Lihat ke Halaman Asli

Fakta Kedokteran

Diperbarui: 8 Juni 2023   13:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Adakah yang belum pernah bertemu dengan dokter? Atau ada yang takut bertemu dokter karna dokter membawa suntikan yang tajam? Dulu saya sewaktu kecil takut bertemu doker, karna yang saya liat di tv dokter sering mengobati pasiennya menggunakan suntik yang tajam. Banyak orang menganggap dokter adalah manusia super, bukan hanya mengobati penyakit, dokter juga bisa menyelesaikan berbagai masalah, namun presepsi setiap orang pasti berbeda, ada yang menganggap dokter itu menyeramkan. Hal ini sama dengan saya sewaktu kecil, karna tentunya saya belum mengetahui banyak hal tentang dokter yang bisa menyelamatkan banyak nyawa dengan pengetahuan dan keterampilanya.

Kini setelah saya sudah besar, dan mengetahui keistimewaan menjadi dokter, membuat saya ingin juga menjadi seorang doker juga. Menurut saya menjadi dokter adalah sebuah profesi yang mengharuskan seseorang untuk senantiasa belajar dan melakukan riset sepanjang hidupnya. Hal ini twrutama karna teknologi kedokteran yang selalu berkembang pesat disertai dengan berbagai temuan baru penyakit oleh karna mutasi dan sebagainya. Saat saya masih kecil, saya sebenarnya adalah orang yang pendiam, namun dengan berkeinginanya menjadi dokter, mengharuskan saya untuk pandai berkomunikasi/ melakukan pendekatan kepada pasien. Tidak hanya mempelajari tentang penyakit pasien yang ditangani, obat apa yang harus digunakan, tapi juga komunikasi yang baik.

Ada yang mengatakan semakin banyak pasien yang ditangani dokter maka semakin banyak pula dokter akan belajar dan mendapat ilmu2 baru. Ketika saya ditanyai orang tua kalo besar mau jadi apa, sebenarnya saya punya 2 cita2 dulu, sejak kecil saya hobi sekali menggambar, dan punya cita cita untuk jadi seniman atau editor, namun saat SMA saya ngambil MIPA, karna saat smp saya suka sekali pelajaran IPA apalagi Biologi, mulai saat itu saya mencari2 jurusan yang cocok untuk kuliah saya kedepan, kalo sma nya mipa pasti kebanyakan jurusan yang sejalur adalah kesehatan, sejak saya saat itu saya memutuskan untuk menjadi dokter. Setelah saya browsing2 mengenai kuliah kedokteran, jujur saya sempat ragu, karna untuk menjadi seorang dokter membutuhkan perjuangan yang sanget luar biasa, mulai dari materi, segi keungan, serta kecerdasan. Saat saya sangat membutuhkan dukungan dan semangat, ortu selalu hadir dibarisan paling depan, yang mensupport saya hingga saya teguh untuk menjadi dokter, meskipun itu berat, saya akan melakuknya sekuat tenaga.

Dalam diri saya, banyak sekali alasan untuk tidak menjadi dokter, tapi banyak juga alasan saya untuk menjadi dokter, perkara2 yang membuat saya ingin menjadi dokter pun kalah dengan keinginan saya menjadi dokter, memang sangat rumit, sebenarnya saya dulu juga susah untuk memahami diri sendiri, tapi ada bagian dari diriku yang lain mengatakan seperti itu, bahwa aku pasti bisa.

Salah satu alasan saya dari ribuan alasan adalah ingin membantu orang, saya rasa saya memiliki jiwa sosial yang luamayan tinggi, apalagi masalah kesehatan, dalam keluarga saya adalah anak pertama dan memiliki 2 adik laki2 dulu adek terakhirku itu sering sakit, karna ibu saya bekerja, jadi yang harus nerawat adik2 adalah saya, sedih rasanya kalo melihat ada yang sakit, saya pengen sekali bisa mengobati dan menyembuhkan orang yang sakit.

Untuk menjadi dokter tentunya kualitas tidak berbanding lurus dengan nilai yang dihasilkan. Bukan berarti dokter yang punya nilai yang cumlaude akan lebih pintar dan lebih ahli menangani pasien daripada dokter yang nilainya standar saja. Saya rasa itu sangat keren bisa menjadi dokter yang bisa melakukan segalanya, Salah seorang guru saya pernah mengatakan, bahwa ada tiga hal yang penting dari seorang dokter, di antaranya adalah knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan) and attitude (perilaku). Seorang dokter yang baik adalah dokter yang senantiasa belajar, mengikuti perkembangan teknologi kedokteran yang terbaru, senantiasa berusaha berlatih untuk mengasah keterampilannya, dan memunyai empati terhadap pasien. Keterampian yang dimaksudkan dalam hal ini tidak hanya keterampilan dalam melakukan tindakan operasi, namun juga keterampilan berkomunikasi dengan pasien, dan keterampilan dalam pemilihan obat yang sesuai untuk pasiennya.

Semuanya itu baru bisa tercapai jika sang dokter sudah berpengalaman dengan berbagai pasien dengan berbagai jenis penyakit, dengan berbagai latar belakang sosial, dan dengan berbagai cara pendekatan terhadap pasien, serta yang paling penting adalah dokter tersebut senantiasa mencari tahu apa yang terjadi pada pasiennya, karena dasar dari pengetahuan adalah keinginan untuk tahu. Jadi jika disimpulkan, bukan institusi yang berpengaruh terhadap kualitas dokter yang dihasilkan, tapi kembali pada pribadi calon dokter itu sendiri. Apakah ia cukup ingin tahu terhadap segala hal yang terjadi disekitarnya, terhadap pasiennya dan bagaimana cara mereka membina komunikasi yang baik dengan pasiennya. Bukan berarti seseorang yang menyelesaikan pendidikan kedokterannya di luar negeri lebih pintar dibanding dengan dokter dari pusat pendidikan dalam negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline