Penulis : Nawwal Rofahah
Ketika kita beranjak menuju dewasa, kita hanya akan diberikan dua pilihan. Memilih untuk menolak pilihan orang tua dan memilih pilihan kita sendiri atau memilih hidup mengabdi pada pilihan orang tua. Tetapi meskipun kita memilih salah satu pilihan tersebut, tanpa sadar kita akan memilih pilihan tersebut berdasarkan pengalaman yang kita alami di masa lalu. Pertanyaannya adalah, Apakah pilihanmu kini benar-benar dipilih oleh dirimu versi dewasa ataukah "anak kecil" dalam dirimu?
Banyak orang yang tidak menyadari bahwa luka semasa kecil yang belum sembuh akan mempengaruhi kepribadian seorang anak. Anak tersebut akan belajar dari apa yang ia rasakan dan apa yang ia lihat dari respon yang dilakukan oleh pengasuh atau orang tua mereka, ini juga lah yang menjadi salah satu faktor krisisnya kepribadian asli seorang anak di masa yang akan datang.
Meskipun kita pikir bahwa yang kita lakukan adalah sesuatu yang sebagaimana orang dewasa harusnya lakukan, nyatanya ada sisi di mana kita dikontrol oleh luka batin yang dirasakan "anak kecil" dalam diri kita terutama ketika kita sedang menghadapi sebuah masalah. Luka yang dialami oleh "anak kecil" atau juga "Inner child" semasa masih berada dalam pengasuhan yang kemungkinan berawal dari trauma, rasa diabaikan, rasa diolok-olok, atau bahkan bentakan yang diterima telah melukainya. Pengasuhan ini pun mungkin tidak disadari oleh sang pengasuh sendiri, karena sebagian besar luka masa kecil hadir karena luka semasa kecil sang pengasuh yang belum sembuh pula.
Ketika sewaktu kecil wajar bukan untuk anak perempuan bermain rumah-rumahan, mengasuh anak, dan bertingkah seolah dia bertanggung jawab atas rumah itu? tetapi jelas kita sadari ketika beranjak dewasa bahwa semua itu adalah tanggung jawab bersama. Atau ketika sang kakak diberi perintah untuk mengalah pada adiknya tanpa adanya hak untuk mengungkapkan isi hati kerelaannya adalah hal yang biasa dilakukan dalam pengasuhan? Meskipun begitu, bukan berarti pola pengasuhan ini tidak bertanggung jawab, tetapi bukan berarti pula ini adalah hal yang patut dibiasakan dalam pengasuhan.
Secara karakteristik, orang-orang dengan "inner child" yang terluka menunjukan mengalami masalah pada kepercayaan, rasa ketergantungan, disfungsi Keintiman, perilaku kedisiplinan, serta adiktif dan kompulsif. Akibatnya timbul rasa mudah marah, rasa terjerat, rasa ingin menyakiti diri sendiri, takut disakiti orang lain, merasa tidak berarti, takut ditinggalkan, serta mempercayai bahwa ketika sesuatu yang diharapkan telah tiba akan membuatnya lebih bahagia. Perilaku ini pun pada dasarnya sebuah bentuk pertahanan diri dari "bahaya" yang telah terekam secara otomatis oleh ingatan seorang anak.
Yang dapat kita lakukan untuk berdamai dan menyembuhkan diri sendiri dimulai dengan berbicara pada sosok "anak kecil" untuk mengenali bagaimana dirimu mendapat luka itu. lalu rasakan luka itu, ntah rasa amarah, bingung, kesedihan, apapun itu. dan yang terakhir adalah penerimaan. Kita yang memegang kendali atas rasa itu.
Menyembuhkan dirimu sendiri adalah langkah awal melihat dirimu yang sebenarnya, dan rasa Self-love atas dirimu sendiri, Karena pengalaman yang telah kamu alami akan berdampak pada cara pandangmu melihat dunia dan bagaimana kamu menghadapinya.
Satu hal yang menyenangkan menjadi dewasa adalah otak kita bebas berfikir dan merasakan apa yang kita mau, apa yang kita butuhkan, dan bagaimana untuk menyelesaikannya. Inilah cara kemungkinan mengubah hidupmu dan kehidupan yang akan kamu ciptakan.
Referensi:
Earnshaw, E. (2019, August 3). Inner Child. Inner Child 101.