunggu orang yang sudah jelas bersalah karena tidak datang tepat waktu. "Bisa gak sih gak usah sambutan aja pak bupatinya?" keluh saya pada saat itu.
Hal serupa juga terjadi beberapa bulan lalu yaitu acara Festival Anak Shaleh Tahun 2022 yang diadakan di Mojokerto Jawa Timur. Acara tersebut sempat dikritik habis-habisan usai video dari salah satu akun Tiktok yang membeberkan kejadian di acara tersebut viral, dan lagi-lagi yang menjadi permasalahan dalam acara ini soal 'waktu' dan juga 'keterlambatan.'
Dalam video tersebut dijelaskan bahwa acara tersebut tidak dimulai tepat waktu atau dengan kata lain ngaret lebih dari dua jam. Anak-anak dari berbagai Taman Kanak-Kanak (TK) yang menghadiri acara ini seharusnya bisa pulang pada jam 10.30 pagi, tetapi karena menunggu Ibu Walikota Mojokerto yang baru datang pukul 11.30, mereka pun baru bisa meninggalkan acara jam 12.30.
Kondisi di sana tentu tidak kondusif. Jangankan anak-anak, orang dewasa saja jika harus menunggu lebih dari satu jam banyak yang tidak tahan. Anak-anak yang berangkat dari rumah masing-masing dengan perasaan antusias, pada akhirnya memasang wajah muram karena bosan menunggu. Mereka sama sekali tidak mengerti kenapa memulai acara harus menunggu sambutan walikota, yang mereka tahu adalah menghadiri acara dengan baju yang bagus dan akan pulang ketika sudah selesai tampil dengan maksimal.
Judul tulisan opini ini menggambarkan tekad saya yang sangat ingin menghilangkan kebiasaan telat dan juga menunggu orang yang telat. Kebiasaan buruk ini sangat harus dihilangkan. Pihak-pihak yang berkuasa dan berpengaruh atas jalannya suatu acara juga harus lebih tegas kepada semua partisipan acaranya untuk datang tepat waktu, dan tentunya diri kita sendiri juga harus bertekad untuk bisa datang tepat waktu dan tidak membuat orang menunggu.
Semua orang berhak dihargai, termasuk dengan waktu yang mereka miliki. Menunggu orang yang terlambat seharusnya bukan lagi menjadi opsi bagi orang yang datang tepat waktu. Mereka tidak menghargai waktu yang kita miliki lantas mengapa kita harus menghargai mereka. Bukankah ini akan merugikan kita yang menunggu mereka yang telat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H