Berada di pertigaan jalan raya jatinangor dan Jl. Bandung-Palimanan membuat zebra cross ini seringkali dilewati oleh truk bermuatan besar yang menuju Bandung, Cirebon maupun Tasikmalaya. Selain itu, posisinya yang berada langsung setelah belokan, menjadikan zebra cross depan kecamatan Jatinangor ini menjadi titik buta bagi pengendara bermotor saat ingin melewati jalan. Tidak menurunkan kecepatan kendaraan saat berbelok seringkali membuat pengendara ‘menyerempet’atau bahkan hampir menabrak penyebrang jalan yang melewati zebra cross tersebut.
Pengendara yang egois karena mungkin diburu oleh waktu, seringkali memutuskan untuk tidak menurunkan kecepatan mereka saat melakukan belokan kearah Tanjungsari. Hal tersebut seringkali menyebabkan kecelakaan untuk penyebrang jalan maupun pengendara. Ditambah lagi tidak adanya lampu penyebrangan jalan dan kaca cembung agar dapat melihat dua arah atau titik buta secara jelas, menjadi salah satu alasan mengapa zebra cross ini berbahaya, bahkan mengancam nyawa yang menggunakannya.
Walaupun tidak jauh dari sana terdapat dua zebra cross di depan Indomaret dan Puskesmas Jatinangor, pengguna jalan terutama mahasiswa masih seringkali menggunakan penyebrangan jalan depan kecamatan itu karena lebih dekat dan menjadi tempat angkot berwarna coklat untuk ‘mengetem’.
Bagi Natasha, mahasiswa Fakultas Ilmus Sosial dan Ilmu Politik angkatan 2022 yang telah tinggal di Jatinangor selama dua tahun lamanya, memilih untuk menyebrang di zebra cross depan kecamatan dikarenakan banyaknya mahasiswa dan pejalan kaki lain yang menyebrangi jalan menggunakan penyebrangan tersebut.
“Karena kebanyakan orang menyebrang disana,”
Walaupun ia sendiri menyadari pengendara yang seringkali tidak mengalah dan menurunkan kecepatan saat melakukan belokan di jalan tersebut, menurutnya adanya zebra cross tersebut bertujuan untuk digunakan sebagai alat penyebrangan jalan.
Berbeda dengan Dan, mahasiswa PMM Fakultas Keperawatan angkatan 2022 ini memilih untuk menyebrang jalan di zebra cross tersebut karena jalanan di Jatinangor yang macet sehingga jarang para pengemudi yang mau mengalah untuk memberikan jalan kepada para pejalan kaki kecuali di tempat penyebrangan jalan. Kebutuhannya untuk mencapai tempat kos yang berada di sisi seberang jalan membuatnya menggunakan zebra cross tersebut, di samping mempersingkat jalan menuju kos, menurutnya alat penyebrangan jalan ini juga sangat bermanfaat bagi pejalan kaki.
Penyebrangan jalan yang paling dekat menuju pusat kos dan tempat tinggal mahasiswa, Ciseke, menjadi alasan kenapa para mahasiswa dan pejalan kaki memutuskan untuk menggunakan zebra cross tersebut. Dengan hampir mempertaruhkan nyawa bagi para penyebrang karena keegoisan pengendara bermotor untuk menurunkan kecepatan kendaraannya, efisiensi waktu dan satu-satunya zebra cross yang ada dan dekat dengan tujuan mereka menjadi alasan terbesar zebra cross ini masih digunakan oleh para mahasiswa dan pejalan kaki hingga saat ini.
Zebra cross yang rawan kecelakaan ini sampai menyita perhatian mantan walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto untuk melihat langsung keadaan penyebrangan maut ini dan berbincang bersama mahasiswa Unpad lain untuk memikirkan dan mencari solusi terkait permasalahan yang sudah ada sejak lama ini.
Banyak saran, kritik dan tanggapan yang masuk dari para mahasiswa dan pengguna jalan. Diantaranya adalah pembangunan JPO (Jembatan Penyebrangan Orang), penghapusan zebra cross, rambu peringatan, hingga pemasangan kaca cembung untuk memperlihatkan titik buta bagi pengendara bermotor dan pengguna zebra cross. Namun bagi Adel, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya angkatan 2022 memiliki pendapat lain. Menurutnya, akan lebih efektif jika dipasangkan lampu penyebrangan dibandingkan jembatan penyebrangan orang (JPO)