Lihat ke Halaman Asli

Moh Nur Nawawi

TERVERIFIKASI

Founder Surenesia

Mengejar Profit Merugikan Murid

Diperbarui: 29 Februari 2016   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Surat dari Lembeh untuk yang berkonflik di Yayasan PERPENAS Banyuwangi

Pagi ini udara selat lembeh Sulawesi Utara terasa dingin, malas rasanya bangun dari pembaringan, sambil merenung ada beragam gejolak yang berkecamuk dalam pikiranku, akumulasi dari apa yang aku dengar dan aku liat dari betebarannya berita di media masa, iya berita yang membuatku risih, bukan berita politik nasional dan berita tentang perikanan yang gencar, berita datangnya dari sebuah kota paling ujung timur pulai jawa yakni Banyuwangi, kota yang mulai bersolek bak abege yang lagi tumbuh berkembang, kayak ada manis–manisnya gitu he he he  maaf jadi kayak iklan.

Ada berita seputar lembaga pendidikan yang lagi di goyang perseteruan akibat dualisme kepemimpinan yayasan yang saling sikut–sikutan, sebuah yayasan lokal sih, bahkan jika saat ini belum ada sosial media saya rasa orang daerah sini tidak akan mengetahui berita itu, sekarang yang jadi pertanyaan kenapa saya jadi ikutan risih toh saya lagi berada di selat lembeh, pembaca tau kan selat lembeh adalah salah satu destinasi  wisata di Sulawesi utara yang memiliki keindahan panorama bawah laut yang tidak kalah dengan Bunaken. Lho kok jadi iklan wisata mirip kang Anas Bupati Banyuwangi jadinya he he he kembali fokus, yayasan yang saya bicarakan ini adalah yayasan yang menaungi sebuah Universitas  di Banyuwangi, iya universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi yang dulu pernah saya duduk dibangku ruang kelasnya yaitu yayasan PERPENAS Banyuwangi.

Ketika manusia berpikir dan berorientasi kepada profit atau keuntungan secara pribadi, kalau di dunia usaha sih sah sah saja tapi jika terjadi di dunia pendidikan maka akan berdampak pada anak didiknya, hal itu yang bisa saya simpulkan dari beragam pemberitaan seputar perebutan kepemimpinan yayasan perpenas Banyuwangi. Andai kata kedua belah pihak lebih mengedepankan kepentingan masyarakat khususnya para  peserta didik dan keluarganya maka perseteruan itu tidak bakal terjadi, kedua belah pihak harusnya mampu menciptakan sebuah formula solusi dalam perseteruan itu. Regenerasi, reformasi atau apalah yang berhubungan dengan pergantian kepemimpinan sebuah institusi adalah wajar terjadi, bahkan wajar juga bila ada gesekan karena memang kedua belah pihak memiliki pendukung yang saya rasa sama-sama kuat dan pastinya memiliki kepentingan di belakang gerbong.

Tapi sebagai pemimpin sebuah institusi pendidikan yang katanya telah lama berdiri dan banyak menelurkan pemikir–pemikir harusnya mampu meminimalkan pergesekan yang dapat berakibat fatal terhadap peserta didik, khususnya mahasiswa, terlebih dengan aturan–aturan yang sedang dirombak di kementerian Dikti tentunya konflik ini akan berimbas pada nasib para agen of change yang digadang–gadang mampu memimpin bangsa ini lima hingga sepuluh tahun kedepan. Iklim ilmiahpun akan terganggu , suasana edukasi dan intelektualitas yang selama ini menjadi lokomotif kampus akan sirna, boro – boro bicara pengamalan  Tri dharma perguruan tinggi terlebih pengabdian kepada masyarakat , untuk belajar tenang aja susah karena konflik yang tak berujung dan terus memanas.

Andaikan saya boleh mengusulkan kepada pihak–pihak yang saling mengaku sah sebagai pemimpin yayasan , lebih baik para yang terhormat tersebut mendirikan sebuah perusahaan di sektor riel memproduksi sebuah produk mungkin, silahkan para yang terhormat memiliki orientasi keuntungan yang besar di usaha tersebut, sah sah saja tentunya, tapi jika dalam memimpin sebuah institusi pendidikan kan ya kasihan para peserta didik anda, para mahasiswa anda. Mereka sudah memenuhi kewajiban dengan membayar biaya pendidikan yang tidak kecil tentunya tapi mereka terus disuguhi sandiwara konflik para yang terhormat. Cobalah dingat kembali cita–cita luhur saat awal lembaga tersebut didirikan, ikut mencerdaskan bangsa iya sebuah cita – cita yang luar biasa, tapi dengan konflik yang semakin hari semakin memanas  bagaimana mahasiswa yang anda gadang – gadang bisa mengaplikasikan ilmunya, bisa mengamalkan tri dharma perguruan tinggi seluas-luasnya, bisa bersanding dengan mahasiswa dari institusi lain di pekan ilmiah mahasiswa nasional ( PIMNAS ), bisa bersaing dan berdiskusi dalam sebuah forum mahasiswa nasional, semua itu akan jadi mimpi tanpa tidur kita semua jika mereka masih dipusingkan dengan kekhawatiran, dan aksi–aksi akibat konflik yang terhormat ciptakan.

Harusnya masih ada semangat positif bagi semua pihak khususnya para pemilik kepentingan untuk menata kembali sebuah institusi yang solid, memiliki tujuan hanya satu mecetak produk–produk insan cendikia sebagai jawaban dari tantangan global. Biaya besar konflik harusnya bisa dialihkan pada sektor pembenahan saranan dan prasarana pendidikan sebagai upaya pertangung jawaban institusi kepada masyarakat. Saya berpikir kita semua masih bisa mengedepankan nilai – nilai ajaran Bung Karno yang selama ini di dengung–dengungkan, musyawarah dengan kepala dingin untuk mencapai sebuah mufakat. Jangan sampai ini semua dijadikan ladang penghancuran cita–cita oleh oknum–oknum yang mengail di air keruh ini.

Ada pekerjaan rumah yang tidak bisa ditawar lagi harus segera diselesaikan oleh institusi pendidikan, khususnya yayasan perpenas Banyuwangi, tantangan global kedepan yang semakin besar, institusi pendidikan harus mampu menciptakan produk–produk yang memiliki daya saing tinggi, dengan bergulirnya MEA, CAFTA dan sebagainya, pemuda–pemudi indonesia dan tentunya para peserta didik perpenas Banyuwangi adalah bagian dari mereka harus mampu menjawab tantangan tersebut tentunya harus memiliki bekal yang mumpuni, dengan beragam pengalaman yang semua itu bisa di konsep dalam institusi pendidikan. Tapi jika para mahasiswa masih berkutat dalam tempurung kampus akibat sistem yang tidak jelas terlebih ditambah dengan konflik – konflik yang hanya akan membuat mereka semakin terpuruk, sudah saatnya lembaga menciptakan iklim ilmiah yang kondusif, suasana pendidikan yang harmoni, ada sebuah konsep pendidikan yang mampu meroketkan mereka tidak hanya menciptakan jago kandang terlebih diera informasi dan konseptual ini. Kita sudah memasuki era konseptual dimana siapa yang memiliki konsep itulah mereka yang mampu bersaing dan bertahan.

Menghentikan konflik dan kembali duduk bersama dengan mengedepankan kepentingan para peserta didik adalah langkah yang harus segera di tempuh, sudah waktunya kembali menatap masa depan, saatnya melengkapi fasilitas, pra sarana yang menunjang pendidikan, menciptakan iklim ilmiah yang berdaya saing, saatnya mencetak generasi penerus yang mapu menjawab tantangan zaman. Senua itu akan terwujud jika kedua belah pihak mampu mengesampingkan kepentingan pribadi masing–masing, ketika dulu para yang terhormat mengajarkan kami akan pentingnya mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi dan golongan, pentingnya musyawarah dan mufakat, pentingnya menanamkan semangat nasionalis untuk mewujudkan Indonesia yang bermartabat, maka sekarang kami ingin melihat para yang terhormat memberi contoh dan teladan yang akan kami tiru selamanya.

Semoga tulisan ini bisa memiliki kontribusi bagi permasalahan yanga ada, senua ini muncul karena rasa memiliki itu masih ada “ jangan mengorbankan murid hanya untuk mengejar profit “ 

Dari Selat Lembeh Sulawesi Utara 

MOH NUR NAWAWI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline