Lihat ke Halaman Asli

Navita Sari

Mahasiswi Sosiologi Agama, UIN Sumatera Utara

Meluruskan Stereotype Islam adalah Agama Teroris dan Radikal

Diperbarui: 11 Agustus 2020   00:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : canva.com

Jika kita melihat kebelakang, banyak sekali pemberitaan tentang kaum-kaum yang dianggap radikal dan mengatasnamakan agama. Banyak konflik yang terjadi akibat ulah sejumlah oknum yang kemudian dikaitkan dengan agama radikal. Pemberitaan di media pun turut membentuk stigma di masyarakat. Terutama mereka yang hanya mengetahui sedikit tapi berbicara seolah-olah mereka tau semua. Islam adalah agama yang indah dan damai. Sangat salah jika melihat seorang muslim atau muslimah yang  berpakaian sesuai sunnah lantas menyebutnya sebagai teroris.

Sebut saja konflik yang terjadi di Indonesia. Mengutip dari laman https://wahidfoundation.org ada kasus yang terjadi pada akhir tahun 2015. Dimana Densus 88 menangkap terduga teroris di beberapa daerah, misalkan di Cilacap, Sukoharjo, Mojokerto, dan Bekasi. Belum lagi kasus pengeboman gereja yang disinyalir merupakan tindakan terorisme yang mengatasnamakan Islam.

Kasus bom bunuh diri bertubi-tubi di tiga gereja, ledakan bom di Sidoarjo, serta bom bunuh diri di Polrestabes Surabaya (13-14 Mei 2018). Karena rentetan peristiwa di Surabaya dan Sidoarjo, setidaknya 28 jiwa terenggut, dan puluhan lainnya luka-luka. Sumber https://tirto.id

Sebenarnya, apa pengertian dari terorisme dan radikal?

 Menurut https://id.wikipedia.org definisi akademis tentang Terorisme tidak dapat diselaraskan menjadi definisi yuridis. Bahkan Amerika Serikat yang memiliki banyak act yang menyebut kata terrorism atau terrorist didalamnya, sampai saat ini pun masih belum dapat memberikan standar definisi tentang Terorisme, baik secara akademis maupun yuridis. Sejauh ini, Terorisme hanya dapat dikategorikan sebagai kejahatan dalam hukum internasional bila memenuhi kriteria yang disebutkan dalam 12 konvensi multilateral yang berhubungan dengan Terorisme.

Teror atau Terorisme selalu identik dengan kekerasan. Terorisme adalah puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence. Bisa saja kekerasan terjadi tanpa teror, tetapi tidak ada teror tanpa kekerasan. Terorisme tidak sama dengan intimidasi atau sabotase. Sasaran intimidasi dan sabotase umumnya langsung, sedangkan terorisme tidak. Korban tindakan Terorisme sering kali adalah orang yang tidak bersalah. Kaum teroris bermaksud ingin menciptakan sensasi agar masyarakat luas memperhatikan apa yang mereka perjuangkan.D

Dalam KBBI kata 'radikal' dan 'radikalisme' berbeda. Radikalisme punya tiga arti, yang pertama, 'paham atau aliran yang radikal dalam politik'. Kedua, 'paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis'. Ketiga, 'sikap ekstrem dalam aliran politik'.

Lalu apakah tindakan radikalisme dan terorisme selalu berasal dari Islam? Jawabannya tentu saja tidak. Kita ambil contoh gerakan terorisme yang dapat dikatakan terbesar bahkan sampai ke Indonesia, ialah ISIS. ISIS mengatasnamakan Islam dalam pergerakan mereka. Padahal semua yang mereka lakukan tidak pernah diajarkan dalam agama Islam. Bahkan aturan perang Islam adalah melarang membunuh anak-anak, perempuan dan kaum lansia.

"Rasulullah mewasiatkan kepada panglima perang atau pasukan, yang pertama agar ia dan pasukannya bertakwa kepada Allah. Di antara yang beliau katakan adalah "...jangan kalian membunuh anak-anak..." (HR. Muslim, 1731).

Dalam riwayat Abu Dawud, Rasulullah bersabda, "Janganlah kalian membunuh orang tua yang sudah sepuh, anak-anak, dan wanita..." (HR. Abu Dawud 2614, Ibnu Abi Syaibah 6/438, dan al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra 17932). Kutipan dari https://www.islampos.com

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline