Puluhan sepatu disusun rapi, sepatu di taruh di sisi kanan dan sandal di sisi kiri. Mereknya pun bermacam-macam. Dari merek kelas rendah sampai merek kelas tinggi. Tapi itu bukan toko sepatu. Adalah tempat sol sepatu-sandal bekas. Letaknya di bantaran krueng Aceh, bersisian dengan jembatan Beurawe menuju Ulee Kareng. Di sanalah tempat Bukhari bergantung hidup.
Bukhari salah seorang tukang sol sepatu, ia memulai usahanya sejak tahun 1987, sebelumnya sempat menjadi sopir labi-labi lintasan Lamateuk – Pasar Aceh, karna pendapatan sebagai sopir labi - labi tidak cukup untuk membiayaikeluarganyaia memilih menjadi tukang sol.
Bukhari berpenghasilan Rp.70.000 rata rata per-hari,tapi terkadangjuga Rp.20.000dengan penghasilan yang kadang tidak menentu itu ia membiayai tiga orang anak dan istri, anak pertamaduduk di bangku SMA kelas tiga,anak kedua kelas dua SMA dan anak ketigakelas dua SMP, “Sepatu bekas orang bisa membantu saya menghidupi Keluarga”ujarnya dengan senyum.
Ia juga sebagai ketua kelompok diantara kawan-kawannya yang satu propesi dengannya, berjumlah 15 orang,karena ia lebih duluan bekerja sebagai tukang sol di pinggiran jalan tersebut.Sebagai ketua kelompok ia harus menyelesakan perselisihan yang terjadi sesama anggotanya,mereka semua berasal dari berbagai kabupaten,dari Bireun,Sigli,dan juga dari Medan.
Lalu lalang kenderaan menjadi hiburan bagi mereka yang duduk seharian di bawah teduhan kios sol,Bukhari juga bercerita panjang lebar tentang profesinya sebagai tukang sol,”Dulu kami juga sempat di pindahkan ke seberang jalan, yang sekarang dibangun sebagai taman,saat itu kami pindah karena perbaikan jembatan,kami juga pindah kembali kesini karena di sana di jadikan sebagai taman”Ungkapnya.
Walaupun sempat berpindah-pindah,kami sangat berteima kasih kepada Wali kota dan pihak Telkomsel yang membatu kamidengan menyediakan tempat berupa kios yang layak,sebelumnya hanya beratap tikar,dengan dinding berkardus.
Setiap hari bukhari memperbaiki tujuh pasang sepatu, kadang lebih, tapi belum tentu di ambil hari itu juga,kadang berminggu minggu tidak diambil otomatis tidak bayar dulusebelum sepatunya di ambil, ”Tapi kta harus maklumi juga siapa tau pelanggan belum punya uang atau sudah pulang ke kampung”,ujarnya
Sepasang sepatu Bukhari mendapat upah Rp 25.000sandal RP.15.000ganti tapak Rp.45.000tangannya begitu lincah memainkan jarum sol dengan lilitan benang, sesekali tatapanya lurus kedepan, meski tanpa melihat, tangan terus bekerja.
Bukhari juga sangatmenjaga pelanggannya,”Meskipun sakit saya tetap ke kios supaya pelanggan tidak kecewa,kalau sayatidak ke kiosnanti takutnya saat pelanggan mau mengambil saya tidak ada” Ungkap Bukhari.
Bukhari berharap pihak perhatian pemerintah tentang nasibnya dan kawan-kawan,”Paling kurang mereka mau memberikantong sampah,karena itu untuk kepentingan bersama dalam menjaga kebersihan”Ujarnya
Dulu pernah datang seorang mahasiswa yang mengaku dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, katanya mau mengurus bantuan dari kantor Gubernur, ia meminta photo copy KTP,dan tanda tangan,supaya bisa membuat proposal,tetapi sampai sekarang tidak ada kabar,dan mahasiswa itu pun tak tau kemana, sesalnya.
Tulisan ini di tulis beberapa waktu lalu, saat itu aku baru mengenal apa itu jurnalis dan mencoba meliput diluar kampus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H