Lihat ke Halaman Asli

Naura IntanAsSyifa

Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Konflik Manusia dengan Satwa Liar yang Tak Berujung

Diperbarui: 15 Juni 2023   00:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lereng Bukit. Foto: Unsplash.com

Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia menjadi ciri khas Indonesia. Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang setiap pulaunya memiliki keunikan tersendiri. Salah satu keunikan dari setiap pulau di Indonesia adalah banyaknya satwa endemik. Penduduk Indonesia yang bertempat tinggal di sekitar hutan akan lebih sering bertegur sapa dengan satwa liar. Sayangnya, kehidupan antara penduduk dengan satwa liar tidak selalu berjalan harmonis.

Konflik manusia dengan satwa liar sering ditemui, terutama di Pulau Sumatera. Pulau Sumatera memiliki satwa endemik yang menjadi ciri khas satwa Indonesia yaitu Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera. Penduduk yang bertempat tinggal di sekitar hutan seringkali menemui sekelompok gajah sedang merusak kebun dan permukiman milik warga. Selain itu, penduduk juga sering menemui gajah yang sedang melintasi jalanan beraspal. Pada dasarnya, gajah tidak bermaksud untuk merusak lahan milik warga melainkan jalanan tersebut merupakan jalanan yang menjadi daerah gajah biasa menjelajah.

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumtrensis). Foto: Istockphoto.com

Harimau juga menjadi satwa yang sering ditemui penduduk. Keberadaan harimau di sekitar permukiman biasanya hendak memangsa ternak. Penduduk tidak hanya dirugikan dengan hilangnya ternak melainkan juga penduduk menjadi korban dari serangan harimau. Penduduk yang menjadi korban adalah petani yang sedang beraktivitas di sekitar kebun. Pada Februari 2023, dua orang petani menjadi korban penyerangan harimau sumatera. Lokasi penyerangan harimau sumatera di hutan Sampali, Kluet Tengah. Korban mengalami luka berat dengan keadaan kritis. Kejadian tersebut tidak hanya merugikan kedua petani saja melainkan juga dialami masyarakat sekitar yang ketakutan untuk melangsungkan aktivitas di lingkungannya. Berhentinya aktivitas juga akan menghambat perekonomian pada daerah tersebut.

Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) sedang mengaum. Foto: Istockphoto.com

Adapun upaya yang dilakukan para penduduk untuk mengatasi masalah tersebut seperti memasang jebakan dan memakai petasan. Pemasangan jebakan dipergunakan untuk menghindari serangan harimau sumatera sedangkan petasan mereka gunakan untuk mengusir gajah sumatera. Akan tetapi, upaya tersebut berlawanan dengan Animal Welfare. Pemasangan jebakan untuk harimau sumatera sering melukai atau membunuh harimau sumatera. Penggunaan petasan untuk mengusir gajah juga kurang efektif untuk mengusir gajah. Petasan hanya akan mengusir gajah dari satu daerah saja sehingga gajah akan kembali lagi atau hanya berpindah ke daerah di sekitarnya. Ketidaksesuaian upaya tersebut dengan Animal Welfare juga berdampak pada populasi kedua satwa tersebut.

Populasi harimau sumatera saat ini sekitar 400-500 ekor dengan sekitar 300 ekor berada di alam liar. Populasi gajah sumatera saat ini sekitar 2000 ekor. Keduanya berada dalam status kritis. Pelestarian perlu digalakkan untuk menekan angka populasi kedua satwa ini. Upaya yang bisa dilakukan adalah melatih gajah yang ukurannya lebih besar sebagai pemimpin gajah lainnya, menghindari daerah yang biasa dilewati gajah, mengedukasi terkait satwa endemik khususnya di Pulau Sumatera, mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga hutan, mengurangi pemasangan jerat yang dapat melukai harimau sumatera, dan menjaga ketat daerah hutan dengan daerah permukiman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline