Kota Solo kembali berhias, kali ini seperti apa ya?
Selaras dengan julukan Solo sebagai kota toleransi, di area bundaran Gladak menuju titik nol, berlanjut sampai Kawasan Pasar Gede Solo seringkali terpasang ornamen yang menghadirkan suasana sesuai tema perayaan hari besar yang sedang berlangsung. Hal ini tentu menarik hingga menyedot animo masyarakat untuk datang dan berkunjung ke kota Solo.
Ketika Lebaran, kita bisa merasakan suasana Kampung Ramadhan, dengan deretan miniatur menara dan kubah masjid dunia, lampion ketupat hingga replika masjid.
Pada waktu Imlek, ada pemasangan lampion merah dan kuning beserta deretan maskot shio. Saat merayakan Natal, ada deretan ragam pohon natal hingga lampion boneka salju dan berbagai ornamen yang menghadirkan suasana khas Natal.
Begitu juga Ketika menyambut hari raya Nyepi, terlihat ornamen Hindu mulai dari penjor Bali berbahan daun lontar, pohon yang dipasangi kain poleng (kotak-kotak), pernak-pernik Nyepi hingga pawai Ogoh-ogoh.
Nah, kali ini giliran umat Buddha yang menyambut hari besarnya, yaitu Waisak. Sekedar informasi, hari Waisak bagi umat Buddha merupakan hari yang memperingati tiga peristiwa penting (Trisuci), yaitu:
- Kelahiran Pangeran Siddharta
- Pangeran Siddharta bertapa hingga mencapai pencerahan sempurna dan menjadi Sang Buddha
- Sang Buddha mangkat/ Parinibbana
Memasuki kawasan bundaran Gladak, mulai terlihat replika Stupa seperti yang biasa kita temui di Candi Borobudur. Menyusuri jalan Sudirman menuju titik nol kota Solo, tampak semarak warna-warni stupa, umbul-umbul berlampion sesuai warna bendera Buddhis hingga ornamen teratai.
Di depan Balaikota, terpasang panggung dengan ornamen stupa dan Rupang Buddha tidur sepanjang 3 meter beserta rupang lima murid sang Buddha.