Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Ibu Tidak Ada Sekolahnya. Lalu darimana Saya Belajar?

Diperbarui: 9 Agustus 2015   17:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sempat tertegun dengan diri saya sendiri. Istilah jawanya 'NGGUMUN'
Semacam tak percaya, jika saya mampu dan bisa.
Ya, bisa apa? Saya bisa mengantarkan baby R melihat dunia, serta saya bisa merawatnya sendiri. PADAHAL!!!

Dulunya saya amat ringkih, perempuan manja dengan segala ketidakbisaannya. (Gitu kok ya dibojo mas) tanggung dek, udah terlanjur cinta. Jiiyyyaaaaahh ehem :D *kibas-kibas poni*

Back to the topic, gaes
Iya, saya masih sulit untuk percaya jika sekarang saya telah menjadi seorang ibu. Kenapa? ya itu tadi, saya ini perempuan manja. Sudah SMA masih diantar jemput mama, bahkan sehari sebelum nikah masih disuapin mama. Ya gimana.. mamanya juga happy aja manjain anak sulungnya ini. Hehe Dulu disekolah, saya sering dibully anak mama. Ya, biarin.. memang iya kok. Saya ini manja. Serius manja. Sampai suatu hari...

Anak lelaki kami lahir.
Saya merasa tua. Merasa sudah harus menginsyafi sifat manja ini. Saya tau, ketika Allah menitipkan bayi laki-laki dalam dekapan saya. Saat itu pula saya sudah harus belajar mandiri. Karena kelak anak saya akan bersandar pada bahu ini, akankah saya menyediakan bahu yang rapuh? Kelak anak saya akan mengadu pada sosok ibu, Akankah saya membiarkan diri ini menjadi ibu yang tak bisa apa-apa?
Ya, sejauh itu saya berpikir.

Menjadi ibu tidak ada sekolahnya. Lalu darimana saya belajar dan bisa?
Jawabannya ada pada anak saya. Pertama kali mendengar suara tangisnya saya langsung --------- nangis juga hehehe :P
iya... karena saya bingung harus berbuat apa, agar baby R berhenti nangis. Mau saya susuin, ASI belum lancar. Mau saya gendong, badan masih sakit-sakit pasca melahirkan. Ya sudah nangislah barengan saya sama baby R :D (ibu yang aneh)

Tapi seiring berjalannya waktu, kemudian saya belajar. Saya belajar dari banyak media, seperti ; buku, internet dan petuah orangtua. Semua yang saya dapat tidak langsung saya aplikasikan ke baby R. Saya memilah mana yang sesuai dengan naluri, hati keibuan saya. Dan terlebih, saya juga memilih mana yang lebih mudah untuk dijalani.

Hari-hari saya terlewati indah penuh kejutan bersama baby R. Saya memiliki waktu 24jam untuknya. Karena saya memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Saya mandikan ia, saya ganti bajunya, saya timang-timang ia hingga terlelap. Saya dekap tubuhnya saat ia menangis. Saya beri ia ASI eksklusif untuk tumbuh kembangnya. Saya relakan jam tidur saya yang semakin hari semakin 'ngawur' hanya untuk menemani ia yang terjaga tengah malam. Saya bahkan terkadang sampai tak mandi saking tidak bisanya saya melihat baby R sendiri meski ia sedang lelap tertidur. Semuanya hanya untuk baby R.

Berawal dari trial and error hingga kemudian saya dapat mengerti bahasa tubuhnya.
Pernah suatu hari ia mengangkat-angkat kepalanya saya pikir ia ingin digendong ternyata setelah digendong, dia malah nangis. Lalu saya coba memberi ASI, tetap nangis. Kemudian saya liat popoknya mungkin basah, ternyata tidak. Saya mulai bingung. Mukanya memerah, ia semakin tinggi mengangkat kepala. Saya mencoba tenang dan tidak panik. Saya ajak bicara dia, saya dongeng-dongengi. Akhirnya dia tertawa lebar. Dari situ saya mulai mengerti. Kebutuhannya akan diperhatikan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya usia baby R.

Benar kata orang, "Kalau tidak pernah salah, maka darimana akan bisa benar" Kalau benar terus, maka saya tidak akan pernah bisa belajar dari kesalahan. Iya kan? Dari situlah saya kemudian mempelajari trial and error dalam merawat bayi mungil saya.

Saya juga pernah salah bahkan cenderung ceroboh, tetapi saya selalu berusaha berbenah diri agar kesalahan - kesalahan yang sama tidak terulang lagi.

Jadi kesimpulannya. Saya tidak pernah sekolah ambil jurusan management bayi. Semua saya dapat dari 'alah bisa karena biasa' semakin sering saya berinteraksi dengan baby R, maka semakin saya dapat belajar memahami bahasa dia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline