Pendahuluan
Pemilihan presiden Filipina pada 2022 memberikan gambaran yang mirip dengan pemilihan Prabowo-Gibran pada 2024. Pemilihan di Filipina saat itu terjadi dalam situasi ekonomi dan politik yang dikuasai oleh Ferdinand Marcos dan keluarganya, yang memudahkan kontrol atas daerah ekonomi dan politik bagi masyarakat Filipina, serta memanfaatkan kepopuleran keluarga mereka yang terkenal dengan kepemimpinan diktator pada masa sebelumnya. Karakteristik ini berlanjut ketika kepemimpinan kembali dipimpin oleh keluarga Marcos, yang memungkinkan kekuasaan diktator kembali dan kebebasan masyarakat terancam. Namun, yang menarik adalah keluarga Marcos kembali memenangkan pemilu pada 2022 dan membawa nama Ferdinand Marcos dengan suara terbanyak, meskipun berasal dari sejarah gelap keluarga mereka.
Secara historis, keluarga Marcos dikenal dengan gaya hidup berlebihan, korupsi, dan penyimpangan yang terjadi dalam keluarganya. Tidak jarang, ketika Bongbong Marcos senior menjadi presiden, masa pemerintahannya yang kontroversial menyebabkan kemiskinan dan konflik di mana-mana. Hal ini disebabkan oleh banyaknya anomali yang terjadi selama masa kepemimpinan Bongbong Marcos. Selain itu, masa kelam ini seharusnya mendorong perubahan pandangan masyarakat terhadap keluarga Marcos, namun yang terlihat adalah peningkatan politik di Filipina yang memperlihatkan bahwa keluarga elit negara mulai bergerak dan berubah dalam sebuah kompetisi yang mengarah pada demokrasi, sekaligus melindungi diri dari ancaman perubahan dan hambatan di masa depan. Hal ini membuat era diktator mulai perlahan luntur, sementara tim kemenangan Marcos memanfaatkan media sosial untuk menarik simpati dan dukungan masyarakat, terutama dengan menyasar pemilih muda, yang merupakan pengguna media sosial terbanyak dan sangat aktif di gadget mereka.
Dengan demikian, meskipun keluarga Marcos terkenal dengan anomali dan kepemimpinan diktator, pada 2022 Ferdinand Marcos memenangkan pemilu dengan suara terbanyak yang didapatkan dari pemilih pemula. Kemenangan ini tidak lepas dari strategi yang dijalankan, serta bagaimana konten media sosial mampu menarik banyak peminat dan melupakan masa kelam keluarga Marcos. Anak muda pun menjadi pengubah stigma masyarakat melalui konten di media sosial yang diciptakan oleh manusia itu sendiri.
Pembahasan
Komunikasi politik merupakan pelaksanaan pemilu yang dilakukan melalui proses interaksi dua arah antara politisi atau partai politik dengan warga negara atau pemilih. Politisi menyampaikan pesan politik kepada masyarakat untuk memenangkan suara terbanyak, baik di eksekutif maupun legislatif. Sementara itu, masyarakat dapat mendengar aspirasi politisi dan menyampaikan keluh kesah mereka yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari di kampung atau lingkungan rumah mereka. Keresahan ini dapat tersampaikan melalui konten media sosial atau langsung melalui tatap muka, seperti blusukan yang dilakukan oleh politisi yang akan bertarung dalam pemilu. Hal ini tak lepas dari komunikasi politik yang terjadi di ruang publik sebagai sarana untuk mendengarkan dan merespons keresahan masyarakat.
Komunikasi politik semakin berkembang seiring dengan digitalisasi, yang menyebabkan ruang komunikasi politik bergeser ke dunia maya, sebuah ruang yang tidak terbatas dan dapat menghubungkan banyak orang. Saat ini, sangat jarang politisi yang tidak memiliki media sosial untuk membangun citra diri mereka. Hal ini juga dilakukan oleh Ferdinand Marcos untuk menarik dukungan dari masyarakat. Media sosial menjadi alat penting dalam membangun citra politisi, dan konten yang mereka bagikan---yang sering kali mencakup kegiatan sehari-hari yang mengandung unsur simpati---dapat menginspirasi masyarakat. Dalam hal ini, media sosial dan aktor sosial ikut berperan untuk meningkatkan popularitas mereka. Media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Twitter menjadi saluran efektif untuk pencitraan yang mendukung kemenangan politik.
Namun, apa yang terlihat di media sosial sering kali berbeda dengan realitas yang ada, memberikan penilaian terhadap kualitas aktor politik dan bagaimana citra tersebut mampu menyentuh hati masyarakat. Banyak politisi yang menampilkan kegiatan sosial, seperti kerja bakti, turun ke pinggiran sungai, mengunjungi sekolah yang hampir runtuh, atau melakukan kegiatan amal di panti asuhan. Meskipun kegiatan ini baik, sering kali dilakukan dalam momen politik, sehingga pandangan masyarakat terhadapnya bergantung pada konteks dan pemahaman visi-misi politisi tersebut. Konten yang edukatif dan pemahaman yang mendalam mengenai visi-misi politisi akan memberikan nilai lebih di media sosial bagi mereka.
aktor politik yang akan berkompetisi untuk memenangakan pemilu dan hal ini juga mampu menghapus jejak buruk sang aktor dengan konten positif dan bermanfaat bagi masyarakat.
Fenomena Ferdinand Marcos yang menggunakan media sosial seperti Facebook dan TikTok dalam kampanye pemilunya pada 2022 menunjukkan betapa besar pengaruh platform ini dalam politik modern. Ferdinand, atau yang lebih dikenal dengan nama Bongbong Marcos, terpilih sebagai presiden dengan perolehan suara mencapai 30 juta, atau sekitar 96 persen, yang hampir sempurna. Hal ini tidak lepas dari dukungan strategis dari mitra politiknya, Rodrigo Duterte, yang membantu Bongbong melaju mulus ke kursi eksekutif dan mengalahkan kandidat lainnya, Leni Robredo, yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden. Salah satu strategi kemenangannya adalah dengan menargetkan pemilih muda melalui konten media sosial.
Salah satu contoh konten yang menarik perhatian adalah ucapan ulang tahun di Facebook, yang dilakukan oleh simpatisan Marcos. Mereka mengucapkan terima kasih kepada Ferdinand Marcos atas jasa-jasanya selama memimpin pada tahun 1986, sementara Bongbong sebagai anaknya menghormati kepemimpinan ayahnya. Konten ini membangun kedekatan emosional antara ayah dan anak serta memperkuat citra positif keluarga Marcos. Ucapan ulang tahun ini dipenuhi dengan musik dan ornamen romantis, memberikan kesan mendalam bagi yang menontonnya.