Desa Batuan adalah sebuah desa yang terletak di Kabupaten Gianyar, Bali dan dikenal sebagai pusat seni tradisional Bali. Desa ini tidak hanya kaya akan keindahan alam, namun juga memiliki sejarah panjang dalam perkembangan seni lukis Bali, yang telah ada sejak abad ke-19. Salah satu ciri khas seni yang berkembang di desa ini adalah "Batuan Style", gaya lukis yang terkenal karena kekayaan detail, komposisi yang teratur, serta warna yang indah dan mencolok. Seni lukis Batuan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan Bali dan tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2018, dikutip dari laman Warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Pengakuan tersebut menegaskan bahwa pentingnya seni lukis Batuan sebagai bagian dari identitas Bali yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Selain seni lukis Desa Batuan juga terkenal dengan kerajinan tangan dan budaya tradisional lainnya, sehingga menjadikannya sebagai salah satu destinasi budaya yang menarik di Bali. Desa Batuan kini telah berkembang menjadi desa wisata, di mana para wisatawan dapat merasakan langsung suasana Bali yang autentik dengan mengunjungi galeri seni, atau bahkan ikut berpartisipasi dalam workshop seni tradisional.
Dalam kesempatan kuliah lapangan kemarin (05/11/24), saya berkesempatan untuk mengikuti beberapa workshop seni tradisional yang ada di Desa Batuan. Salah satu workshop yang paling terkenang bagi saya yaitu workshop menyunin. Menyunin yang berarti "memberi kesan berisi", yaitu salah satu teknik/tahapan dalam melukis gaya Batuan dengan mengisi goresan warna dengan tinta cina ke objek gambar untuk memberikan kesan gelap terang. Dalam pelatihan menyunin, kami diberikan pendampingan oleh tiga orang pelukis profesional yang berasal dari Desa Batuan. Mereka adalah seniman yang telah berpengalaman dan sangat kompeten dalam seni lukis Batuan, sehingga kami bisa belajar langsung dari ahlinya. Dari workshop ini, saya belajar bagaimana setiap goresan yang dilakukan dengan hati-hati dapat memberikan kesan ruang yang lebih nyata, sekaligus memperkaya makna dalam setiap karya seni yang dihasilkan.
Workshop menyunin ini dilakukan di sebuah studio seni di Desa Batuan, yang dikenal sebagai Joglo Baturan. Desa Batuan, yang terkenal akan kekayaan budaya dan seninya, memang merupakan tempat yang tepat untuk menyelenggarakan workshop semacam ini, karena di desa ini terdapat banyak galeri dan studio seni yang tersebar di seluruh wilayah. Menurut saya, lokasi workshop di Joglo Baturan sangat mendukung pengalaman belajar yang mendalam autentik. Dengan keindahan alam Bali yang asri, dipadukan dengan atmosfer seni yang kental, menciptakan suasana yang sangat mendukung proses belajar. Studio seni yang kami pilih terletak di pinggir sawah, dikelilingi oleh alam hijau, menciptakan rasa nyaman dan tenang yang sangat penting dalam kegiatan seni. Pemandangan yang menenangkan, udara segar, dan suara alami dari alam seolah mengalirkan energi positif yang mendalam, membuat kami bisa lebih fokus dan terhubung dengan proses seni itu sendiri.
Namun, meskipun tempat ini sangat mendukung dan menciptakan suasana yang ideal untuk berkarya, terdapat beberapa kendala terkait aksesibilitas, khususnya bagi peserta yang datang dari luar bali. Jalan menuju lokasi studio seni cukup sempit dan berkelok, hal tersebut dapat menyulitkan kendaraan besar atau rombongan untuk mencapai tempat tersebut. Selain itu, fasilitas transportasi umum yang terbatas membuat peserta yang tidak menggunakan kendaraan pribadi kesulitan untuk menuju ke tempat acara. Tidak hanya itu, kurangnya lahan parkir yang cukup luas juga menjadi masalah, karena peserta diharuskan turun dari kendaraan dan berjalan untuk mencapai Joglo Baturan. Hal tersebut tentu dapat menjadi kendala tambahan, terutama bagi mereka yang membawa barang bawaan atau yang mungkin memiliki keterbatasan fisik. Kendala lainnya yaitu terletak pada kapasitas studio. Joglo Baturan dibagi menjadi beberapa ruang terpisah, yang menyebabkan peserta yang berada di luar joglo utama kesulitan untuk mendengar dengan jelas apa yang disampaikan oleh pembicara, meskipun sudah menggunakan speaker. Suasana yang terbagi ini dapat mengurangi kualitas komunikasi dan interaksi antara narasumber dengan peserta, sehingga beberapa informasi penting mungkin tidak dapat diterima dengan baik oleh sebagian peserta.
Alur pengunjung atau peserta selama workshop cukup lancar, meskipun terdapat satu titik yang perlu diperhatikan, yaitu pada jalan masuk. Jalan masuk yang tidak lebar hanya dapat dilalui oleh 1-2 orang saja, sehingga peserta harus antri untuk masuk ke dalam Joglo Baturan. Kondisi ini sedikit menghambat kelancaran alur kedatangan peserta ketika banyak peserta yang datang hampir bersamaan.
Secara keseluruhan, workshop menyunin di Desa Batuan Bali dapat dianggap berhasil dalam atmosfer yang mendukung pembelajaran seni yang lebih mendalam. Kedepannya, dengan beberapa perbaikan terkait aksesibilitas dan pengaturan ruang, diharapkan workshop serupa dapat semakin optimal dalam memberikan pengalaman yang lebih baik bagi para peserta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H