Kita di hebohkan dengan demonstrasi nelayan dan keluarganya di Bengkulu, dimana para demonstran menuntut pelarangan operasi bagi nelayan cantrang. Demonstrasi terjadi berkaitan dengan konflik antar nelayan tradisonal dengan nelayan alat tangkap trawl selain itu fenomena konflik tersebut adalah salah satu permasalahan yang muncul dari efek kebijakan pelarangan alat tangkap trawl / Pukat harimau dan alat tangkap sejenis.
Konflik antar nelayan sudah sering terjadi bahkan sekitan tahun 2000an konflik serupa juga terjadi di Bengkulu, di pesisir utara pulau Jawa hingga Muncar Banyuwangi Jawa timur konflik nelayan trawl dengan nelayan tradisonal ( Non alat tangkap trawl ) masih sering terjadi sejak era tahun 1980an. Ada beberapa hal yang patut kita garis bawahi terkait konflik tersebut. Pertama kita semua disadarkan bahwa penggunaan alat tangkap jenis trawl selain merusak ekosistem perikanan juga memiliki dampak sosial masyarakat, dampak tersebut sangat berpengaruh bagi sosial ekonomi masyarakat pesisir khususnya nelayan dan keluarganya. Kedua, melihat perjalanan konflik nelayan yang serupa dan terjadi di beberapa daerah pesisir ada kesan bahwa peran pemerintah kurang maksimal dan masih hanya meredam secara insidentil sehingga akar permasalahan tidak kunjung diselesaikan yang berakibat terjadinya konflik serupa dikemudian hari. Ketiga, solusi penggantian alat tangkap trawl yang dijanjikan belum memuaskan pihak-pihak nelayan trawl sehingga pemerintah harus segera mencari solusi permasalahan ini.
Penyebab terjadinya konflik antara adalah beberapa factor sebagai berikut: Pertama, masih beroperasinya alat tangkap trawl (jaring pukat harimau) yang dilarang penggunaannya oleh pemerintah, disana juga perlu dilihat permasalahan kenapa masih terus beroperasi, hal ini terkait penggantian alat tangkap yang belum selesai terealisasi dan harapan nelayan trawl sendiri terkait jenis alat tangkap sebagai pengganti. Kedua, pelanggaran jalur penangkapan ikan, hal ini banyak terjadi dilapangan dimana para nelayan modern dengan kapal yang lebih besar dan alat tangkap yang lebih modern menangkap di zona penangkapan yang seharusnya menjadi zona penangkapan ikan bagi nelayan kecil. Ketiga, perbedaan teknologi penangkapan, Teknologi penangkapan yang berbeda adalah salah satu faktor pemicu permasalahan. Ke empat, kurang optimalnya fungsi dan peran kelembagaan atau institusi pemerintah dan belum tegasnya pelaksanaan hukum dan peraturan perikanan serta keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap nelayan yang dirasa belum maksimal.
Beberapa kebijakan telah digulirkan pemerintah untuk mengantisipasi konflik terjadi melalui upaya-upaya: Pertama, Kapal-kapal trawl dilarang untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di perairan nelayan tradisional (0-3 mil laut), jika memang tetap beroperasi, nelayan tradisional menghendaki adanya kontribusi kepada para nelayan tradisional berupa 5 % dari hasil tangkapan nelayan modern. Kedua, Penetapan jalur penangkapan yang jelas bagi nelayan tradisional dan bagi nelayan modern, sehingga tidak terjadi lagi pelanggaran jalur penangkapan,. Ketiga, Sikap tegas dari Pemerintah terhadap segala macam pelanggaran yang terjadi. Keempat, membangun mediasi dan kemitraan usaha antara nelayan tradisional dengan nelayan modern.
Tapi upaya-upaya tersebut masih dirasa belum maksimal karena masih bersifat insidentil, dimana pemerintah baru turun tangan jika konflik yang terjadi telah berbentuk benturan fisik seperti : penyerangan kapal-kapal di tengah laut, penyerangan rumah nelayan dan sebagainya, sedang upaya pra konflik terjadi dalam rangka mengantisipasinya belum ada yang dilakukan oleh pemerintah.
Secara umum keadaan sumber daya disuatu kawasan dipengaruhi oleh 5 faktor yaitu (1)Pengelolaan serta penataan sumberdaya perikanan lokal, (2)Konteks permasalahan sosial, ekonomi dan budaya, (3)Kebijakan Negara terkait pemanfaatan sumberdaya perikanan, (4)Permasalahan teknologi pengoperasian alat tangkap dan perkembangannya, (5)Kesenjangan akses sumberdaya sebagai akibat dari lemahnya teknologi dan modal usaha, dan (6)Pelanggaran hukum laut ini diindikasikan dilakukan oleh nelayan modern, sehingga merugikan pihak nelayan tradisional. Pelanggaran tersebut akhirnya mengancam upaya tradisional karena melakukan penangkapan ikan di teritorialnya
Dengan memperhatikan aspek sosial, budaya dan kepentingan ekonomi masyarakat nelayan, solusi pemikiran untuk mengatasi konflik sosial dalam memperebutkan sumber daya perikanan, bukan merupakan persoalan yang mudah dilaksanakan. Prinsip dasar umum yang perlu dikembangkan untuk menghindari konflik kepentingan antar kelompok masyarakat nelayan adalah bahwa strategi dalam memanfaatkan potensi sumber daya yang tersedia harus mempertimbangkan pendekatan menyeluruh tentang jumlah biaya dan keuntungan yang akan dicapai dari proses eksploitasi sumber daya tersebut. Oleh karena itu, strategi pemanfaatan sumber daya perikanan harus memperhatikan interaksi positif antara kepentingan ekonomi dan lingkungan.
Dalam mengamati keadaan potensi sumber daya perikanan dan latar belakang konflik sosial antar kelompok masyarakat nelayan, tekanan yang semakin kuat dari berbagai aspek terhadap sumber daya perikanan harus dikurangi. Perencanaan kebijakan pembangunan dalam memanfaatkan sumber daya perikanan yang berorientasi pada ideologi produktifitas dan cenderung over eksploitasi perlu dikaji ulang dan diredefinisi. Dengan kondisi sumber daya perikanan yang semakin langka dan terbatas, modernisasi peralatan tangkap dalam bentuk apa pun belum tentu positif dan dapat menjamin kelangsungan hidup masyarakat nelayan dikawasan tersebut. Terdapat kecenderungan yang besar bahwa pengoperasian peralatan tangkap yang lebih canggih, semakin memperderas arus keserakahan nelayan-nelayan dalam mengeksploitasi sumber daya perikanan sehingga berdampak serius terhadap kelestarian sumber daya.
Beberapa hal yang bisa kita lakukan agar konflik nelayan bisa dihindari sekaligus sebagai upaya mendukung pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan mengedepankan kesejahteraan rakyat dan keseimbangan ekosistem perikanan.
Pertama, Melakukan langkah-langkah preventif agar gejolak-gejolak konflik bisa diredam sehingga tidak berujung pada aksi-aksi anarkhis yang merugikan, dengan cara sering diadakannya dialog dan mediasi ketika ditengarai adanya gesekan-gesekan kepentingan antar nelayan.
Kedua, Kebijakan pemerintah terkait pelarangan suatu alat tangkap tentunya harus dibarengi dengan solusi alternatif penggantian yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat nelayan dan kondisi sosial ekonomi serta geografi setempat, agar kebijakan tidak terus menuai pro dan kontra dan tidak menimbulkan konflik-konflik baru ditengah masyarakat.