Lihat ke Halaman Asli

Deja Vu, Kesalahan Pengambilan Ingatan

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Setiap orang mungkin pernah mengalami suatu kesadaran seolah-olah kita pernah mengalami kejadian yang terjadi saat ini di waktu sebelumnya. Misalnya ketika kita terlibat dalam suatu percakapan sengan kumpulan teman-teman, tiba-tiba salah satu teman kita berseru “Eh, kayaknya kita pernah deh ngumpul kayak gini juga sebelumnya, tapi kapan ya..?. Contoh lainnya, ketika kita pergi ke suatu tempat yang baru, tiba-tiba terbesit ingatan dalam pikiran kita bahwa kita pernah mengunjungi tempat tersebut sebelumnya sehingga dalam hati kita berkata, “Ih, kayaknya pernah kesini deh, tapi kapan ya..?” Fenomena ingatan ini dikenal dengan istilah Deja vu.

Sejak jaman dahulu, para ahli psikologi, ahli hipnosis, maupun ilmuwan lainnya sudah banyak meneliti sebab-sebab dari Deja vu. Pada tahun 1876, ilmuwan Perancis Emile Boirac mempelajari fenomena ini. Dialah yang pertama kali mengenalkan istilah Deja vu, yaitu sebuah frasa Perancis yang berarti “pernah melihat”. Istilah Deja vu disebut juga dengan paramnesia yang berasal dari bahasa Yunani.

Saat ini sedikitnya ada40 teori metafisis yang berusaha menjelaskan fenomena Deja vu dengan penjelasan yang berbeda-beda. Ada yang menyatakan bahwa deja vu merupakan kejadian yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam salah satu kehidupan reinkarnasi sebelumnya. Selain itu, ada juga yang menyatakan bahwa deja vu terjadi karena sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata kita sampai lebih dulu ke otak daripada sensasi yang sama pada sebelah mata yang lain, namun penelitian berikutnya menyatakan bahwa orang buta juga bisa mengalami deja vu melalui indera pendengaran, penciuman dan perabaannya.

Mengapa Déjà vu bisa terjadi?

Dalam sudut pandang psikologi, deja vu merupakan gangguan ingatan. Ingatan adalah keseluruhan pengalaman masa lalu yang dapat diingat kembali. Ingatan atau memori terjadi melalui tiga tahap yaitu penyandian/pencatatan, penyimpanan/penahanan dan pemanggilan kembali. Misalnya ketika kita berkenalan dengan teman baru, saat itu memori kita mencatat nama teman baru tersebut kemudian memori kita menahan dan menyimpannya. Di suatu hari saat kita bertemu kembali dengan teman tersebut, memori kira akan memanggil apa yang telah kita catat sehingga kita mengingat namanya. Namun nyatanya proses pengingatan ini tidak selalu berjalan dengan mulus. Seringkali terjadi gangguan-gangguan yang menghalangi dan menghambat tiga tahapan memori tersebut.

Dalam psikologi dikenal beberapa gangguan pengingatan yaitu amnesia (ketidakmampuan mengingat kembali pengalaman yang ada, dapat bersifat sebagian atau seluruhnya), hipernemsia ( keadaan pemanggilan kembali suatu ingatan yang berlebihan) dan paramnesia atau deja vu.Nah, paramnesia atau deja vu ini terjadi karena adanya penyimpangan terhadap ingatan-ingatan lama yang dikenal akibat adanya distorsi pada proses pemanggilan ingatan.

Semua hal yang pernah kita lihat atau kita rasakan pasti memiliki sedikit atau banyak kesamaan satu sama lain. Contohnya bagi kita yang memiliki rutinitas belajar di kelas, setiap hari kita pergi ke kelas yang sama, berjlan di jalan yang sama dan bertemu dengan teman-teman yang sama. Suatu saat kita pasti mengalami kejadian yang benar-benar mirip seolah-olah kita memang pernah mengalaminya sehingga kita berpikir deja vu. Contoh lain adalah saat kita mengunjungi sebuah kota untuk pertama kali, ketika kita melihat alun-alun, gedung-gedung perkantoran maupun pertokoan mungkin sekektika kita akan berpikir deja vu padahal apa yang kita lihat saat itu adalah yang pertama. Hal tersebut bisa saja terjadi sebab setiap kota bisa jadimemiliki identitas dan suasana yang sama sehingga kita berpikir deja vu.

Ternyata 60-70% manusia di bumi ini paling tidak pernah mengalami deja vu minimal sekali. Jadi jika suatu saat kita mengalami deja vu, kita tidak perlu lagi bertanya-tanya mengapa itu bisa terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline