Lihat ke Halaman Asli

Electoral System as a Catalyst for Social Development in Emerging Democracies

Diperbarui: 28 Desember 2024   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sistem pemilu tidak hanya menjadi alat demokrasi, tetapi juga instrumen strategis untuk mempercepat pembangunan sosial di negara-negara berkembang. Dalam konteks politik Dunia Ketiga, sistem pemilu yang dirancang dengan baik mampu menjembatani kesenjangan sosial, mendorong partisipasi masyarakat marginal, dan menciptakan stabilitas politik. 

Di banyak negara berkembang, kelompok minoritas sering terpinggirkan dalam proses politik. Sistem representasi proporsional (PR) memberikan peluang yang lebih besar bagi kelompok ini untuk terwakili dalam pengambilan keputusan. Contohnya adalah keberhasilan Rwanda dalam menggunakan sistem kuota untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam parlemen, yang kini mencapai lebih dari 60%. Dengan meningkatnya representasi perempuan dan kelompok marginal lainnya, kebijakan sosial yang inklusif menjadi lebih mungkin untuk diwujudkan, seperti program pendidikan universal dan layanan kesehatan.

Sistem pemilu yang mendorong partisipasi luas, seperti sistem berbasis distrik atau mixed-member proportional (MMP), dapat meningkatkan hubungan antara warga dan wakil mereka. Hubungan ini memperkuat akuntabilitas, yang pada akhirnya memengaruhi pembangunan sosial. Di Kenya, reformasi sistem pemilu pasca-2007 memperkenalkan unsur-unsur transparansi dan mendorong keterlibatan masyarakat sipil dalam proses pemilu. Hasilnya, isu-isu sosial seperti akses air bersih dan infrastruktur dasar mulai mendapat perhatian lebih dari pemerintah.

Sistem pemilu yang mengadopsi desentralisasi politik, seperti di India, memungkinkan pemerintahan lokal memainkan peran lebih besar dalam pembangunan komunitas. Dengan memberi otonomi pada daerah melalui pemilu lokal, kebijakan sosial dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Sebagai contoh, program Panchayati Raj di India menunjukkan bagaimana desentralisasi politik dapat mempercepat pembangunan pedesaan melalui pengelolaan pendidikan dan kesehatan secara langsung oleh masyarakat lokal.

Melalui sistem pemilu yang mendorong kompetisi sehat, negara-negara berkembang dapat menciptakan elit politik baru yang berorientasi pada pembangunan. Proses ini terlihat di Botswana, di mana pemilu yang kompetitif menghasilkan pemimpin-pemimpin dengan visi pembangunan yang fokus pada pendidikan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin.

Sistem pemilu yang inklusif dan partisipatif memiliki potensi besar untuk mempercepat pembangunan sosial di negara-negara berkembang. Dengan menekankan pada representasi kelompok marginal, akuntabilitas, dan pemberdayaan lokal, sistem ini dapat menjadi motor utama dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Reformasi sistem pemilu yang berorientasi pada pembangunan harus menjadi prioritas dalam strategi demokratisasi Dunia Ketiga.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline