Lihat ke Halaman Asli

Naufal Nazhif

Mahasiswa

Kriminologi Forensik dan Perannya dalam Pengungkapan Kasus Kejahatan

Diperbarui: 8 Januari 2021   02:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: criminologycareerstoday.com

Kejahatan merupakan fitur normal dari kehidupan sosial masyarakat dan tidak pernah bisa dihilangkan. Durkheim (dalam Hamlin, 2009) berpendapat bahwa kejahatan adalah normal karena masyarakat tanpa kejahatan itu tidak mungkin. Dalam hal ini, kejahatan dipandang memiliki fungsi sosialnya tersendiri yang mendefinisikan suatu masyarakat yang "sehat". Namun, faktanya adalah kejahatan merupakan sebuah derajat penyimpangan dari norma yang berlaku di masyarakat. Untuk menjamin menjamin kesejahteraan masyarakat dan menjamin agar pelaku pelanggaran hukum mendapatkan hukuman atas konsekuensinya, dibutuhkan sebuah upaya penanganan kejahatan. 

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila sebagai dasar negara. Penyelesaian perkara pidana kejahatan di Indonesia dilakukan  berdasarkan hukum dalam sebuah sistem peradilan pidana. 

Sistem peradilan pidana merupakan sebuah sistem penegakan hukum yang menggambarkan proses peradilan pidana  dimulai dari penyidikan dan penyelidikan oleh kepolisian, penuntutan oleh kejaksaan, hingga proses pelaksanaan putusan terhadap pelanggar oleh kehakiman. Dasar hukum utama dalam penyelenggaraan peradilan pidana di Indonesia adalah UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau yang dikenal sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Putusan terhadap orang-orang yang dijatuhi pidana ditentukan oleh hakim di pengadilan. Dalam suatu proses peradilan, dibutuhkan sebuah pembuktian agar hakim tidak keliru dalam memutuskan pidana bagi pelaku pelanggar hukum. Alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal tersebut dijelaskan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagai:

  • keterangan saksi;
  • keterangan ahli;
  • surat;
  • petunjuk;
  • keterangan terdakwa.

Proses pembuktian dimulai secara konkret dengan investigasi dan berakhir ketika hakim menjatuhkan vonis di hadapan persidangan. Untuk mempermudah menyelesaikan suatu masalah di persidangan, ilmu pengetahuan digunakan oleh kepolisian dan pengadilan sebagai acuan dalam menuntut kejahatan. Ilmu ini yang kemudian disebut sebagai Ilmu Forensik.

Forensik berasal dari kata Latin forum yang berarti publik. Hal ini menandakan ilmu forensik sebagaimana ilmu yang diterapkan pada masalah publik atau hukum (Houck, 2007). Secara sederhana, ilmu forensik adalah ilmu yang digunakan untuk keperluan hukum (White, 2004). Sulianta (2008) menjelaskan ilmu forensik sebagai pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk mengumpulkan, menghadirkan, dan menganalisa barang bukti dalam sidang pengadilan terkait adanya suatu tindak pidana.

Dalam proses investigasi kejahatan, tiga pertanyaan muncul terkait isu permasalahan yang dihadapi: (1) Apakah kejahatan telah dilakukan?; (2) Jika ya, siapa yang bertanggung jawab?; (3) Jika orang yang bertanggung jawab telah dilacak apakah ada cukup bukti untuk menuntut orang tersebut dan mendukung penuntutan?. Ilmu forensik dapat diandalkan untuk memberikan kontribusi pada klarifikasi ketiga isu tersebut (White, 2004).

Suatu tindakan kejahatan biasanya meninggalkan jejak berupa barang bukti yang dapat dikumpulkan oleh penyidik untuk dihadirkan di persidangan. Jenis bukti dan di mana lokasi ditemukannya dapat membantu penyidik memahami bagaimana kejahatan itu dilakukan. Menerapkan pemeriksaan dan analisis forensik dapat mengubah masing-masing barang bukti ini menjadi cara yang mungkin untuk menyelesaikan suatu tindak kejahatan.

Selain berguna dalam proses investigasi, ilmu forensik juga diterapkan dalam pengadilan dalam bentuk pemberian keterangan ahli yang merupakan salah satu dari alat bukti yang sah. Reynolds (2008) juga menjelaskan bahwa peran fundamental seorang ahli adalah untuk membantu pengadilan dalam membahas masalah-masalah teknis / ilmiah sedemikian rupa sehingga pengadilan sepenuhnya memahami fakta-fakta penting dan masalah-masalah yang dipermasalahkan. Dengan begitu ahli forensik pun hadir dapat dihadirkan ke persidangan guna memberikan keterangannya dan membantu hakim untuk mendapat pertimbangan-pertimbangan yang lebih matang.

Ilmu forensik kerap kali dikaitkan dengan ilmu-ilmu kedokteran. Meskipun begitu, perkembangan ilmu forensik dipengaruhi oleh berbagai macam kepentingan dan melibatkan berbagai macam aktor (Lawless, 2016). Salah satu yang juga cukup berkontribusi terhadap perkembangan ilmu forensik adalah ilmu-ilmu sosial humaniora. Pada dasarnya, ilmu-ilmu sosial humaniora mempelajari tentang manusia dan hubungan antar individu dalam masyarakat. Ilmu-ilmu sosial mempelajari cara-cara di mana pengetahuan ilmiah membentuk dan menjadi tertanam dalam identitas sosial, institusi, struktur, representasi dan diskursus (Lawless, 2016).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline