Penulis: Adel Andila Putri
Perseteruan antara ojek pangkalan (opang) dan ojek online (ojol) kerap terjadi di berbagai daerah semenjak keberadaan ojek online mulai menjamur di tanah air. Kehadiran ojek online memang memudahkan masyarakat karena hanya bermodal handphone saja dan setiap orang dapat memesan ojek online dari tempat mereka berada. Bukan hanya jasa transportasi saja tetapi mereka juga menyediakan jasa mengantar makanan, mengantar barang, dan sebagainya.
Ternyata, keberadaan ojek online ini mendapatkan respon yang negatif dari para pengendara ojek pangkalan. Pasalnya, para opang masih menganggap ojol sebagai saingan sehingga terkadang terjadi perseteruan di antara keduanya.
Ojek pangkalan memang lebih dulu ada sebelum ojek online, yang menjadi permasalahan adalah para penumpang kemudian beralih menjadi naik ojek online ketimbang ojek pangkalan. Terkadang, para penumpang lebih memilih ojek online karena mereka memiliki harga yang sudah pasti tertera di aplikasi, tidak seperti opang yang memberikan harga sesuka hati. Oleh karenanya, mungkin seharusnya para opang juga menetapkan harga yang pasti agar para penumpang tidak bingung dan dirugikan ketika memilih untuk naik opang atau ojol.
Dengan adanya kejadian ini, penghasilan opang menjadi berkurang sehingga wajar apabila para opang tidak terima akan hal tersebut. Memang tidak ada salahnya apabila penumpang memilih untuk menaiki ojek online maupun ojek pangkalan, karena pada kenyataannya perkembangan zaman membuat segala teknologi menjadi lebih canggih dan cepat sehingga kita tidak bisa menolak kemunculan ojek online. Bahkan tak sedikit dari para ojek pangkalan yang kemudian beralih menjadi ojek online juga. Tak ada pilihan lain bagi mereka karena jika tidak mengikuti perkembangan zaman maka mereka akan terus berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Akan tetapi, bagi para opang yang masih berpegang teguh untuk tetap mangkal di wilayahnya, mereka terus berusaha melakukan berbagai upaya untuk tidak beralih ke ojek online. Seperti membuat perjanjian wilayah, bahkan di daerah tertentu mereka mendominasi wilayah pangkalannya kemudian mereka tidak memperbolehkan ojol masuk ke wilayahnya. Tindakan tersebut sebenarnya tidak salah diberlakukan, namun yang menjadi masalah ketika penumpang merasa dirugikan atas kesepakatan tersebut.
Karena dengan adanya perjanjian wilayah mungkin akan lebih adil bagi para opang, dimana mereka akan tetap mendapatkan penumpang. Beberapa wilayah juga terkadang diberi spanduk dengan tulisan "OJEK ONLINE DILARANG MASUK", hal itu tentu membuat para ojol ketakutan ketika memasuki wilayahnya sehingga mereka memilih untuk tidak masuk ke daerah tersebut. Coba pikirkan, bagaimana jika posisinya ojol tersebut sedang membawa penumpang atau sedang mengantarkan sesuatu hal yang sifatnya penting? Akankan mereka harus menurunkan penumpang di jalanan? Tentu tidak mungkin.
Perlu disadari bahwa jika perseteruan terus-menerus terjadi maka akan merugikan penumpang. Kebijakan yang sering kali dibuat oleh para opang yang hanya mengandalkan keputusan sepihak tanpa sepengetahuan ojek online terkadang membuat mereka takut untuk memasuki wilayah tertentu.
Alhasil, para ojol memilih untuk mengalah karena merasa opang lebih kuat dan berkuasa atas suatu wilayah terntentu ketimbang ojol. Seharusnya tidak boleh ada pihak yang merasa berkuasa atas suatu wilayah, keduanya harus bersikap adil dan saling menghargai. Ojek pangkalan juga butuh pendapatan untuk hidup, begitu juga sebaliknya. Kita hidup di dalam negara yang diajarkan pentingnya toleransi. Tidak ada salahnya bukan jika kita merealisasikannya dalam hal ini? Saling menghargai keberadaan ojek pangkalan dan ojek online demi keberlangsungan hidup yang damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H