Pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan adalah sebuah sistem pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan untuk kesejahteraan masyarakat dengan menerapkan keseimbangan secara sosial ekonomi masyarakat serta kelestarian ekosistem kelautan dan perikanan itu sendiri.
Indonesia dengan keaneka ragaman kekayan laut tentunya memiliki tantangan yang cukup besar serta kompleks dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanannya. Luasnya perairan, kondisi geografis serta sosial masyarakat menjadi tantangan tersendiri yang harus menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan pembangunan perikanan yang baik.
Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan, termasuk bidang perikanan, mencakup tiga aspek utama, yaitu: ekologi, ekonomi, dan sosial. Tanpa keberlanjutan ekologi, misalnya penggunaan teknologi yang merusak atau tidak ramah lingkungan, akan menyebabkan menurunnya sumber daya ikan bahkan juga bisa punah, sehingga akibatnya kegiatan ekonomi perikanan akan terhenti dan tentu akan berdampak pula pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat yang terlibat kegiatan perikanan. Kemudian, tanpa keberlanjutan ekonomi, misalnya rendahnya harga ikan yang tidak sesuai dengan biaya operasional, maka akan menimbulkan eksploitasi besar-besaran untuk dapat menutup biaya produksi yang dapat merusak kehidupan ekologi perikanan. Begitu pula tanpa keberlanjutan kehidupan sosial para stakeholder perikanan maka proses pemanfaatan perikanan dan kegiatan ekonominya akan menimbulkan berbagai konflik sosial di masyarakat penggunanya
Upaya pengelolaan perikanan telah banyak digulirkan oleh pemerintah sehingga banyak dilahirkan regulasi-regulasi yang menjadi patokan serta pengatur usaha tersebut, tapi mengelola kelautan dan perikanan di Indonesia bukanlah hal mudah sehingga masalah -- masalh selalu muncul, seperti kesenjangan usaha antara pelaku usaha dengan modal besar dengan para masyarakat pesisir yang tidak memiliki modal, praktik penangkapan ikan secara haram Illegal, Unregulated and Unreported (IUU) Fishing, rumitnya perizinan serta keterbatasan pengawasan sumberday kelautan dan perikanan tersebut. Untuk itu perlu adanya sebuah konsep yang mampu mempermudah dalam mengelola dan mengawasi sumberdaya kelautan dan perikanan dengan memperhatikan prinsip -- prinsip diatas salah satunya adalah sebuah konsep pengelolaan perikanan secara terbadu berbasis area (cluster).
Cluster Based Fishing Industry atau pengelolaan industri perikanan berbasis cluster (area) merupakan konsep penggabungan pengelolaan dengan pengaturan jumlah kapal dan persyaratan adanya industri pengolahan di darat serta fishing ground yang ditetapkan. Daerah penangkapan yang selama ini terbagi dalam 9 WPP (Wilayah Pengelolaan Penangkapan), dibagi dalam sistem zonasi sesuai area penangkapan (cluster system) dimana diharuskan adanya pembangunan Industri terpadu di area daratan yang berdekatan dengan fishing ground seperti Industri pengolahan serta Industri yang mampu mensuply kegiatan operasi pennagkapan ikan di Area tersebut.
Cluster dalam konteks ini diartikan suatu kawasan industri terpadu, dimana kegiatan hulu sampai hilir perikanan berada dalam satu kawasan baik darat maupun lautnya.
Tiap cluster diberikan hak pengelolaannya kepada perusahaan, koperasi atau komunitas masyarakat hingga individu pelaku perikanan dengan menerapkan persyaratan yang disesuaikan dengan kebutuhan baik sosial ekonomi masyarakat maupun upaya menjaga kelestarian ekosistem sumberdaya kelautan dan perikanan.
Konsep pembangunan perikanan terpadu tidak lepas dari upaya memciptakan regulasi perikanan yang komperehensif dalam hal ini upaya pemberian izin industri penangkapan ikan merupakan satu paket dengan izin industri yang berhubungan dengannya.
Jadi bagi pemilik kapal yang tidak punya industri, maka minimal harus membangun kerjasama dalam bentuk kerja sama usaha (joint venture) atau kerja sama permodalan/investasi (joint investment) dengan industri yang ada baik dalam bentuk penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Jumlah kapal penangkap dan pengangkut yang diizinkan dalam suatu cluster disesuaikan dengan kapasitas industri pengolahan dan carrying capacity atau potensi ikan di kawasan laut yang diberikan. Dengan asumsi perhitungan kapasitas penangkapannya benar, maka pembatasan jumlah kapal yang beroperasi dalam cluster tersebut memberikan jaminan kepastian tiap kapal dapat menangkap dengan hasil tangkapan yang optimal.
Pemberian izin penangkapan dalam satu cluster merupakan hak pemanfaatan kawasan laut yang bersifat ekslusif. Artinya, Pemerintah memberikan hak pengelolaan kepada perusahaan, koperasi dan perorangan yang memenuhi persyaratan dalam kurun waktu tertentu (misalnya minimal 10 tahun), diserahkan sepenuhnya kepada pengelola.