Lihat ke Halaman Asli

Pendekatan Personal Sebagai Fundamental Pengkaderan

Diperbarui: 29 Januari 2025   10:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber: Istimewa | Foto: Soe Hok Gie)

Pengkaderan dalam organisasi sering kali dipahami sebagai sebuah sistem yang berulang dari generasi ke generasi. Ia adalah siklus yang terus melahirkan sosok baru, menggantikan mereka yang telah usai berjuang. Namun, dalam perjalanan panjangnya, pengkaderan sering terjebak dalam romantisme kebersamaan yang justru mengaburkan esensi fundamentalnya.

Pendekatan personal sering disebut sebagai fondasi awal dalam pengkaderan. Sebelum menyentuh ranah yang lebih masif, individu terlebih dahulu perlu didekati secara personal. Sebuah konsep yang, jika dilakukan dengan tulus, tentu dapat melahirkan kader-kader yang kuat secara ideologis maupun emosional. 

 Apakah pendekatan personal ini benar-benar terjadi dalam praktiknya? Ataukah hanya sekadar retorika indah yang mewarnai proposal kaderisasi tanpa benar-benar diterapkan?

Karena, setiap individu datang ke organisasi dengan latar belakang, motivasi dan ekspektasi yang berbeda. Idealnya, pendekatan personal harus menjadi jembatan yang menghubungkan organisasi dengan kader secara autentik, Bukan menjadi instrumen perekrutan belaka, yang dimana Individu didekati bukan untuk dipahami, tetapi untuk diarahkan sesuai kebutuhan organisasi. 

Ia tidak dimulai dengan memahami orientasi hidup kader, tetapi lebih sering dipaksakan agar sejalan dengan visi kolektif yang belum tentu relevan dengan dinamika individu. 

Jika penerapannya tidak benar maka Pendekatan personal hanya akan kehilangan maknanya. 

Dimana: kaderisasinya hanya menuntut keseragaman, bukan menerima keberagaman pemikiran. 

Lebih jauh lagi, ada pula narasi bahwa kaderisasi akan berjalan dengan baik ketika kesamaan emosi dan pemahaman telah tercapai. Ini adalah ilusi yang harus segera diurai. Penyamaan emosi bukanlah jaminan keberhasilan pengkaderan, justru dalam perbedaan dan dialektika yang sehatlah seorang kader bisa tumbuh lebih matang. 

Organisasi tidak boleh sekadar menjadi tempat yang menampung individu yang seragam pemikirannya, melainkan harus menjadi ruang yang mampu mengakomodasi keberagaman ide dan perspektif.

Jika pendekatan personal memang diklaim sebagai tahap paling dasar dalam kaderisasi, maka harus ada pergeseran paradigma.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline