Lihat ke Halaman Asli

Nawa Sri

Be Grateful to be ME...

Melalui Sebuah Ujian

Diperbarui: 12 Desember 2016   13:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: http://www.thewallpapers.org

Bergabung dengan sebuah lembaga pendidikan ternama sebagai seorang pemula, saya diharuskan mengikuti berbagai pelatihan, seminar hingga ujian akademis yang diadakan secara berkala. Semua itu tentu bertujuan untuk meningkatkan kualitas diri agar bisa menjadi lebih bermanfaat ke depannya.

Seperti sebelumnya, hari itu saya harus mengikuti suatu ujian yang kemudian dilanjutkan dengan acara seminar. Kedua kegiatan tersebut seperti biasanya akan dilakukan di kantor perwakilan yang terletak di kota tetangga tempat saya tinggal sekarang. Dan saya pun mulai terbiasa melakukan perjalanan bolak balik ke sana menumpang kereta atau terkadang naik bus yang memakan waktu antara satu hingga dua jam perjalanan.

Menjelang diadakannya ujian tersebut, saya berusaha mempersiapkannya sebaik mungkin. Mulai dengan mempelajari materi yang sekiranya akan diujikan hingga mengerjakan latihan-latihan soalnya. Saya tentu berharap bisa lolos dalam ujian tersebut untuk bisa naik ke tahap selanjutnya.

Malam hari sebelum ujian, hujan turun dengan lebat. Setelah mengerjakan beberapa latihan soal, tiba-tiba listrik padam. Saya pun memutuskan untuk beristirahat saja, mengumpulkan tenaga menghadapi ujian keesokan harinya. Saya berpikir hujan malam itu bisa menjadi pengantar tidur yang menyenangkan dengan bersembunyi dalam selimut kesayangan.

Bangun pagi hari berikutnya, ketika saya terbangun ternyata hujan belum juga reda. Mereka turun seolah tanpa jeda. Tak sederas malam sebelumnya namun cukup membasahi jika kita nekat menerjangnya. Dengan cuaca seperti itu tentu akan lebih menyenangkan untuk meneruskan tidur dengan meringkuk di balik selimut. Namun, pagi itu tentu tidak mungkin saya lakukan karena saya harus beranjak mempersiapkan diri menjalani ujian beberapa jam lagi.

Dalam kondisi seperti itu, tak disangka jalanan menjadi lebih macet dari biasanya. Laju kendaraan melambat, hingga saya pun terlambat beberapa menit sampai ke stasiun. Kereta pagi yang seharusnya saya tumpangi baru saja berangkat dan jadwal kereta berikutnya baru ada sekitar dua jam kemudian. Tak memungkinkan jika saya harus menunggu kereta selanjutnya.

Opsi kedua saya adalah naik bis. Perjalanan menuju ke terminal tentu membutuhkan waktu, maka saya memutuskan untuk menunggu di halte bis terdekat. Namun tak disangka, bis yang saya tunggu tak kunjung tiba. Begitu ada satu bus yang lewat ternyata tidak berhenti di halte tempat saya menunggu. Dengan kondisi pakaian dan sepatu yang agak basah, saya pun berpikir apa opsi saya selanjutnya.

Waktu terus berjalan, bahkan seolah berlari ketika kita menjadi semakin panik. Saya pun berasa dikejar-kejar waktu yang terus memburu. Ya, karena saya harus segera tiba di lokasi ujian dalam waktu kurang dari dua jam sebelum ujian dimulai atau saya harus mengikuti ujian susulan. Dalam situasi seperti itu sebetulnya bisa saja saya membatalkan perjalanan saya dan mengikuti ujian susulan pada jadwal ujian berikutnya. Tapi tentu saja saya akan rugi tenaga dan waktu. Saya pun memutuskan untuk tetap berangkat bagaimanapun caranya.

Sumber gambar: http://blogs.discovermagazine.com

Saat itu juga, saya melihat sebuah taksi terparkir di seberang jalan dan saya pun segera menerjang hujan untuk menghampiri taksi tersebut. Dengan sedikit tawar menawar akhirnya taksi tersebut menyanggupi permintaan saya untuk mengantar ke kota tetangga, meski saya pun harus merogoh kocek lebih dalam sebagai imbalannya. Dan akhirnya berangkatlah saya, bersiap mengikuti ujian dengan kondisi sebagian pakaian dan sepatu yang basah.

Dalam taksi tersebut awalnya saya berniat untuk kembali membuka materi ujian, namun saya urungkan. Saya pikir lebih baik dalam kondisi seperti itu saya menenangkan diri agar tidak semakin panik dalam menghadapi ujian. Saya pun mulai ngobrol dengan bapak sopir yang bisa dibilang tak sengaja tadi saya hampiri di pinggir jalan karena bukan di tempat mangkal taksi seperti biasanya. Ternyata beliau baru saja mengantar sang istri untuk membuka warung di pinggir jalan tadi. Yah, namanya rezeki, kata sang bapak.

Saya pun bercerita kalau saya sedang terburu-buru ke kota tujuan demi mengikuti ujian. Saya harus berpacu dengan waktu karena tak menyangka kalau hujan semalam tak kunjung reda hingga transportasi menjadi tak seperti perkiraan. Perjalanan saya pagi itu pun di luar rencana biasanya, mulai dari perjalanan ke stasiun yang terlambat, halte yang bahkan bisnya tidak mau berhenti hingga saya memutuskan untuk naik taksi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline