Lihat ke Halaman Asli

"Akhirnya Sampai Juga ke Negeri Sakura"

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Terkejut...!", itulah yang aku rasakan pada saat mendapat sms dari salah seorang dosen menawarkan untuk mengikuti acara konferensi Biodiversity dan lingkungan di negeri sakura. Dosen yang sebulan lalu menguji ku dalam presentasi dan Tanya jawab sebuah abstrak paper tentang "Community Development"yang ku buat untuk mengikuti ajang Three University di Thailand, dan saat itupun aku tak lolos, tapi aku bangga dapat melawan ketakutan diri dan berani untuk tampil. Saat itu pertama kalinya memberanikan diri untuk ikut seleksi dengan bahasa Inggris yang sangat pas-pas an, demikian pula secara akademik nilaiku tak sebagus teman-teman di kelas. Bagaimana tidak sok berani, bicara bahasa inggris dengan teman sekelas saja tidak pede alias tidak percaya diri. Hanya keberanian, tekad dalam hati bahwa "aku harus ke luar negeri sebelum lulus dari kampus". Sebulan kemudian aku mendapat tawaran ke Jepang untuk mengikuti konferensi, ternyata aku pun satu-satunya mahasiswa Indonesia dalam Cop-10 Partnership project (Asia pacific Children and youth Biodiversity Ise Bay and Environmental Conference) and Symposium Oktober 2010. Konferensei se asia-pasifik yang meliputi Negara Jepang, Korea, Thailand, Mongolia, China, Russia, dan Indonesia. Memang ini rizki dari Allah, padahal bisa dibilang banyak mahasiwa bimbingan dosen tersebut yang sudah berkiprah secara internasional mengajukan diri untuk mewakili, tapi beliau lebih memilihku yang berkemampuan pas-pas an.

Takjub rasanya saat pertama kali tiba di bandara Narita, Jepang. Akupun masih tak percaya apakah ini kenyataan atau hanya sebuah mimpi, sepertinya tidak mungkin, tapi inilah kenyataan. Sedikit aku mengalami kesulitan saat aku terpisah dengan dosenku di Bandara, karena aku tak mampu menangkap lafal bahasa beberapa petugas bandara. Memang lidah mereka sangat susah untuk melafalkan bahasa inggris. Jepang adalah Sebuah Negara dengan keteraturan hidup yang bisa dikatakan luar biasa. Orang buta saja bisa beraktivitas layaknya orang normal, karena di tempat umum mereka memilki jalan khusus yang difasilitasi oleh pemerintah. Mereka cukup ramah dan sangat menghormati dan menghargai orang lain. Padahal bisa dibilang mayoritas penduduknya bukan muslim, kebanyakan diantara mereka mengaku tidak percaya pada tuhan, salah satu hasil percakapanku dengan salah seorang mahasiswa Jepang yang menjadi panitia saat kami santai makan malam. Seharusnya kita Negara Indonesia dengan mayoritas muslim yang memilki aturan hidup yang sangat mendetail, sempurna, mencakup seluruh aspek kehidupan, bisa lebih baik dari mereka. Tapi aku yakin suatu saat Indonesia juga mampu mewujudkan itu semua, kalau bukan kita sebagai generasi muda, siapa lagi? Mari berkarya sekarang juga.

Hari pertama acara konferensi dimulai dengan kunjungan ke tempat-tempat wisata edukasi lingkungan, keanekaragaman hayati, sebagai pengenalan alam jepang. Alam Jepang tak sebagus Indonesia kalo boleh saya berkomentar. Wilayah mereka bergunung-gunung dan secara keanekaragaman hayati masih sangat jauh kalahnya dengan Indonesia, namun luar biasanya mereka adalah sangat menghargai alam yang mereka miliki. Bahkan menurut salah seorang mahasiswa yang ku wawancarai alam seperti tuhan mereka, yang memberi mereka kehidupan. Pada acara tersebut, aku satu-satunya mahasiswa muslim dengan kerudungku, aku menjadi pusat perhatian mereka. Tak sedikit seorang dosen dan peserta yang suka memegang dan membelai kerudungku sambil memberikan pertanyaan-pertanyaan, aku jawab saja "aku memakainya karena aku seorang muslim".

Suzuki Masa, salah seorang mahasiswa jepang yang menjadi guide kami pada hari ke empat dan ke lima. Satu-satunya mahasiswa yang tertarik berdiskusi denganku hingga mendetail. Ada lagi Hanurak mahasiswa S2 dari Thailand yang banyak membersamai selama perjalanan dan saat jadwal santai makan, sampai sekarang kami masih sering kontak lewat jejaring social. "Masa" itulah panggilannya, usia dan bulan kelahiran kami sama mungkin itulah awalan yang membuat kami akrab.

"Are you believe God? " tanyaku

" yes I m believe God? " jawabnya

"What is your God"? aku balik bertanya

"I m Budhist, my God is not Sidarta Gautama, but my God is environment, my God is nature"

Ungkapnya, menjelaskan padaku.

" In my religion, there is somethink create this nature, create the environment and universe,

The names is Allah, are you sure that your God is Environment/nature?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline