Stres dapat diartikan sebagai kondisi kekhawatiran atau ketegangan mental yang disebabkan oleh situasi yang sulit. Stres merupakan respons alami manusia yang mendorong untuk menghadapi tantangan dan ancaman dalam hidup. Stres mempengaruhi pikiran dan tubuh (WHO, 2023). Stres adalah reaksi seseorang baik secara fisik maupun emosional (mental/psikis) apabila ada perubahan dari lingkungan yang mengharuskan seseorang menyesuaikan diri (Kemenkes RI, 2024).
Ketegangan dan tekanan merupakan arti dari kata Stres yang berasal dari bahasa Latin "stringere". Menurut jurnal Nur dan Mugi (2021), reaksi tubuh terhadap perubahan yang membutuhkan respon, regulasi, atau adaptasi fisik, psikologis, dan emosional disebut Stres. Stres dapat muncul akibat situasi, kondisi, dan pemikiran yang menyebabkan frustasi, kemarahan, kegugupan, dan kecemasan.
Menurut Lubis (2009) dalam jurnal (Lubis, Ramadhani dan Rasyid, 2021), tekanan adalah sensasi negatif yang timbul karena suatu masalah yang berada di luar kendali seseorang, atau karena perubahan dalam pikiran dan tubuh seseorang. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, ketidaknyamanan, atau kecemasan yang berlebihan yang berdampak pada kesehatan fisik dan mental individu.
Tekanan yang sering dialami oleh mahasiswa disebut sebagai tekanan akademik. Tekanan akademik merupakan ketegangan yang dirasakan oleh siswa atau mahasiswa terkait kemampuannya untuk menguasai ilmu pengetahuan. Tekanan akademik didefinisikan sebagai gangguan fisik, mental, atau emosional yang terjadi karena tidak sesuainya lingkungan dan sumber daya yang dimiliki oleh mahasiswa, sehingga mereka semakin terbebani dengan berbagai tekanan dan tuntutan di sekolah. Tekanan akademik merupakan respons yang muncul karena banyaknya tuntutan dan tugas yang harus dikerjakan oleh mahasiswa (Pranata dan Asfur, 2021).
Tiap kali terjadi perubahan dalam kehidupan, individu selalu mengalami tekanan. Kita mungkin akan sering menghadapi sejumlah situasi atau peristiwa yang menimbulkan tekanan. Namun, tidak semua orang dapat merespons tekanan dengan cara yang sama karena adanya perbedaan persepsi terhadap peristiwa atau situasi yang dihadapi oleh individu. Apa yang menjadi penyebab tekanan bagi seseorang belum tentu menjadi penyebab tekanan bagi orang lain.
Menurut Abdalqader et al. (2018) insomnia adalah gangguan tidur yang dialami seseorang sehingga menyebabkan kebutuhan tidur tidak terpenuhi secara kuantitas maupun kualitas. Tanda dan gejala seseorang mengalami insomnia adalah kesulitan untuk tertidur lelap sepanjang malam atau tidur jadi mudah terbangun, kesulitan memejamkan mata untuk tidur nyenyak sepanjang malam, tidak pernah puas dengan kualitas tidurnya (Syamsoedin, Bitjuni, & Wowiing, 2015). Lebih lanjut lagi Owens (2014) penderita insomnia akan mengalami gangguan emosi, penurunan fungsi kekebalan tubuh, dan menurunkan fungsi kognitif.
Tidur dibutuhkan oleh setiap individu untuk dapat menjaga status kesehatan pada tingkat yang optimal. Tidur dapat memulihkan kondisi tubuh, meningkatkan memori seseorang, mengurangi stres, depresi, kecemasan serta menjaga keseimbangan kemampuan dan konsentrasi saat melakukan berbagai aktivitas (Berman, A & Synder, S 2012).
Menurut Ichsandra, Wilson Raharjo (2019). Semakin tinggi tingkat stres yang dialami seseorang maka akan semakin tinggi insomnia yang dialaminya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat stres yang dialami seseorang maka semakin rendah juga insomnia yang dialaminya. Sehingga dapat diindikasikan bahwa terdapat hubungan antara tingkat stres terhadap insomnia pada mahasiswa. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rosita (2021) Banyak mahasiswa yang memiliki kualitas tidur yang buruk, kualitas tidur yang buruk dapat mempengaruhi tingkat depresi, kecemasan, dan stres pada mahasiswa. Menurut Saswati (2020) stres dan insomnia sama saling terkait, stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan tidur (insomnia). Individu yang memiliki tekanan stres akan sulit tertidur atau mempertahankan kualitas tidurnya.
Stres merupakan respons alami tubuh terhadap tantangan, dan tekanan akademik yang dialami mahasiswa seringkali berujung pada stres. Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan insomnia, yaitu gangguan tidur yang ditandai dengan kesulitan untuk tidur nyenyak atau mempertahankan kualitas tidur. Insomnia yang dialami mahasiswa berdampak pada kesehatan fisik dan mental, termasuk penurunan fungsi kognitif dan kekebalan tubuh. Semakin tinggi tingkat stres yang dialami seseorang, semakin tinggi pula risiko mengalami insomnia. Sebaliknya, jika mahasiswa mampu mengelola stres dengan baik, maka risiko terjadinya insomnia dapat diminimalisir, sehingga mahasiswa mampu mempertahankan kesehatan fisik dan mental yang lebih baik.
Referensi :
World Health Organization. (2023). Stress. Diakses dari https://www.who.int/news-room/questions-and-answers/item/stress