Lihat ke Halaman Asli

Moh Nur Nawawi

TERVERIFIKASI

Founder Surenesia

Interpretasi Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur: Dialektika, Dinamika, dan Probabilitas

Diperbarui: 20 Februari 2024   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nelayan menurunkan ikan tuna hasil tangkapan mereka di pelabuhan Benoa, Bali.(AFP/SONNY TUMBELAKA)

Kerangka Berpikir Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur

Berangkat dari upaya untuk menekan laju eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan yang tidak terukur, sehingga mengakibatkan pola eksploitasi membabi buta yang berdampak pada laju penangkapan ikan berlebih hingga kerusakan ekologi kelautan. 

Disamping itu berdasarkan data hasil kajian dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan atau Komnas KAJISKAN, pada tahun 2022 bahwa potensi lestari perikanan tangkap Indonesia adalah sebesar 12,01 juta ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 82 persen.

Maka prakiraan potensi ikan tertangkap pada tahun 2022 mencapai 1,5 juta ton dengan nilai PNBP sebesar 3,875 triliyun rupiah, sedangkan tahun 2024 potensi ikan tertangkap mencapai 5 juta ton, dengan nilai PNBP sebesar 14,554 triliyun rupiah.

Melihat kondisi pemanfaatan serta peluang tersebut pemerintah menggagas kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Di mana konsep kebijakan tersebut merupakan komponen yang membentuk dan merangkai end-to-end bisnis proses perikanan tangkap, terkuantifikasi/terukur. 

Tentunya kebijakan tersebut memerlukan akurasi estimasi potensi, pengalokasian jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan kuota penangkapan ikan.

Sumber: https://ledadiklat.com/

Untuk mengoptimalkan implementasi kebijakan tersebut tentunya perlu penguatan regulasi seperti peraturan pemerintah, permen, dan prosedur pelaksanaan. Hal tersebut sangat dibutuhkan agar sumber daya ikan dapat dinikmati nelayan beserta stakeholder kelautan dan perikanan. 

Pemerintah tentunya melakukan beragam pendekatan dengan berkonsultasi/berkoordinasi dengan setkab, kemenkeu, pemerintah provinsi/kab/kota, perguruan tinggi, DPR, BPK, LSM/NGO dan masyarakat nelayan untuk menuntaskan kebijakan tersebut.

Tapi tentunya perlu diingat bahwa kebijakan apapun itu, selalu perlu waktu untuk pembelajaran dan tentunya akan menuai pro dan kontra untuk itu perlu adanya dealiktika yang benar-benar sesuai dengan tujuan utama yaitu untuk menjaga keseimbangan antara ekologi dan ekonomi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline