Lihat ke Halaman Asli

“Gue udah nggak galau lagi woooyyy"

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Helai demi helai kertas nan suci ini kuwarnai. Tentu dengan pena yang kian menari-naridalam sajak yang tak berujung. Memaknai kelam hidupku beberapa pekan ini. Butiran hangatpun selalu menyapa kedua kelopak mataku, kelopak mata yang sudah tak segar lagi. Layu bagai tak pernah merasakan indahnya mentari pagi. Ingin rasanya kututup mata ini selamanya, membiarkan tenggelam dalam buaian ketenangan yang telah lama aku rindukan. Namun semua itu tidak semudah yang aku bayangkan.

Sosok kekarmu yang kharismatik bergelayut dalam fikiranku. Tak pernah membayangkan sebelumnya kehangatan cintamu akan pudar, terbawa oleh gelombang lautan yang menghadang. Masih terdengar nyata saat sosok yang pernah kukagumi ucapkan janji untuk kembali kepadaku. Namun dengan ringannya kaulepaskan tali cinta kita, hanya karena alasan yang tidak sesuai dengan akal sehatku. Semakin kuingat semakin terasa sembilu ini mengguncang jiwa, menggores asa. Ingatkah dirimu saat kita melukis cinta di langit sore itu? Dan ingatkah saat engkau akan datang ke rumah meminta restu orangtuaku? Semua janji itu musnah terbawa angin kelabu yang membutakan mata hatimu. Untaian mutiara kasih tlah kauputuskan hanya karena engkau sudah merasa lebih bahagia disana, di Negara tetangga. Negara yang memisahkan rajutan harapan yang pernah tercipta. Negara yang sejenak membuat aku benci, karena tlah merenggut cintaku dan menukarnya dengan kebahagiaan yang lain. Tapi hal ini sangat bodoh, tak perlu lagi memutar kata dan melempar lembing kepada orang lain. Karena perjalanan hidup seorang manusia sudah dicatatkan oleh-Nya, Tuhan mempunyai sekenario yang lebih indah untuk hamba-Nya.

Tak perlu lagi uraikan air mata, tak perlu lagi alunkan gundah. Karena mentari akan selalu indah, bahkan jika hatiku bisa merelakanmu dan membuka lembaran baru dengan hati yang baru, maka kuyakin keindahan mentaripun akan terkalahkan oleh semburat sinar hatiku.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mataku terseret pada sebuah buku diary lama yang usang. Harusnya buku itu sudah hilang dari peradaban, namun mengapa mata ini terpancing untuk sedikit membacanya? Hmmm, tidak ada yang menarik sebenarnya. Ingin rasanya teriak pada buku itu, “Gue udah nggak galau lagi woooyyy.”

Kautahu mengapa aku begitu bahagia sekarang? Galau yang pernah mendera entah berhulu ke mana. Karena aromanya tak pernah arungi hidupku lagi. Dulu, aku yakin dunia akan berpihak padaku. Benar saja, seorang yang luar biasa dengan sejuta cintanya datang memintaku menjadi pasangan hidupnya. Genap empat puluh enam hari lelaki 'pincang' itu temani hidupku. Setidaknya pahit dan manisnya kami lalui bersama. Namun perlu kauketahui, aku sangat bahagia bersamanya. Bukan karena dia tampan, bukan juga karena dia jutawan. Namun ketulusannya mampu redakan luka di jiwa. Jika boleh kugambarkan, dia bagaikan air. Kehadirannya mampu sejukan tanah yang gersang. Dia bagaikan sebuah kompas, petuahnya menuntun perjalanan hidupku. Ya, lelaki penyandang polio sejak kecil itu adalah raja di hatiku. Mengapa kukatakan raja? Karena gelar ratu pernah ia sematkan pada kerajaan hati ini. Sekali lagi kukatakan, dia adalah lelaki hebat. Indah perangainya mampu tutupi cacat kakinya. Ada segudang kehebatan yang takbisa kusebutkan padamu. Aku hanya ingin kautahu, bahwa inilah cinta. Kehadirannya mampu lengkapi segalanya. Jangan kauanggap aku wanita sempura, tidak! Sama sekali tidak sempurna. Bahkan sering kali aku minder dibuatnya.

Ahh, cinta itu bukan perkara sempurna atau tidak sempurna. Mana ada di dunia ini yang bisa sempurna. Manusia diciptakan dengan sebaik-baiknya. Bukan sempurna, tapi sebaik-baiknya... Ingat! Sebaik-baiknya. Maka semua yang tercipta oleh-Nya itulah yang terbaik. Termasuk ia yang sudah lengkapi hidupku.

Terima kasih wahai suamiku, kau adalah juara terbaik di kerajaan hatiku. Semoga kaumenjadi juara bertahan disepanjang hidupku, bahkan akhiratku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline