Kesenjangan sosial antara teman tuli dan dengar di Universitas masih menjadi isu yang perlu dibahas. Meskipun telah ada upaya untuk memperkenalkan bahasa isyarat dan membangun aksesibilitas, namun masih banyak hambatan yang dihadapi oleh teman tuli dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Teman tuli sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan teman-teman dengar, karena kurangnya pemahaman tentang bahasa isyarat. Selain itu, infrastruktur universitas yang belum memadai juga menjadi hambatan bagi teman tuli untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan akademik dan non-akademik.
Beberapa universitas lain telah berupaya membangun inklusi dan kesetaraan bagi teman tuli. Misalnya, Universitas Padjadjaran telah mengadakan webinar tentang bahasa isyarat dan aksesibilitas untuk teman tuli. Sementara itu, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga telah melakukan penelitian tentang kesetaraan bahasa isyarat sebagai identitas tuli.
Komunitas seperti Semangat Muda Tuli (SeMuT) juga berperan penting dalam membangun inklusi dan kesetaraan bagi teman tuli. Komunitas ini telah melakukan pelatihan bahasa isyarat dan sosialisasi untuk masyarakat.
Untuk membangun inklusi dan kesetaraan yang lebih baik, perlu dilakukan beberapa hal yaitu meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang bahasa isyarat dan budaya tuli, membangun infrastruktur universitas yang lebih aksesibel bagi teman tuli, mengadakan program pendidikan dan pelatihan bahasa isyarat untuk mahasiswa dan dosen, dan membangun komunitas yang inklusif dan mendukung bagi teman tuli.
Dengan mengupayakan hal-hal tersebut kita dapat membangun lingkungan universitas yang lebih inklusif dan setara bagi semua mahasiswa, termasuk teman tuli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H