Lihat ke Halaman Asli

Naura Zahrani Purti

Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Tapera, Membantu atau Mencekik Rakyat?

Diperbarui: 2 Juli 2024   20:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Jurnal Bengkulu

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) no. 21 Tahun 2024 yang sudah disahkan ini nyatanya memberikan banyak polemik dan penolakan dari rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, dalam peraturan tersebut gaji seluruh pegawai swasta, freelance, dan pegawai negeri sipil wajib untuk dipotong sebesar 3% (2,5% dari gaji dan 0,5% dari pemberi gaji). Bahkan jika ada yang menolak atau tidak mematuhi peraturan ini, BP Tapera akan mengenakan sanksi kepada pekerja berupa sanksi administratif. 

Menteri PUPR, Ir. Basuki Hadimuljono yang merupakan salah satu ketua komite BP Tapera merasakan bahwa banyak penolakan terhadap kebijakan potongan iuran untuk tabungan guna membantu rakyat lain agar dapat memiliki rumah dengan bantuan Tapera tersebut. Menurutnya jika masih banyak yang menolak dan tidak setuju terkait kebijakan itu, tidak ada salahnya untuk menunda kebijakan tersebut, walaupun memang sebenarnya peraturan ini berlaku pada 2027 mendatang. 

Kejanggalan dari kebijakan yang telah ditetapkan sejak 20 Mei 2024 ini tentu membuat rakyat tidak percaya dan geram. Masalahnya kebijakan ini juga wajib diberlakukan kepada pekerja yang sedang menyicil rumah atau sudah membeli rumah. Badan Pemeriksaan Keuangan bahkan menemukan bahwa dana Tapera sebanyak Rp. 567 Miliar tahun 2020-2021 belum juga dicairkan kepada peserta. 

Selain banyaknya kejanggalan yang ada, kebijakan Tapera ini juga dapat menyebabkan pengurangan tenaga kerja dan tingkat konsumsi rumah tangga yang ikut berkurang akibat kurangnya daya beli rakyat karena adanya pemotongan wajib dari iuran ini. Terutama dengan provinsi yang memiliki UMP rendah di Indonesia seperti Jawa Tengah, yang berkisar pada Rp. 2.000.000, maka besaran gaji yang dapat diterima pekerja hanya sekitar Rp. 1.940.000 perbulannya. 

Pemerintah jelas tidak memikirkan dampak negatif dan kemungkinan penyelewengan dana (seperti dikorupsi). Rakyat bisa saja mempercayai kebijakan tersebut dengan syarat transparansi iuran yang ditabung ke Tapera, sayangnya karena adanya korupsi terkait Kementan SYL hingga korupsi timah Rp. 300 Triliun, telah  menghilangkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. 

Selain itu kejanggalan seperti 'mewajibkan' bagi seluruh pekerja, maupun yang telah memiliki rumah terkesan memaksa. Bukanlah tugas rakyat untuk membantu rakyat lain, tugas pemerintah lah yang telah menerima pajak dan dipilih oleh rakyat untuk memberikan solusi lebih efektif tanpa harus memberatkan rakyat lain. Daripada mengundur kebijakan yang belum jelas manfaatnya bagi semua rakyat Indonesia, akan lebih baik mengevaluasi kebijakan Tapera ini dan mengoptimalisasi kekayaan alam Indonesia untuk rakyat Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline